Musrenbangnas RPJMN 2020-2024

Tekan Angka Stunting, Presiden: Pemda Harus Turut Ambil Bagian

Pemerintah menargetkan angka stunting bisa ditekan dari 28 persen pada saat ini, hingga mencapai angka 14 persen dalam lima tahun ke depan.

Dipublikasikan pada Senin, 16 Desember 2019 15:29 WIB

Salah satu fokus kerja pemerintah dalam lima tahun ke depan adalah pembangunan sumber daya manusia. Terkait hal tersebut, Presiden Joko Widodo ingin agar pemerintah pusat dan daerah memiliki gagasan besar dan perencanaan yang sama.

Saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di Istana Negara, Senin, 16 Desember 2019, Presiden juga menyoroti masalah tingginya angka kematian ibu dan bayi.

“Pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota harus sama gagasan besarnya, sama perencanaannya, sama ide besarnya. Urusan yang berkaitan dengan kematian ibu dan anak, ibu dan bayi, tolong menjadi perhatian besar kita. Angka kita masih gede sekali urusan ini. Angka kematian ibu coba dilihat, masih tinggi sekali, hati-hati. Ini ada yang perlu kita perbaiki di sini,” ujar Presiden.

Tak hanya soal kematian ibu dan bayi, masalah stunting atau kekerdilan juga menjadi perhatian besar pemerintah. Terkait hal ini, Kepala Negara ingin agar pemerintah daerah turut serta dalam mengurangi angka kekerdilan yang masih tinggi di Indonesia.

“Pemerintah daerah harus ikut campur ke sana, terutama yang sudah pada posisi petanya merah itu hati-hati. Semua daerah, semua provinsi ada semuanya. Dulu kita lima tahun yang lalu kita angkanya 37 persen, gede banget. Sudah turun menjadi 28 persen. Tapi itu masih tinggi sekali. Target kita dalam lima tahun ke depan harus mencapai angka 14 (persen), meskipun di dalam perencanaan 19 (persen), saya enggak mau, saya minta 14 (persen),” tegasnya.

Untuk mencapai target angka tersebut, Presiden lantas membeberkan beberapa cara yang bisa dilakukan, misalnya dengan pemberian makanan tambahan di sekolah. Presiden ingin agar di sekolah para siswa diberikan asupan seperti kacang hijau, susu, hingga telur.

“Sekolah tiap sabtu minum susu. Itu murah, tapi harus kita lakukan. Sekolah suruh makan telur, saya ingat dulu. Tapi kalau dulu makan telurnya hanya seperempat. Kalau sekarang telur 1 murah sekali, bagi-bagi. Protein ayam bagi, sekarang ayam juga murah. Saya ingat betul itu. Ini yang harus kita kerjakan dalam rangka pengembangan sumber daya manusia,” jelasnya.

Perbaikan gizi pada anak-anak tersebut menurut Kepala Negara adalah dasar sebelum menginjak pada tahapan pembenahan di bidang pendidikan, yaitu pendidikan dan pelatihan vokasi. Dengan demikian, diharapkan sumber daya manusia Indonesia ke depannya bisa bebas stunting.

“Kalau anak-anak kita sudah gizinya baik, sehat semuanya, baru kita menginjak yang namanya pendidikan. Vocational school, vocational training itu tahapan berikutnya, tapi urusan dasar ini harus rampung dulu,” ucapnya.

“Hati-hati ini informasi dari Bank Dunia, 54 persen tenaga kerja kita sekarang itu terkena stunting dulunya. Ini kita enggak mau kejadian seperti itu. Ke depan, SDM-SDM kita harus bebas dari yang namanya stunting,” imbuhnya.

Di samping soal stunting, Presiden juga ingin agar pemerintah daerah mendukung program kartu prakerja dan mempermudah masuknya investasi di daerah yang tujuan utamanya adalah penciptaan lapangan pekerjaan. Demikian juga dengan program pengurangan pajak bagi perusahaan-perusahaan yang menggelar pelatihan bagi pekerjanya.

“Ini tolong juga nanti daerah ikut mendorong dan menginformasikan ini. Yang melakukan training kepada para pekerja, yang hasilnya kelihatan akan diberikan pengurangan pajak. Ini semua negara melakukan, kita mulai tahun depan juga melakukan,” tandasnya.

(BPMI Setpres)