Dialog Presiden Republik Indonesia Dengan Para Sopir Truk Kontainer

Kamis, 10 Juni 2021
Terminal Bongkar Muat, Pelabuhan Pelindo II Tanjung Priok, Jakarta Utara, DKI Jakarta

Presiden RI:
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pagi hari ini saya senang bisa bertemu dengan Bapak-bapak semuanya. Saya mendapatkan keluhan yang saya lihat dari media sosial, terutama driver banyak yang mengeluh karena urusan bongkar muat, benar enggak? Tolong nanti diceritakan problemnya apa, sehingga kita bisa memberikan jalan keluar. Dan tidak usah takut dengan Pak Menteri atau pimpinan-pimpinan di sini. Sampaikan apa adanya. Kalau bisa dicarikan jalan keluar, akan saya carikan secepat-cepatnya.

Saya rasa saya mampir ke sini hanya untuk itu.

Silakan.

Karena saya tidak mau, tadi sudah dijelaskan mengenai dwelling time sudah turun. Kemudian yang kita inginkan juga kecepatan bongkar dan muat, antreannya jelas, tidak ada pungutan, sehingga driver mestinya merasa nyaman semuanya. Jangan sampai ada yang mengeluh karena banyaknya pungutan, itu yang mau saya kejar, kalau ada.

Ya. silakan, silakan.

Agung Kurniawan, Sopir Truk Kontainer:
Mohon izin Pak.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Selamat siang Pak Presiden dan…saya enggak bisa sebutkan untuk mempersingkat waktu mungkin ya.

Perkenalkan saya Agung, saya sopir kontainer memang. Dan sudah satu tahun ini memang sudah tidak nyopir, karena situasi pandemi kemarin saya jadi korban. Jadi begitu kebijakan lockdown yang pertama itu, transportasi tidak dijalankan untuk bus, kemudian kereta, pesawat itu tidak ada, waktu itu saya pulang kampung. Begitu tidak ada transportasi, saya tidak bisa balik ke Jakarta. Akhirnya sampai tertahan dua bulan. Begitu saya balik lagi, kendaraan yang saya bawa sudah dibawa oleh sopir lain. Dan sampai sekarang saya belum bekerja.

Nah, saat ini saya lagi mencari pekerjaan juga, tetapi posisi di kami, di kawan-kawan sopir…saya sedikit mau cerita dulu tentang aktivitas mungkin ya Pak, nanti kan, nanti berhubungan dengan persoalan yang di pelabuhan begitu. Jadi, kalau bicara tentang masalah di pengemudi, itu sekitar…sebelum ada pelabuhan yang baru ya, kira-kira sekitar 4 tahunan mungkin ya Pak ya, yang NPCT (New Priok Container Terminal) 1 yang baru.

Kalau Pak Jokowi tadi menyinggung tentang adanya yang viral-viral itu kan memang ada di NPCT 1 begitu. Nah, dulu pada saat pembangunan tol dari Priok…tol layang ya Pak, dari Priok ke Cakung itu, yang akses ke Cikampek itu, nah itu berbarengan dengan pembangunan terminal yang baru, yaitu NPCT 1. Dulu situasinya sangat luar biasa untuk kemacetannya karena di jalan itu aksesnya tol pada saat pembangunan itu ada jalur kecil yang itu menjadi menyempit, dan itu hampir tiap hari itu dalam proses pembangunan tol dan pembangunan operasionalnya NPCT 1 yang baru, ya mungkin perusahaan baru berjalan dan pekerjanya juga baru gitu kan, jadi menambah juga deretan kemacetan itu. Kan pelayanannya mungkin masih belum seperti perusahaan yang sebelumnya berjalan, begitu.

Nah, ketika terjadi kemacetan itu yang akibat dari proses bongkar muat di pelabuhan, kami juga mengalami tentang tindakan kriminalitas Pak. Itu ketika macet itu. Banyak sekali kawan-kawan itu hampir tiap hari, sampai ini pun juga mengalami tentang tindakan kriminalitas itu. Pada saat macet itu kawan-kawan ini diambil lah barangnya. Kalau di Tanjung Priok ini disebutnya “asmoro” Pak, yang dia ketika macet itu mengambil barang dari kendaraan begitu secara diam-diam. Kemudian ada juga yang kalau dia terorganisir begitu preman-premannya, di setiap daerah-daerah rawan begitu, dia naik ke atas mobil Pak.

Presiden RI:
Ini kan kontainer kan?

Agung Kurniawan, Sopir Truk Kontainer:
Iya, kontainer betul Pak.

Presiden RI:
Apa ya bisa dibuka? Barangnya ambilnya dari mana?

Agung Kurniawan, Sopir Truk Kontainer:
Barang kendaraan maksudnya Pak.

Presiden RI:
Oh barang kendaraanya?

Agung Kurniawan, Sopir Truk Kontainer:
Kan dia ada ban serep, kadang aki, kadang juga handphone kalau dia berani naik ke mobil itu ditodong kita Pak. Ditodong kemudian diminta barang-barang kita, handphone, dompet, segala macam uang jalan, habis.

Nah, sering terjadi itu kalau kawan-kawan dari luar kota itu Pak. Tetapi yang dari ekspor-impor, itu teman-teman yang bawa kontainer, itu sebelum…ya ini sekarang kami sudah ada wadah untuk menyambung silaturahminya, Pak. Kalau dulu itu kan sebelum kita ada wadahnya, teman-teman sopir itu membangun kaya komunitas begitu, nah itu…dulu sesama sopir kontainer itu saling musuhan Pak, tidak ada rasa kebersamaan. Begitu keadaan macet, itu di depannya ada yang dinaiki mobilnya, naik ke atas mobil bawa celurit atau nodong begitu, itu enggak ada yang berani menolong Pak. Padahal itu depan, belakang, samping, kanan itu kan kendaraan semua, dan itu orang semua, dan itu sangat memprihatinkan.

Karena dia takut, kalau posisinya nanti dia membantu, preman-preman itu akan menyerang balik ke dirinya. Maka dia lebih memilih tutup kaca. Dan itu memprihatinkan sekali begitu Pak.

Nah, waktu itu kalau keadaan seperti itu kita diamkan ini kapan bisa kita selesaikan bareng-bareng begitu.

Presiden RI:
Sekarang masih ada enggak itu? Tadi kan ngomongnya dulu-dulu. Sekarang masih?

Agung Kurniawan, Sopir Truk Kontainer:
Masih Pak. Tapi tidak seperti dulu. Sekarang agak terminimalisir Pak.

Kalau sekarang kan, kawan-kawan ini sudah saling kenal ini. Kaya saya misalkan sama Bang Hakim ini kan beda daerah, biasanya kan kawan-kawan sopir yang di sini itu kan merantaunya itu kan satu kampung misalnya dari Jawa, ikut ngernet gitu, nanti sudah bisa menyopir, bekerja diangkat oleh bos-nya, nah itu ngumpul di satu perusahaan. Nah, dia tidak akan kenal dengan yang dari perusahaan yang lain. Dan itu juga misalkan Pak Hakim ini dari Medan, gitu, misalkan di kernetnya dari Medan (juga) begitu, nah itu kaya musuh-musuhan gitu. Enggak ada ininya…makanya kita membangun suatu perkumpulan begitu sesama pengemudi, ketika kami sudah saling kenal, saya kenal dengan Bang Hakim gitu, ketika ada yang dipremanisme begitu, ya ayo kita tolong bareng-bareng gitu

Presiden RI:
Ini Pak, saya tanya masalah yang berkaitan dengan tadi yang saya sampaikan, pungutan. Ini ada yang menyampaikan pungutan di Fortune, di NPCT 1, di depo Dwipa, benar enggak?

Agung Kurniawan, Sopir Truk Kontainer:
Benar Pak. Jadi, makanya ini kan…

Presiden RI:
Ini pungutan apa itu?

Agung Kurniawan, Sopir Truk Kontainer:
Saya mau urai, rangkaikan semua gitu. Tapi kalau ada kawan-kawan yang mau menyampaikan, Bang hakim, monggo.

Abdul Hakim Sitompul, Sopir Truk Kontainer:
Bismillahirahmanirrahim.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Perkenalkan nama saya Bapak, nama saya adalah Abdul Hakim Sitompul, panggilan sehari-harinya Hakim Pak. (audio terputus)Tadi kata Bapak mengenai depo, ya Pak. (Mereka) itu meminta imbalan lah, kalau enggak dikasih kadang diperlambat. Itu memang benar-benar, seperti Fortune, Dwipa terus MPP, hampir semua depo rata-rata. Itu Pak. Yang sekarang itu yang saya perhatikan itu yang agak-agak bersih cuma namanya Depo Seacon sama Depo Purinar, agak bersih sedikit. Lainnya hampir rata-rata ada pungli, Pak.

Presiden RI:
Punglinya itu siapa yang mungli?

Abdul Hakim Sitompul, Sopir Truk Kontainer:
Dari…karyawannya, Pak.

Jadi contoh, Pak. Kita kan bawa kontainer nih, kosongan lah atau pun mau ambil (dalam keadaan) kosongan. Nah, kita laporan, kan. Diambillah. Itu…harus ada uang tip, ia bilang “boleh, ya?” atau lima ribu…paling kadang-kadang lima belas ribu, ada yang dua puluh ribu. Itu, kalau enggak dikasih, ya masih dikerjakan cuma diperlambat. Alasannya, “yang sana dulu, yang ada duitnya” katakan saya begitu, tapi kalau mereka itu enggak mau ngomong, Pak. Jadi begitu kira-kira, Pak pungli di dalam depo itu, Pak.

Nah, kembali tadi, saya jelaskan lagi masalah premanisme di sini. Itu premanisme di sini begini sebenarnya. Seperti dibaca kemarin, Depo Aceh, itulah terjadi namanya premanisme itu. Kalau mungkin lancar, ini mungkin tidak ada, Pak. Jadi ini kendala kita ini kemacetan aslinya, Pak. Seperti contoh kemarin, mungkin Bapak dengar, kemacetan sudah viral, kan. Itu, pada saat itu, namanya premanisme itu naudzubillah min dzalik, sampai itu kalau enggak salah hari itu ada…pada saat itu, Pak mengantre macet itu, Pak di jalan raya, mulai dari pos 8 sampai sini pos 9, sampai ke macetnya sampai sana. Mulai arah dari utara atau pun dari Cakung, macet lagi. Nah, di situlah kejadian itu namanya premanisme itu, Pak.

Jadi kami mohon kepada Bapak Presiden, bagaimana solusi ini ke depannya, kami. Karena kami, Pak sakit hati sebenarnya, Pak kalau dibilang sakit hati. Saya kira begitu. Tidak ada kenyamanan untuk sopir kami, sopir-sopir yang mengemudi di Tanjung Priok. Kita jangan (berbicara) ini di dalam Priok saja, tapi dalam Jakarta. Belum lagi luar kota. Luar kota hampir sama semua pungli itu tuh banyak, Pak. Premanisme banyak. Mungkin Bapak sudah tahu, mungkin Bapak Presiden tahu, lah. Karena kami, kan…mungkin awak media ini agak ini, karena kami sibuk ya, kan. Begitu, Pak kira-kira, Pak. Ya, kurang-lebihnya mungkin dari teman-teman atau pun dari kawan-kawan kita mau ngomong lagi, nih.

Nuratmo Angga Setiawan, Sopir Truk Kontainer:
Izin, Bapak Presiden.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Selamat siang, Pak Presiden yang saya hormati. Perkenalkan saya Nuratmo, sekarang bekerja di perusahaan kaki lima, Pak, kontainer. Kaki lima itu perusahaan yang punya mobil cuma satu-dua. Lha, hari ini saya lumayan bergembira, semalam jam sepuluh malam, saya ditelepon sama teman, habis narik dari Karawang, “Mo, kamu di mana?”, “Ini habis pulang narik bawa ISO tank (kontainer) kimia”, “Ini katanya mau ketemu Bapak Presiden?”. Jadi ini kedua kalinya saya ketemu Bapak Presiden. Yang pertama tahun 2019, waktu itu saya dipanggil ke Istana, waktu itu saya jadi sopir awak mobil tangki Pertamina, Pak. Mungkin Pak Presiden masih ingat. Lha teman saya bilang, “Kasus kamu yang di Pertamina sudah selesai, belum?”, “Belum selesai”, “Ya sudah, mumpung sekalian nanti bisa disampaikan ke Pak Presiden bahwa persoalan saya belum selesai”. Jadi, persoalan saya yang dulu di Pertamina itu belum selesai, belum dikasih apa-apa, pesangon atau apa pun, sama sekali belum. Yang kurang-lebih 1.000 orang itu. Saya berharap ini…saya berharap banget lah ini bisa ditindaklanjuti secepatnya.

Lha terkait saya ngomongin masalah kemacetan, karena saya dari tahun ’97 memang di kontainer. Saya masuk Pertamina tahun 2010. Berharap setelah masuk Pertamina itu ada kebaikan lah, ada jenjang yang lebih baik ternyata juga sama, sama saja. Di-PHK juga enggak dapat pesangon. Jadi terkait kemacetan memang benar, tadi Depo Fortune. Ini Depo Fortune kalau di kelompok sopir ini kategorinya depo laknat. Jadi dicap depo laknat karena memang dampak dari kemacetan Depo Fortune ini memang sangat luar biasa. Jadi bisa berimbas ke arah Cakung, berimbas ke arah….

Presiden RI:
(Audio Presiden RI menghubungi Kapolri via telepon)

Pak Kapolri? Selamat pagi. Iya, saya ini di Tanjung Priok, banyak keluhan dari para driver kontainer yang berkaitan dengan pungutan liar (pungli) di Fortune, di di NPCT 1, kemudian di depo Dwipa, pertama itu.

Yang kedua juga…kalau pas macet, itu banyak driver-driver yang dipalak sama preman-preman. Jadi keluhan ini tolong bisa segera diselesaikan.

Itu saja, Pak Kapolri. Iya. Iya, terima kasih. Terima kasih. Ya, ya, oke, enggak apa-apa. Oke, itu saja. Terima kasih.

Nuratmo Angga Setiawan, Sopir Truk Kontainer:
Lanjut, Pak ya? Ya, jadi dampak dari kemacetan satu tempat itu berdampak memang ke mana-mana. Ada (kemacetan) di Depo Fortune itu bisa berdampak ke Cakung, bisa berdampak ke Cilincing, itu orang bongkar bisa sampai seharian baru selesai. Ya, benar dikatakan dampak dari kemacetan itu akhirnya timbulnya premanisme. Nah, itu. Lha, kita sudah beberapa kali memang bikin semacam klarifikasi ke depo tersebut karena ini berdampak luar biasa tapi memang sampai saat ini belum ada perubahan yang konkret.

Terus, terkait pelayanan yang di pelabuhan, kebetulan memang ini kan situasinya enggak tentu. Makanya kemarin ada satu aparat kepolisian yang mengontrol situasi di NPCT 1 gara-gara ini viral, ngontrol-nya pagi ya pasti lancar. Karena kalau pagi, kita itu adanya di pabrik. Kalau jam segini, kita biasanya adanya di pabrik. Lagi muat atau lagi bongkar. Lha, macet-macet itu biasanya mulai habis Maghrib atau habis Isya sampai malam, itu biasanya. Lha itu di hari-hari tertentu, memang enggak semua hari. Biasanya malam Rabu, malam Kamis, Jumat, Sabtu, itu lah. Nah, memang itu, dampaknya bisa ke mana-mana.

Makanya, harapan saya dan teman-teman, ya terkait kemacetan yang berdampak premanisme ini bisa secepatnya dibenahi. Itu dari saya. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Presiden RI:
Nggih, saya kira sudah…saya sudah nangkap semuanya apa yang diinginkan oleh Bapak-bapak semuanya. Tadi juga sudah saya perintah langsung ke Kapolri untuk dicek di lapangan, diselesaikan. Nanti pasti akan melapor ke saya. Di sini juga saya kira sudah didengar langsung oleh Pak Kapolda Metro Jaya tapi saya enggak perintah langsung, perintahnya ke Kapolri biar semuanya jelas. Dan, bisa diselesaikan di lapangan. Nanti akan saya ikuti ini, proses ini. Nah, kalau keluhan-keluhan seperti itu tidak diselesaikan, sudah pendapatannya sedikit dan masih kena preman, masih kena pungli, itu yang…itu yang saya baca di status, di media sosial. Yang saya lihat…keluhan seperti itu memang harus kita selesaikan dan diperhatikan.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, saya (sampaikan) terima kasih atas pertemuan pagi hari ini. Nanti coba saya…prosesnya ini akan saya ikuti. Nanti saya akan cek ke Bapak-bapak tadi yang menyampaikan apakah ada…sudah terjadi perbaikan atau belum. Kalau ndak, nanti saya undang lagi di lain waktu. Nggih.

Terima kasih, karena saya masih ada acara yang lain.

Saya tutup.

Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.