Presiden Jokowi Terima Konsil Bisnis Uni Eropa-ASEAN
Dalam pertemuan tersebut, Presiden menegaskan bahwa Indonesia tidak akan tinggal diam dengan diskriminasi sawit Indonesia di Eropa.
Presiden Joko Widodo menerima delegasi Konsil Bisnis Uni Eropa-ASEAN (EU-ABC) di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis, 28 November 2019. Delegasi EU-ABC yang berjumlah 39 orang dipimpin oleh Donald Kanak dan Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Guerend.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi sempat menyinggung hasil kunjungan kerjanya ke Korea Selatan baru-baru ini, di mana ada harapan tinggi bagi Korea Selatan untuk memperkuat kemitraan dengan ASEAN. Hal tersebut dikarenakan ekonomi ASEAN berada dalam kondisi yang jauh lebih baik daripada rata-rata pertumbuhan ekonomi global.
“Ibu Kristalina, Direktur Pelaksana IMF, mengatakan bahwa ASEAN adalah titik terang dalam perekonomian dunia. Pada saat ini ketika negara-negara maju memiliki masyarakat yang menua, ASEAN menikmati dividen demografi. Saat ini, ketika beberapa negara maju memilih proteksionisme, ASEAN terus membuka ekonominya,” kata Presiden Jokowi.
Menurut Presiden, ekonomi ASEAN akan terus tumbuh selama ekosistem perdamaian terpelihara, seperti yang terjadi selama 52 tahun terakhir ini. Presiden meyakinkan delegasi Uni Eropa bahwa bermitra dengan ASEAN adalah kemitraan yang bermanfaat. Apalagi mengingat bisnis dari Uni Eropa bukanlah hal yang asing bagi negara-negara ASEAN.
“Saya berharap bahwa bisnis dari negara-negara Barat juga memiliki pandangan yang sama termasuk dari UE,” imbuhnya.
Kepala Negara menjelaskan, Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan Uni Eropa. Kedua entitas, menurut Presiden, memiliki posisi bersama dalam banyak masalah global, seperti saling menghormati hukum dan prinsip internasional.
“Namun saya harus mengakui di sisi ekonomi yang kita mengalami batu sandungan, kelapa sawit Indonesia terus menerima diskriminasi dalam hal kebijakan maupun dari perusahaan-perusahaan Eropa,” ungkapnya.
Menurutnya, semua data dan informasi yang disampaikan oleh Indonesia dan produsen minyak sawit lainnya tidak mendapat perhatian dari Uni Eropa. Presiden Jokowi pun menegaskan bahwa Indonesia tidak akan tinggal diam dengan diskriminasi ini.
“Negosiasi perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif Indonesia-UE akan berlanjut. Minyak kelapa sawit tentu akan menjadi bagian darinya,” tegasnya.
ASEAN dan Uni Eropa, kata Presiden, memiliki kesempatan untuk membentuk kelompok kerja minyak sawit yang hebat. Presiden pun berharap kelompok kerja ini dapat berkontribusi untuk menyelesaikan masalah kelapa sawit.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangannya kepada media selepas pertemuan menjelaskan, pasar Indonesia untuk biodiesel di Eropa mencapai USD650 juta. Sementara nilai perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa mencapai USD31 miliar.
“Jadi tadi disampaikan jangan sampai gangguan USD650 juta itu mengganggu bilateral Indonesia dengan EU, multilateralism agreement ini,” kata Airlangga.
Turut mendampingi Presiden dalam pertemuan tersebut yaitu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia.