Presiden Dorong Sinkronisasi Sistem Hukum agar Lebih Adaptif dan Responsif

Bangsa Indonesia yang kini dihadapkan pada era disrupsi dan tantangan yang semakin kompleks membutuhkan cara kerja baru yang lebih cepat dan efisien.

Dipublikasikan pada Selasa, 28 Januari 2020 13:41 WIB

Bangsa Indonesia yang kini dihadapkan pada era disrupsi dan tantangan yang semakin kompleks membutuhkan cara kerja baru yang lebih cepat dan efisien. Satu di antaranya ialah mengenai sistem hukum yang harus lebih responsif terhadap tantangan dan selaras dengan perkembangan zaman.

Berangkat dari hal tersebut, Presiden Joko Widodo mengharapkan dukungan berbagai pihak untuk berada dalam satu visi besar yang sama dalam menciptakan hukum yang fleksibel, sederhana, namun tetap responsif demi kemajuan Indonesia.

“Saya mengharapkan dukungan dari berbagai pihak untuk bersama-sama pemerintah berada dalam satu visi yang sama. Visi besar dalam menciptakan hukum yang fleksibel, hukum yang sederhana, hukum yang kompetitif dan responsif demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana amanat konstitusi kita,” ujarnya saat memberikan sambutan dalam acara Penyampaian Laporan Tahunan Mahkamah Konstitusi Tahun 2019 di Mahkamah Konstitusi, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, pada Selasa, 28 Januari 2020.

Presiden mengatakan, pemerintah saat ini tengah berupaya mengembangkan sistem hukum yang responsif dengan menyinkronkan berbagai undang-undang melalui satu undang-undang yang disebut dengan omnibus law. Dengan omnibus law tersebut berbagai ketentuan dalam undang-undang yang ada akan dipangkas, disederhanakan, dan diselaraskan.

“Omnibus law perpajakan dan omnibus cipta lapangan kerja saat ini sedang kita siapkan dan segera akan kami sampaikan kepada DPR RI,” kata Presiden.

Omnibus law, Kepala Negara melanjutkan, memang belum populer di Indonesia. Namun, strategi serupa telah banyak diterapkan di berbagai negara seperti Amerika Serikat dan Filipina dengan menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda menjadi suatu peraturan besar yang berfungsi sebagai payung hukum.

Strategi tersebut hendak digunakan dalam rangka mereformasi regulasi di Indonesia dengan harapan agar sistem hukum di Indonesia jauh lebih sederhana, fleksibel, responsif, dan cepat menghadapi era kompetisi.

Berdasarkan laporan yang diterima Presiden, saat ini terdapat kurang lebih 8.451 peraturan pusat dan 15.985 peraturan daerah. Presiden sendiri menyebut bahwa saat ini negara kita mengalami hiperregulasi atau obesitas regulasi yang membuat negara kita terjerat oleh aturan kompleks yang dibuat sendiri.

“Oleh karena itu, mulai dari PP, Perpres, Permen, Perdirjen, sampai Perda harus kita sederhanakan sehingga kita memiliki kecepatan nantinya dalam setiap memutuskan dan bertindak atas respons perubahan-perubahan dunia yang begitu cepat,” tandasnya.

Untuk diketahui, acara Penyampaikan Laporan Tahunan Mahkamah Konstitusi Tahun 2019 yang dihadiri Presiden Joko Widodo ini dipimpin oleh Ketua MK, Anwar Usman, di mana MK selaku lembaga negara dan lembaga peradilan konstitusi menyampaikan kinerja MK selama tahun 2019, utamanya mengenai jumlah perkara yang teregistrasi, diperiksa, dan diputus, serta pengelolaan administrasi keuangan dan administrasi lainnya.

Turut hadir dalam acara tersebut di antaranya Ketua DPR RI Puan Maharani, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM Mahfud Md, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, hingga Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

(BPMI Setpres)