Indonesia dan Persatuan Emirat Arab Sepakat Tingkatkan Kerja Sama di Bidang Ekonomi dan Keumatan

Kerja sama di bidang ekonomi dan keumatan menjadi dua pokok pembahasan utama saat Presiden Joko Widodo dan Sheikh Mohamed mengadakan pertemuan di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu, 24 Juli 2019.

Dipublikasikan pada Rabu, 24 Juli 2019 17:08 WIB

Kunjungan kenegaraan Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohamed Bin Zayed Al Nahyan ke Indonesia pada Rabu, 24 Juli 2019, tidak hanya kunjungan yang bersejarah, tetapi juga kunjungan yang sangat konkret. Kerja sama di bidang ekonomi dan keumatan menjadi dua pokok pembahasan utama saat Presiden Joko Widodo dan Sheikh Mohamed mengadakan pertemuan di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.

Hal tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang turut mendampingi Presiden Joko Widodo saat menjamu Putra Mahkota yang juga Wakil Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Persatuan Emirat Arab (PEA) itu. Retno berujar, sebagai dua negara muslim yang memiliki potensi besar, sudah seharusnya Indonesia dan PEA membangun kerja sama ekonomi yang sangat kuat.

“Dari sisi substansi, yang dibahas adalah pertama bagaimana kita bisa meningkatkan kerja sama ekonomi. Jadi pembahasan mengenai ekonomi sangat kental sekali dan kedua adalah bagaimana kita, dua negara muslim, bisa melakukan kerja sama yang dapat membawa manfaat bagi umat, bagi masyarakat kita,” tutur Retno saat memberikan keterangan kepada para jurnalis seusai rangkaian penyambutan kenegaraan.

Seperti diketahui, usai melakukan pertemuan tête-à-tête antara Presiden Jokowi dan Putra Mahkota Abu Dhabi di veranda Istana, kedua pemimpin menyaksikan pertukaran nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU). Retno menjelaskan, ada sembilan nota kesepahaman antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah PEA.

“Yaitu peningkatan perlindungan investasi. Kedua, penghindaran pajak berganda. Ketiga, industri. Keempat, kepabeanan. Kelima, pariwisata. Keenam, kelautan dan perikanan. Ketujuh, pertahanan. Kedelapan, kekonsuleran. Kesembilan adalah kebudayaan,” lanjutnya.

Selain itu, ada tiga nota kesepahaman antara entitas bisnis atau biasa dikenal dengan istilah business to business (B2B). Ketiga nota kesepahaman tersebut menurut Retno yaitu pertama, antara Pertamina dan ADNOC untuk pengembangan Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan. Kedua, antara PT Chandra Asri dan Mubadala untuk proyek New Naphta Cracker and Petrochemical Complex. Ketiga, antara PT Maspion Indonesia dengan DP World Asia mengenai pengembangan terminal peti kemas dan kawasan industri di Jawa Timur.

“Dari tiga MoU tadi yang di B2B itu nilai totalnya kalau dirupiahkan sekitar Rp136 triliun atau USD9,7 miliar,” imbuhnya.

Menurutnya, Presiden bersama Sheikh Mohamed juga berdiskusi mengenai proyek-proyek dan bentuk kerja sama lain yang dapat dilakukan bersama. Salah satunya sovereign wealth fund (SWF) yang dimiliki oleh PEA dan dapat diinvestasikan. Untuk itu, seusai jamuan santap siang kenegaraan, Presiden Joko Widodo langsung memanggil para menterinya agar segera melakukan tindak lanjut.

“Sebagaimana teman-teman ketahui, PEA memiliki sovereign wealth fund (SWF) yang nilainya sekitar USD1,3 triliun. Potensi-potensi seperti ini yang ingin kita kerja samakan dengan PEA,” jelasnya.

Sementara itu, pada saat berbicara mengenai masalah keumatan, Retno menjelaskan bahwa Indonesia dan PEA juga sepakat untuk bekerja sama di dalam memajukan toleransi dan moderasi. Untuk diketahui, PEA mendedikasikan tahun ini sebagai “Year of Tolerance” atau Tahun Toleransi.

“Beliau (Sheikh Mohamed) adalah salah satu tokoh yang sangat mengarusutamakan toleransi di dalam masyarakat,” tandasnya.

(BPMI Setpres)