Arahan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025-2029
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita sekalian,
Shalom salve,
Om swastiastu,
Namo buddhaya,
Salam kebajikan,
Rahayu, rahayu.
Yang saya hormati Wakil Presiden Republik Indonesia Saudara Gibran Rakabuming Raka;
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai tuan rumah Prof. Dr. Ir. Rachmat Pambudy;
Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Saudara Sultan Baktiar Najamudin;
Ketua Komisi Yudisial Prof. Amzulian Rifai;
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Ibu Isma Yatun yang mewakili;
Ketua Badan Legislasi DPR RI Saudara Bob Hasan;
Para Menteri Koordinator, para Menteri dan Wakil Menteri Kabinet Merah Putih, para Kepala Badan, Kepala Lembaga Pemerintahan, Jaksa Agung, Kepala BIN, Kapolri, Panglima TNI, Gubernur Lemhannas, Gubernur Bank Indonesia, Ketua KPK, Ketua BPKP, Ketua PPATK yang saya hormati;
Para Gubernur dan Penjabat Gubernur, para Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Sekretaris Daerah Provinsi, Bupati, Wali Kota dari seluruh Indonesia, serta para Rektor yang hadir secara langsung maupun melalui videoconference yang saya hormati dan saya banggakan;
Hadirin, Undangan yang berbahagia.
Pada kesempatan kali ini, tentunya sebagai insan yang bertakwa marilah kita tidak henti-hentinya memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Mahakuasa, (karena) kita masih diberi kesehatan, masih diberi karunia, dapat berkumpul di tempat yang bersejarah ini untuk menghadiri Pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional RPJMN 2025-2029 (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional).
Dalam kesempatan kali ini, saya ucapkan terima kasih kepada Kepala Bappenas dan seluruh jajarannya, serta seluruh Gubernur dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang telah bekerja keras menyusun dan menghasilkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ini.
Saudara-saudara sekalian,
Dalam hidup bernegara, ada beberapa filosofi bernegara yang bermuara pada paham ekonomi. Ada paham yang sangat kuat di negara-negara Barat tadinya, yaitu yang berpendapat bahwa suatu pembangunan ekonomi tidak perlu direncanakan, bahkan tidak boleh direncanakan. Mereka menganut pemikiran yang disebut neoliberal sekarang, bahwa yang mendorong ekonomi adalah pasar. Pemerintah itu hanya sebagai regulator dan sebagai wasit.
Bangsa Indonesia, dalam Undang-Undang Dasar 1945, pendiri-pendiri bangsa Indonesia tidak menganut paham itu. Pendiri-pendiri negara ini menganut paham bahwa perekonomian disusun atas dasar asas kekeluargaan.
Pemerintah bukan hanya wasit. Pemerintah bertanggung jawab. Pemerintah dipilih oleh rakyat. Pemerintah harus menjadi pengayom rakyat. Pemerintah harus jadi pemimpin. Pemerintah harus jadi pelopor. Pemerintah harus jadi pengelola. Pemerintah harus me-manage ekonomi. Pemerintah harus menjaga segala kekayaan bangsa Indonesia.
Saudara-saudara,
Dalam pemahaman ekonomi yang kita sekarang wajib dan pantas untuk menyebut ekonomi kita Ekonomi Pancasila, bahwa Ekonomi Pancasila itu adalah penggabungan antara yang terbaik dari pemahaman pasar bebas, kapitalisme, yang terbaik dari ekonomi yang direncanakan, planned economy. Itu Pancasila, antara pasar bebas dan antara ekonomi yang direncanakan.
Bahwa Presiden pertama membuat Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun, kemudian Presiden kedua melanjutkan dengan Rencana Pembangunan Lima Tahun, bahwa kita berdiri di gedung ini, Gedung Bappenas, ini mengingatkan kita bahwa ekonomi kita harus berpegang teguh, ekonomi kita adalah Ekonomi Pancasila, ekonomi yang berasas kekeluargaan, bahwa kita masih teguh, masih berpegang bahwa pembangunan harus direncanakan. Kita mengerti dan kita paham bahwa belum tentu rencana yang terbaik mencapai sasaran 100 persen, tetapi asas kehidupan bernegara mengajarkan kepada kita: tanpa perencanaan, kita tidak tahu arah yang harus kita lakukan. Dalam setiap organisasi, dalam hidup swasta, dalam korporasi pun harus ada perencanaan: apa rencana strategis kita, apa yang akan kita capai.
Saudara-saudara sekalian,
Jelas bagi setiap pemerintah, kita diarahkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar negara republik kita, (Undang-Undang Dasar) 1945, kita diarahkan, tujuan nasional yang ditetapkan oleh pendiri-pendiri bangsa kita, yang mendirikan bangsa ini melalui suatu pengorbanan, suatu perjuangan, mereka merasakan imperialisme. Mereka merasakan dijajah, mereka merasakan bahwa warga negara Indonesia waktu itu adalah warga negara kelas tiga, kelas empat. Tujuan nasional pertama: asas perlindungan, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, melindungi.
Saya disumpah, Saudara Wakil Presiden disumpah untuk menjaga, menjalankan Undang-Undang Dasar. Saya harus melindungi, pemerintah yang saya pimpin harus melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Saudara-saudara sebagai bagian dari pemerintah, Saudara-saudara sebagai anak bangsa Indonesia di bidang masing-masing, di eselon masing-masing punya tanggung jawab untuk menjalankan Undang-Undang Dasar ini. Kita harus melindungi rakyat kita, melindungi dalam arti yang lengkap, dalam arti komprehensif, dalam arti yang menyeluruh, melindungi secara fisik.
Melindungi secara fisik artinya rakyat kita harus cukup makan. Melindungi secara fisik (artinya) rakyat kita harus cukup makan. Melindungi segenap tumpah darah artinya kita harus swasembada pangan. Bagaimana kita mau lindungi segenap bangsa kalau kita tidak bisa jamin makan?! Tidak ada negara, tidak ada peradaban tanpa pangan.
Saya ingatkan, Saudara-saudara sekalian. Mari kita kembali ke dasar pengetahuan. Jadi, perencanaan pembangunan nasional ini penting, tetapi dasar-dasarnya saya kira menjadi acuan bagi kita.
Baru sesudah kita lindungi, tentunya setelah kita menjamin fisik dari rakyat kita, kita menjamin juga sumber-sumber kehidupan rakyat kita. Kita harus jaga tumpah darah kita, tanah air kita yang kita nyanyi itu. Memajukan kesejahteraan umum, perintah Undang-Undang Dasar, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan kita ikut melaksanakan ketertiban dunia. Kita juga berperanan, tapi bagaimana kita berperanan kalau rumah kita tidak beres, kalau dapur kita tidak beres?!
Jadi, Saudara-saudara, ini penting saya sampaikan karena upaya kita untuk swasembada pangan dan swasembada energi ini adalah dasar kedaulatan, dasar kedaulatan. Begitu kita menjamin swasembada pangan kita, dan insya Allah dalam beberapa tahun kita menuju swasembada energi harus ya, karena ada budaya di bangsa Indonesia ini saya perhatikan ya, segelintir tentunya, tapi kadang-kadang segelintir orang yang menganggap dirinya pintar selalu meragukan kemampuan bangsa Indonesia, rasa rendah diri. Punya gelar profesor, sekolah di mana-mana yang terkenal, tapi mentalnya masih mental rendah diri. Apa yang dilakukan bangsa sendiri selalu jelek. Belum kita bekerja, sudah mulai nyinyir, ini.
Saudara-saudara,
Pemerintah yang saya pimpin tidak ragu-ragu. Kita berpegang pada Undang-Undang Dasar ’45, kita berpegang pada cita-cita pendiri bangsa Indonesia. Kita berniat baik, kita ingin memimpin bangsa ini dengan pemerintah yang bersih. Itu keinginan kita, dan itu tekad kita. Dan insya Allah, dengan kehendak dan tekad yang baik, insya Allah kita akan mencapai. Indonesia harus mempunyai pemerintah yang bersih. Indonesia harus memiliki pemerintahan yang bersih.
Saudara-saudara,
Berkali-kali di setiap kesempatan saya bicara, kita harus hentikan kebocoran-kebocoran, menghentikan. Dan sekali lagi saya ingatkan, aparat pemerintah sangat menentukan, aparat pemerintah sangat menentukan kebocoran-kebocoran untuk dihentikan. Penyelundupan dari luar ke dalam, penyelendupan dari luar ke dalam adalah membahayakan kedaulatan Indonesia. Penyeludupan tekstil mengancam industri tekstil kita, mengancam kehidupan ratusan ribu pekerja kita.
Saya nanti akan cari ahli-ahli hukum, apa wewenang yang bisa saya berikan kepada aparat. Apa kapalnya ditenggelamkan? Tolong para profesor di pemerintah saya itu turun, kasih saya ya masukan. Nanti saya dibilang enggak ngerti hukum lagi itu. Tapi kalau dia mengancam kehidupan rakyat Indonesia, kalau perlu kita tenggelamkan kapal-kapal itu.
Dan saya mohon ya, kalau sudah jelas, jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliunan, ya semua unsurlah, terutama juga hakim-hakim ya, vonisnya jangan terlalu ringanlah. Nanti dibilang, “Prabowo enggak ngerti hukum,” lagi.
Tapi rakyat pun ngerti, rakyat di pinggir jalan ngerti. Ngerampok trilunan, eh kalau triliunan, ratusan triliun, vonisnya sekian tahun. Nanti jangan-jangan dipenjara pakai AC, punya kulkas, pakai TV.
Tolong, Menteri Pemasyarakatan ya, Jaksa Agung ya, naik banding ya, naik banding ya, naik banding. Vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira itu.
Kita semua, mari kita kembali ke jati diri kita, kembali ke 17 Agustus ’45, cita-cita pendiri bangsa kita.
Saya tidak mau nyalahkan siapa pun. Ini kesalahan kolektif kita. Mari kita bersihkan. Makanya saya katakan, aparat pemerintahan kita gunakan ini untuk membersihkan diri, untuk membenahi diri. Sebelum, sebelum nanti rakyat yang membersihkan kita, lebih baik kita bersihkan diri kita sendiri.
Rakyat Indonesia sekarang tidak bodoh. Mereka pintar-pintar. Semua orang punya gadget. Sudah lain, ini bukan 30 tahun yang lalu, ya kan?! Ini bukan 20 tahun yang lalu.
Saudara-saudara, Musrenbangnas ini, saya gunakan kesempatan ini untuk tadi ucapkan terima kasih, dan ini ada kesempatan untuk diperbaiki. Saya kira ya masukan dari daerah-daerah, dan juga saya minta kebesaran hati, kebesaran jiwa kita semua.
Rakyat, saya yakin, akan sabar. Rakyat kita rakyat yang baik. Mereka mengerti siapa yang di atas jalan yang benar, siapa yang tidak di atas jalan yang benar, Saudara-saudara sekalian. Jadi, marilah kita berbuat yang terbaik, dalam arti, perencanaan ini kita laksanakan dengan realisme, dengan hal-hal yang konkret ya.
Terima kasih, ada angka tadi, ya kita memang, saya mencanangkan pertumbuhan 8 persen. Banyak yang tidak yakin dan tidak percaya, ya kita buktikan. Belum tentu kita akan capai 8 persen, tapi sekali lagi ya, pemimpin-pemimpin yang berani, pemimpin-pemimpin yang besar dalam sejarah, pengalaman saya sendiri dalam karier saya sebagai prajurit, kalau saya hadapi musuh yang berat, saya harus yakin saya akan berhasil, saya akan menang. Kalau tidak, kita enggak berani berbuat.
Bung Karno menyampaikan, mengatakan kepada kita, “Gantungkan cita-citamu setinggi langit. Kalau kau tidak mencapai langit, minimal kau jatuh di antara bintang-bintang.” Itu memang, istilahnya, memotivasi kita. Kalau Belanda dulu mengatakan bahwa kita ini tidak pantas merdeka tahun ’45, Belanda mengejek kita, “Apa? Kamu, hai orang Indonesia, hai orang pribumi, kau mau merdeka? Bikin peniti saja tidak bisa.” Dulu kita dituduh bikin peniti saja tidak bisa, tapi kita mau merdeka.
Proklamasi kemerdekaan kita, berapa itu? Mungkin, mungkin tiga, tiga baris, ya? Proklamasi yang tersingkat, saya kira, dalam sejarah dunia, iya kan? “Hal-hal yang menyangkut (yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan) akan di,” pokoknya administrasi belakangan deh, merdeka dulu, kan begitu? Tapi sekarang tidak, administrasi harus baik ya. Kalau enggak, dikejar BPKP, KPK, BPK.
Administrasi kita baik, makanya ada Badan Perencanaan (Pembangunan) Nasional, ada Bappeda.
Tapi saya minta kebesaran jiwa dalam arti ini. Ada prioritas kita ya. Jadi, mungkin K/L-K/L sebagian tidak akan mendapatkan anggaran yang dicita-citakan saat ini, saat ini. Nanti kita lihat perkembangannya. Jangan, jangan, jangan ganggu Menteri Keuangan terus karena Menteri Keuangan itu bertanggung jawab kepada saya.
Waktu saya Menteri Pertahanan, selalu saya dibatasi oleh Menteri Keuangan. Sekarang yang lemas Pak Sjafrie Sjamsoeddin. Kalau dia merasa dibatasi oleh Menteri Keuangan, nanti Menteri Keuangan mengatakan, “Ini perintah Presiden.”
Setelah saya jadi Presiden, saya harus mikir, ya kan? Pertahanan sangat penting, tapi anak-anak ini harus makan, iya kan? Guru-guru gajinya harus diperbaiki. Hakim-hakim harus segera dibikin rumah-rumah dinas yang layak. Tidak boleh ada hakim yang kontrak.
Menteri Perumahan ngangguk-ngangguk. Terima kasih, Menteri Perumahan. Tambah rambut putih, aku lihat kau itu. Baru dua bulan, udah… tapi masih senyum. Saya terima kasih.
Ini juga para Gubernur, para Bupati ya yang ikut rapat ini melalui videoconference, saya mohon juga jiwa besar dan kesabaran. Mungkin ada beberapa yang harus kita dahulukan. Tapi percayalah, ujungnya nanti Gubernur, Bupati yang akan merasakan.
Contoh: Dana Desa adalah sekarang Rp1 miliar satu tahun, benar ya? Dengan Program Makan Bergizi ya, itu nanti uang yang beredar di desa mungkin akan naik lima, enam, tujuh kali, Saudara-saudara sekalian. Jadi, bukannya kita… kita akan tambah, tapi melalui mekanisme yang kita yakin harus sampai ke sasaran, harus sampai ke sasaran.
Dan untuk seluruh aparat, seluruh eselon ya, budaya mark up, budaya penggelembungan proyek dan anggaran itu adalah korupsi. Saya ulangi, penggelembungan, mark up barang atau proyek itu adalah merampok uang rakyat. Kalau bikin proyek yang nilainya Rp100 juta, ya Rp100 juta. Bikin rumah Rp100 juta, ya Rp100 juta. Jangan Rp100 juta, dibilang Rp150 juta. Budaya ini harus kita kurangi, Saudara-saudara. Bukan kurangi, maaf, harus kita hilangkan ya.
Saya tidak akan ulangi angka-angka. Saudara sudah sering dengar ceramah saya ya, apa itu ICOR. Incremental Capital Output Ratio kita terlalu tinggi. Kenapa? Ya kebocoran.
Saya juga tidak akan paparkan di sini laporan-laporan yang saya terima, kebocoran-kebocoran, kehilangan uang dari judi online, dari penyundupan, dari illegal mining, dari illegal logging, dan sebagainya. Tidak dalam kesempatan ini, tapi pada kesempatan lain, di sidang kabinet sudah saya paparkan. Nanti khusus mungkin Bupati dan Gubernur, saya undang khusus. Bukan saya apa-apa. Saya tidak mau menurunkan moril dari anak-anak muda kita.
Tadi rakyat harus yakin, harus bertekad bahwa kita sekarang ingin melaksanakan pembangunan nasional dengan mengurangi segala bentuk kebocoran, manipulasi, mark up, akal-akalan, dan sebagainya. Dan ini membutuhkan kerja sama semua pihak, yudikatif, legislatif, pemerintahan, aparat. Semua kita harus kerja sama.
Tadi saya katakan ya, rakyat kita itu bukan rakyat yang bisa dibohongi terus. Sudah jelas kerugian sekian ratus triliun, vonisnya seperti itu. Ya ini bisa menyakiti rasa keadilan. Ada yang curi ayam, dihukum berat, dipukulin.
Saya kira demikian yang ingin saya sampaikan, Saudara-saudara.
Terima kasih.
Musrenbangnas laksanakan dengan sebaik-baiknya.
Terima kasih, para Gubernur. Saudara-saudara adalah pemimpin yang paling dekat sama rakyat. Saudara yang paling dekat, para Bupati yang paling dekat, yang paling tahu masalah.
Insya Allah dengan kita ngelola dengan baik, penghasilan untuk negara akan baik, riil, dan tidak terlalu lama ya. Dengan tadi program digitalisasi, dengan e-government, dengan e-catalog, dengan govtech, kemungkinan untuk penggelembungan- penggelembungan yang gila-gilaan sudah tidak akan, sudah sangat sulit, sudah sangat sulit. Di semua K/L, kita akan melihat nanti hasilnya.
Demikian yang ingin saya sampaikan.
Saudara-saudara sekalian,
Saya optimistis, saya yakin bahwa kita akan berbuat baik, dan kita akan bikin kaget semua pihak, pihak-pihak luar negeri.
Saya malah ditantang oleh… ada pihak-pihak dari luar negeri yang tantang saya. Mereka yakin kita tidak mungkin 8 persen. Kalau mencapai 8 persen, saya akan dikasih makan malam gratis, saya boleh pilih menunya. Saya akan pilih menu yang paling mahal. Tapi karena saya sudah agak, saya harus mengurangi berat badan, jadi bagaimana itu?
Terima kasih, Bappenas dan seluruh jajarannya ya atas kerja keras Saudara-saudara. Terima kasih, Bappeda, Gubernur.
Kita melangkah, menatap hari besok dengan gagah, dengan keyakinan. Kita kompak.
Kita bersyukur kepada Tuhan, bersyukur, bersyukur, dan bersyukur. Negara lain penuh kesulitan, negara lain penuh ketegangan, pertikaian… saya sampai, kalau keliling luar negeri, saya sampai merasa banyak negara terlalu berharap dari Indonesia, saya sampai ngeri sendiri, terlalu berharap. Disangka kita ini sudah jadi apa begitu ya. Minta, “Kami mohon ini,” terutama mereka sangat membutuhkan kelapa sawit kita.
Ternyata kelapa sawit jadi bahan strategis rupanya. Banyak negara itu takut tidak dapat kelapa sawit. Bayangkan. Jadi, jagalah ya, para Bupati, Gubernur, para Pejabat, Tentara, Polisi, jagalah kebun-kebun kelapa sawit kita di mana-mana. Itu aset-aset negara.
Dan saya kira, ke depan kita juga harus tambah tanam kelapa sawit. Enggak usah takut apa itu, katanya apa? “Membahayakan.” Apa itu? “Deforestation,” ya kan?
Namanya kelapa sawit, ya pohon, iya kan? Kelapa sawit itu pohon. Ada daunnya kan? Ya oksigen dia keluarkan, dia menyerap karbondioksida. Dari mana kok kita dituduh, ya kan?
Yang mboten–mboten aja itu orang-orang. Kita baik-baik aja. Kita enggak, kita tidak… bahkan mereka bingung. Waktu mereka mau apa tuh, ngomong-ngomong mau batasi, kita enggak boleh apa? Eropa kan mau batasi.
Sekarang (mereka) bingung sendiri. Saya bilang, “Oh terima kasih. Kita enggak jual ke Anda. Terima kasih,” saya bilang. Mereka panik sendiri di situ sekarang tuh.
Nanti semua industri coklat mereka kacau itu. Bikin coklat itu kan dari kelapa sawit itu. Sebagian dari deterjen, apa itu? Kosmetik. Bingung sendiri mereka. Enggak apa-apa.
Saya kira itu dari saya.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.