Dialog Presiden Republik Indonesia dengan Para Talenta Digital Indonesia di Luar Negeri

Selasa, 1 Maret 2022
Gedung Pacific Century Place, SCBD, Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta

Pewara:
Presiden Republik Indonesia tiba di tempat acara dan selanjutnya berkenan menyapa empat talenta teknologi Indonesia yang kini bekerja di luar negeri. Oke di sini sekarang sudah terhubung empat talenta digital kita, Pak. Di sini ada Pak Ainun Najib, halo, Pak Ainun Najib, ada Veni Johanna dari US, ada Chairuni Aulia dari UK, juga ada Rangga dari Singapore, Pak. Mungkin silakan Bapak untuk berbincang-bincang dengan keempat engineer kita. Silakan, Pak.

Presiden RI:
Oke, selamat pagi.

Para Perwakilan Talenta Digital:
Selamat pagi, Pak. Assalamu’alaikum.

Presiden RI:
Wa’alaikumsalam. Saya ke Veni dulu, ke Veni.

Head of Frameworks Engineering di Asana, Amerika Serikat, Sdri. Veni Johanna:
Siap, Pak.

Presiden RI:
Ini saya baca profilnya Veni ini bagus sekali, ya. Lulusan Stanford University, benar?

Head of Frameworks Engineering di Asana, Amerika Serikat, Sdri. Veni Johanna:
Ya, Pak.

Presiden RI:
Prestasi yang luar biasa bisa menjadi alumni di kampus ini, saya kira bagus.

Head of Frameworks Engineering di Asana, Amerika Serikat, Sdri. Veni Johanna:
Terima kasih, Pak.

Presiden RI:
Dan ini, saya mau tanya gini. Bisa enggak kita membuat ekosistem di Indonesia supaya para talenta digital ini betah dan mau berkreasi untuk tanah air?

Head of Frameworks Engineering di Asana, Amerika Serikat, Sdri. Veni Johanna:
Menurut saya bisa banget, Pak. Menurut saya apa yang bisa membuat digital di Amerika itu berkembang banget adalah sinergi yang bagus antara pendidikan dan perusahaan-perusahaan teknologi, dan mereka supaya bisa bekerja bersama untuk membangun digital-digital talent dari Indonesia.

Menurut saya yang bikin betah, orang-orang betah, adalah produktivitas dan juga kultur teknologi yang bagus banget di Amerika Serikat. Dan menurut saya best practices itu adalah sesuatu yang bisa dibangun dengan banyaknya orang-orang yang belajar di luar negeri atau kembali untuk membawa kultur itu ke Indonesia juga.

Presiden RI:
Jadi konkretnya apa? Apa yang perlu dilakukan oleh pemerintah? Konkret, apa?

Head of Frameworks Engineering di Asana, Amerika Serikat, Sdri. Veni Johanna:
Menurut saya, Pak, yang pertama adalah memberikan insentif buat anak-anak muda untuk bisa melakukan magang atau bisa melakukan magang bisa di perusahaan di dalam negeri atau di luar negeri, dan juga memberikan insentif buat orang-orang untuk melakukan riset-riset lebih sewaktu-waktu mereka lagi di universitas.

Presiden RI:
Oke, ya.

Head of Frameworks Engineering di Asana, Amerika Serikat, Sdri. Veni Johanna:
Jadi, itu membuat mereka bisa melihat ke depan juga.

Presiden RI:
Hmmm, hmmm. Ya, terima kasih. Mungkin ke Chairuni. Chai?

Software Engineer di Google, Inggris, Sdri. Chairuni Aulia Nusapati:
Baik, Pak.

Presiden RI:
Ini, apa, untuk yang kalau sebagai software engineer kemudian bekerja di luar, ini apa sih, tantangannya? Beratnya di mana? Apalagi di Google.

Software Engineer di Google, Inggris, Sdri. Chairuni Aulia Nusapati:
Terima kasih, Pak. Terima kasih, Pak Jokowi, atas kesempatannya. Saya sebenarnya sebagai diaspora Indonesia memang minoritas ya, Pak. Memang di luar negeri yang mana saya posisi di Eropa, Pak, jadi orang Asia mungkin perempuan juga, enggak banyak juga ya, Pak. Tapi saya sebagai diaspora Indonesia memang harus berpikir positif sih, Pak. Untung sih, Pak. Sekarang kan ada banyak sekali akses informasi kelas dunia di internet, kan khususnya teknologi informasi ya, Pak, tinggal di-googling gitu istilahnya.

Presiden RI:
Iya.

Software Engineer di Google, Inggris, Sdri. Chairuni Aulia Nusapati:
Terus kan juga didukung sama komunitas orang Indonesia di luar negeri jadi saya bisa menyesuaikan diri untuk kehidupan sehari-hari maupun dari sisi pekerjaan. Tapi memang paling sulitnya itu adalah di kehidupan sehari-hari sih, Pak, karena komunikasi ini caranya baru sekali buat saya. Saya sebelum ke luar negeri, saya pikir bahasa Inggris itu susah, ternyata pas sampai ke luar negeri yang lebih susah lagi adalah berusaha memahami orang dari budaya lain itu bagaimana ya, Pak, pikirannya, gitu. Saya pikir orang Indonesia itu beragam sekali tapi ternyata lo, kok, ketemu lagi orang yang dari jauh sekali, beda sekali, Pak.

Presiden RI:
Iya. Terima kasih, terima kasih. Chai, terima kasih.

Ke Rangga. Rangga? Apa ya, apa inovasi yang sudah dihasilkan dan mungkin menjadi, bisa menjadi kebanggaan yang diakui, gitu, ya?

Engineering Manager di Shopee, Singapura, Sdr. Rangga Garmastewira:
(Audio tidak terdengar jelas)

Pewara:
Mungkin Bapak bisa langsung ke Pak Ainun, mungkin.

Presiden RI:
Iya, coba ke Mas Ainun Najib. Ini saya sudah kenal lama. Assalamu’alaikum.

Head of Analytics, Platform, and Regional Business di Grab, Singapura, Sdr. Ainun Najib:
Wa’alaikumsalam. Turut berdukacita, Pak, atas wafatnya Pakde Miyono.

Presiden RI:
Nggih, terima kasih.

Enggak, saya mau tanya gimana sih, agar Chai, Veni, Rangga, termasuk Ainun juga mau pulang ke Indonesia?

Head of Analytics, Platform, and Regional Business di Grab, Singapura, Sdr. Ainun Najib:
Nggih, nggih. Kuncinya dua mawon, Pak.

Presiden RI:
Kuncinya dua?

Head of Analytics, Platform, and Regional Business di Grab, Singapura, Sdr. Ainun Najib:
Nggih, opportunity dan stability. Opportunity ini tentu Indonesia punya banyak sekali opportunity sebagai salah satu dari pemain besar di market terbesar ketiga di dunia, Southeast Asia. Nah, stability ini mungkin yang agak tricky. Jadi ada yang mungkin karena pertimbangan keluarga, ada yang pertimbangan stabilitas karir, terus kalau saya pribadi itu pertimbangan pendidikan anak-anak, begitu. Enggak mau kalah dengan putra-putra panjenengan, Pak yang sekolah di Singapura juga.

Ya, jadi stability, itu yang mungkin masih perlu diperbaiki di Indonesia.

Sementara itu, kami-kami di diaspora ini sebenarnya punya peran juga, Pak, walaupun jauh. Menurut saya ada tiga perannya akan kami. Yang pertama, itu inspirasi atau referensi. Jadi, menjadi benchmark buat teman-teman yang di Indonesia, terutama yang lebih muda, talenta yang lebih muda. Terus yang kedua, advokasi. Jadi bisa memberikan advice dari jauh untuk teman-teman yang di Indonesia. Nah, yang ketiga eksekusi. Eksekusi pun bisa dari jauh, Pak, kami. Kami cukup sering melakukan inisiatif-inisiatif yang dilakukan bersama-sama oleh teman-teman diaspora, misalnya kawal-kawalan itu kan sebetulnya, semuanya anak-anak diaspora juga yang cinta tanah air. Walaupun fisiknya tidak bisa kembali, hatinya selalu bersama Indonesia.

Ya dan saya optimis sekali, Pak. Saya optimis sekali, Indonesia ini sudah kodratnya menjadi talenta teknologi yang terbesar, setidaknya keempat di dunia. Karena Indonesia ini bangsa yang besar, terbesar keempat. Yang pertama, China sudah jelas salah satu dari AI (artificial intelligence) superpowers. India juga sangat jelas menguasai bahkan diaspora India menjadi pimpinan-pimpinan tertinggi di perusahaan teknologi dunia. Amerika jelas, pionir dan mungkin terdepan sampai saat ini. Nah, yang keempat ini kursinya dipersilakan untuk Indonesia ini karena kita bangsa terbesar keempat. Saya rasa hanya soal waktu.

Yang perlu dilakukan untuk jangka panjang, baik dilakukan oleh Mas Menteri Nadiem dengan Merdeka Belajar untuk jangka panjang semoga bisa terus dipertahankan, seperti misalnya Vietnam itu investasi digitalnya itu sudah sejak tahun ‘60-an, Pak, gifted schoolsGifted schools, sekolah untuk anak-anak yang jenius, itu di setiap provinsi di Vietnam itu ada. Nah, di Indonesia, saya bahkan enggak tahu itu ada sekolah untuk jenius di mana. Kalau sekolah untuk talenta terbaik militer ada, sekolah untuk talenta terbaik negeri juga ada, gitu. Tapi untuk sekolah untuk anak-anak yang memang jenius itu belum ada. Nah, Vietnam ada puluhan, Pak, sejak tahun ‘60-an dibangun. Nah, ini, ini yang mungkin membikin saat ini kita walaupun populasinya lebih dari dua kali lipat Vietnam, untuk Asia tenggara, mereka masih berada di depan kita. Jadi, semoga bisa berakselerasi lagi untuk mengambil alih bukan hanya melebihi Vietnam tapi mengambil kursi yang sudah kodrat miliknya Indonesia yaitu ekonomi keempat di dunia, insyaallah.

Presiden RI:
Iya. Ini potensi-potensi digital Indonesia itu diperkirakan di tahun 2030 mencapai Rp4.531 triliun. Kan, gede sekali ini, gede sekali. Dan, perkiraan hitung-hitungan itu saya kira enggak meleset jauh-jauhlah. Jadi, harapan saya, pulang semua sajalah. Pulang, di sini kan sudah banyak sekarang. Ada opportunity, perusahaan-perusahaan gede di sini ada semuanya. Ya, saya rasa itu. Terima kasih semuanya, selamat bekerja. Terima kasih, terima kasih.