Dialog Presiden Republik Indonesia Dengan Para Petani Kabupaten Trenggalek
Petani I:
Jadi di desa sini ini, mohon maaf dan terima kasih kepada Bapak Presiden, di Desa Buluagung ini sudah ada…maaf, 75 hektare yang siap tanam, betul. Sedangkan ini padi yang ditanam, yang sudah disiapkan benihnya ini Mekongga sama Inpari 32.
Presiden RI:
Mekongga?
Petani I:
Iya, sejenis Ciherang Pak. Jadi di Desa Buluagung ada tiga kali panen, yang dua itu padi, yang terakhir palawija. Dengan harapan, Bapak, nanti setelah adanya Bendungan Tugu ini, kita bisa empat kali panen.
Presiden RI:
Empat kali?
Petani I:
Insyaallah bisa, Pak. Jadi tiga (kali) padi, satu kali palawija. Satu tahun, satu tahun.
Presiden RI:
Satu tahun empat kali? Sebentar, tiga kali padi, satu kali jagung?
Petani I:
Iya. Jadi usia padi itu antara tiga bulan.
Presiden RI:
Tiga bulan, tiga bulan kali tiga.
Petani I:
Ya, sembilan bulan.
Presiden RI:
Sembilan bulan, masih tiga bulan lagi. Oh iya, benar.
Petani I:
Namun, saat ini masih tiga kali, permasalahannya di terakhir tahun musim tanam itu hanya pakai diesel, pakai pompa, pompa air.
Presiden RI:
Kalau nanti ada dari Bendungan Tugu, ya berarti tanpa pakai pompa. Oh, ngaten ngaten ngaten, nggih sae. Kita lihat nanti setelah Bendungan Tugu airnya sudah sampai ke sini, kira-kira akan muncul empat kali panen, benar ndak. Kalau benar, ya sangat bagus sekali. Nggih.
Kalau yang jagung tadi, bisa harganya mahal banget ya?
Petani I:
Betul Pak, karena biasanya ya juga ada Rp4.800 atau Rp5.000 ya. Tapi dengan adanya banyak gagal panen, sehingga itu berkurang penghasilan kita, pendapatan kita berkurang.
Yang perlu saya sampaikan kembali, Pak. Ini di sini karena di Kabupaten Trenggalek itu pupuknya sedikit ada kekurangan, artinya ya kadang sulit, kadang mudah. Harapan kami untuk diperlancar, untuk pemasukannya pupuk.
Presiden RI:
Ini barangnya atau harganya?
Petani I:
Kalau harga saya kira enggak masalah, Pak.
Presiden RI:
Oh, enggak masalah. Barangnya ada?
Petani I:
Barangnya mungkin ada, tapi ke petani atau ke kelompok itu kadang-kadang terlambat untuk mendistribusikannya.
Presiden RI:
Itu yang apa? Pupuk urea atau pupuk apa itu?
Petani I:
Yang mudah itu hanya (pupuk) organik. Kalau (pupuk) organik itu mudah, tapi (pupuk) urea sama (pupuk) NPK itu agak kesulitan.
Presiden RI:
Yang organik mudah, yang NPK (dan) urea yang agak sulit, oke.
Petani I:
Ya, tapi alhamdulillah di Desa Buluagung itu bisa kita sambung, bisa kita sambung pakai pupuk organik buatan, buatan sendiri.
Presiden RI:
Berarti kan malah tidak mahal, tidak bayar kan malah.
Wonten malih, menopo? Ada lagi?
Petani I:
Begini, Bapak, ya. Karena di Desa Buluagung itu, mohon maaf, kalau kita panen selalu mendatangkan alat panen dari luar kabupaten, dari Tulungagung, dari Ngawi. Harapan kami, karena alat sudah ada di sini, mbok satu (mesin) Combine itu ditinggal di sini.
Presiden RI:
Jangan dibawa pulang?
Petani I:
Iya, betul.
Presiden RI:
Pak Mentan, bisa? Sudah ditinggal, mpun. Nggih.
Petani I:
Siap, alhamdulillah.
Mungkin teman yang lain, monggo.
Petani II:
Nuwun sewu, Pak Jokowi.
Niki ngapunten sakderenge basane campur-campur niki mangke.
Presiden RI:
Mboten nopo-nopo. Kula ngertos kok, sing mboten ngertos niki Pak Mentan.
Petani II:
Nggih. Mohon maaf, Pak Yasin.
Niki ngeten, nambahin sekedik dari rencang kawula bahwasanya pupuk menika sejatosipun lancar, mboten wonten kendala. Tapi kawula piyambak mewakili petani nggih, matur sembah nuwun sanget pupuk menika sampun terdistribusi secara lancar, walaupun kadang nggih enten sendatanipun. Namun, menawi kepareng nggih, kepareng nyuwun panjenengan dateng mriki kagem membantu petani nggih, menawi saget, menawi kepareng, subsidi menika nggih dipun tambah.
Presiden RI:
Pupuk subsidinya ditambah?
Petani II:
(Pupuk) subsidinya yang ditambah, nek saget regine lagi dikurangi malih. Soale ngeten, Pak, nggih, Bapak Presiden, petani niku memang nggih dengan harga pupuk sakwontene meniku memang sudah untung, gedhi lagi. Tapi kan betahe petani niku nggih kuatah, lare–lare sekolah, nopo malih saiki jamane pandemi ngeten iki, pripun malih nggih. Tapi kalau pareng, nyuwun kaleh panjenengan niki, harga pupuk menawi saget nggih dipun turunaken.
Presiden RI:
Saya enggak janji, tapi saya catat dulu. Hitung-hitungannya rumit gitu. Oke, tapi enggak apa-apa, saya kira masukan bagus.
Petani II:
Niki nambahi sekedik, mewakili petani kula matur sembah nuwun sanget, panjenengan utaminipun pemerintah, baik pemerintah pusat, provinsi sampai daerah sudah mewujudkan Bendungan Tugu. Mudah-mudahan napa ingkang dados cita-cita panjenengan sami meniko saget terlaksana, petani saget tambah sejahtera. Matur sembah nuwun sanget.
Presiden RI:
Jadi, Bendungan Tugu itu bisa menampung air kurang lebih 12 juta meter kubik. Selain nanti airnya untuk petani, mengairi sawah-sawah lewat irigasi, juga untuk menjaga agar yang namanya Trenggalek tidak kebanjiran kalau pas musim hujannya deras. Dan itu terbukti, kemarin Pak Bupati menyampaikan, “Pak, niki nek mboten wonten Bendungan Tugu wingi pun Trenggalek banjir kados biasane.” Artinya, bendungan itu selain untuk banjir, untuk irigasi, juga nantinya bisa dipakai untuk air baku masyarakat kalau memang diperlukan. Kalau sumurnya sudah sulit, saya kira jangka panjang. Tapi bendungan ini habis Rp1,6 triliun, artinya sewu enem atus miliar (rupiah). Jadi kalau tidak ada manfaatnya ya… Insyallah ada manfaatnya, seperti tadi saya sampaikan.
Petani II:
Mudah-mudahan dengan dibangunnya Bendungan Tugu, insyaallah untuk sumur-sumur warga nanti tidak ada kekeringan Pak, karena sumur pompa nanti sudah terkurangi.
Matur sembah nuwun.
Presiden RI:
Nggih, saya kira gitu, kalau enggak ada yang lain.
Petani III:
Saya, Pak.
Presiden RI:
Monggo, terakhir.
Petani III:
Perwakilan untuk perempuan, Pak.
Dengan adanya pandemi ini, Pak, penghasilan kita kan berkurang. Biasanya kalau di samping ibu-ibu itu bercocok tanam, terus untuk sampingan di rumah menunggu hasil panen kan, Pak, kan punya sampingan buat kue atau jajan cemilan-cemilan itu. Sekarang kan dengan adanya (pandemi) itu kan penghasilan kita berkurang.
Seandainya itu apa ya… Minta keikhlasan hati Bapak Presiden, saya mohon minta tambahan dana untuk usaha kami ya, Pak.
Presiden RI:
Apa? Usaha rumah tangga apa sih? Buat apa sih?
Petani III:
Buat kue, Pak, di rumah.
Presiden RI:
Kue niku modalnya pinten? Sepuluh ewu?
Petani III:
Ya agak kurang dikit, Pak.
Presiden RI:
Enggih, enggih.
Petani III:
Ya tambahan modal dari Bapak, tapi yang bukan mengembalikan ya, Pak.
Presiden RI:
Enggih, enggih. Ngertos, ngertos. Sampun nangkep, nangkep.
Petani III:
Sementara ini kan kita pinjam.
Terima kasih, Pak, sebelumnya.
Presiden RI:
Nggih, sami-sami.
Saya kira itu. Terima kasih Bapak/Ibu semuanya.
Petani I:
Maaf, Pak, sekali lagi. Satu tambah sedikit, Pak, tadi kelupaan. Mohon pasaran harga pasaran panen padi bisa ditingkatkan dengan Bulog bisa membuka. Bulog-nya bisa mengambil atau membeli dari petani.
Presiden RI:
Nggih ini kan, tahun ini kan kita tidak ada impor beras sama sekali. Nyatanya Indonesia bisa, kita bisa, nggih kan? Ya tapi ini juga, Bulog itu juga stoknya juga masih penuh.
Nah, kadang-kadang kayak gitu lho, buangnya juga masih kesulitan. Sehingga hal-hal seperti itu yang juga… Tapi ini nanti saya pulang akan saya rembug, nanti carikan solusinya.
Petani I:
Kami mengerti, Bapak.
Presiden RI:
Karena kalau nanti memang Bulog itu menyerapnya banyak, otomatis harga akan terkerek naik. Mesti gitu, karena demand dan supply itu memang saling berhubungan dengan harga.
Saya rasa itu.
Matur nuwun. Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Para Petani:
Nggih, terima kasih, Bapak.