Penyelesaian Banjir Jakarta dari Hulu ke Hilir
Penanganan banjir di Jakarta memerlukan koordinasi dan kerja sama berbagai pihak dalam satu garis. Untuk itu, penanganan menyeluruh dari hulu hingga hilir perlu dilakukan secara sinergis.
Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa penanganan banjir di Jakarta memerlukan koordinasi dan kerja sama berbagai pihak dalam satu garis. Untuk itu, penanganan menyeluruh dari hulu hingga hilir perlu dilakukan secara sinergis.
“Kan sudah saya rapatkan, penanganan ini dari hulu sampai hilir itu harus satu garis. Enggak bisa kerja sendiri-sendiri,” kata Presiden dalam pertemuan dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, pada Jumat, 17 Januari 2020.
Di bagian hulu, pemerintah telah mengupayakan pengendalian banjir di ibu kota dengan membangun dua bendungan untuk mengendalikan debit air sungai Ciliwung. Selain itu, juga dengan melakukan rehabilitasi hutan, terutama di daerah rawan longsor.
“(Jika) daerah tangkapan hujan di sana tidak diperbaiki, run off water yang masuk ke bawah akan semakin banyak, baik itu ke Bekasi, ke Jakarta, maupun ke Banten. Problemnya ada di situ,” imbuhnya.
Masih di bagian hulu, pembangunan embung juga perlu dilakukan sebanyak-banyaknya. Menurut Presiden, kini embung-embung di hulu hanya tinggal separuhnya, dari yang awalnya berjumlah sekitar 800 embung.
“Nah itu harusnya didorong untuk dibuat lagi. Yang di atas itu urusannya pusat,” tambahnya.
Sementara itu, di bagian tengah, upaya pengendalian banjir bisa dilakukan melalui pelebaran semua sungai yang ada di Jakarta, bukan hanya Sungai Ciliwung. Untuk pengerjaannya, Presiden mengatakan, pemerintah provinsi penyangga ibu kota bisa berbagi peran dalam sebuah visi besar.
“Sungai semuanya dilebarkan. Teknisnya mau pakai normalisasi, pakai naturalisasi silakan. Tapi dilebarkan semua sungai. Itu yang tengah, semua sungai harus dilebarkan,” jelasnya.
Adapun di bagian hilir, Presiden mengatakan bahwa waduk-waduk dan pompa-pompa air harus diperbanyak. Selain itu, Kepala Negara berujar bahwa di bagian hilir juga harus dibangun tembok laut raksasa untuk menahan air masuk ke Jakarta sebagai imbas dari naiknya air laut.
“Di ujung masih ada lagi, kita berhadapan dengan yang namanya rob, air laut itu naik terus, sehingga perlu yang namanya giant sea wall itu untuk menahan air masuk ke Jakarta. Jakarta ini cekung. Pembagiannya silakan tanyakan ke Kementerian PU. Dan pembangunan ini bertahap tapi harus segera dilakukan,” paparnya.
“Dulu dibangun Banjir Kanal Barat, kemudian dibangun Banjir Kanal Timur, kemudian ada normalisasi Kali Cipinang, kemudian normalisasi Kali Pesanggrahan. Silakan yang lain, kan yang penting segera dikerjakan di lapangan. Kalau saya prinsip itu saja,” tandasnya.