Keterangan Pers Presiden Republik Indonesia Usai Meninjau Ladang Jagung di Kabupaten Keerom, Provinsi Papua
Presiden RI:
Ya, selamat sore. Jadi ini adalah jagung yang kita tanam tiga bulan yang lalu, tepatnya 107 hari yang lalu kita ke sini, kita tanam, dan hasilnya ini. Memang ada yang sudah bagus-bagus, gede-gede semua tapi juga ada yang masih (kecil), ini karena terlalu banyak air. Sehingga tadi dievaluasi dari Pak Mentan, dari Pak Bupati, dari petani, memang paritnya harus lebih dikecilkan jaraknya, kira-kira dari 12 (meter) jadi 5 atau 6 meter, evaluasi itu.
Memang ini kan baru pertama kali, jadi jangan berpikiran langsung hasilnya sangat tinggi tetapi ini pun, hasilnya sekarang ini sudah sangat tinggi karena kira-kira 7 ton per hektarenya, 7 ton per hektarenya, karena standar nasionalnya?
Menteri Pertanian RI:
Lima koma enam (ton per hektare).
Presiden RI:
Lima koma enam ton per hektare, ini sudah 7 (ton per hektare). Karena memang saya melihat, tanahnya sangat subur sekali tapi airnya perlu dikelola dengan baik.
Ini nanti yang kedua akan saya lihat lagi sampai betul-betul semuanya jagungnya gede-gede semuanya sehingga maksimalnya berapa akan kelihatan. Kalau sudah benar, baru ribuan hektare. Mungkin yang (bulan) September berapa, Pak?
Bupati Keerom, Bapak Piter Gusbager:
Empat puluh lima hektare, Pak.
Presiden RI:
Empat puluh lima hektare akan panen lagi. Kita enggak usah terlalu langsung ribuan (hektare) memang ini perlu tahapan karena ini tanah baru pertama kali diolah dan digunakan untuk jagung.
Wartawan:
Pak Presiden, untuk pasarnya sendiri apakah sudah disiapkan?
Presiden RI:
Ini sudah ada yang beli, sekarang Rp5.000 sampai Rp6.000 per kilogramnya, jadi harganya juga sangat tinggi banget lah, dibanding HPP (harga pokok produksi), saya kira sudah untungnya gede. Artinya kalau berapa tadi? Tujuh ton per hektare kali Rp6.000 berarti sudah Rp42 (juta) per hektare, hati-hati. Kalau kita punya 1.000 (hektare) berarti Rp42 miliar, gede banget untuk hanya tiga bulan atau seratus hari.
Wartawan:
Pak, payung hukum untuk menjamin keberlanjutan program ini di kepemimpinan ke depan seperti apa, Pak?
Presiden RI:
Enggak usah pakai payung hukum, pelaksanaannya kalau sudah Pak Mentan sudah dalam percobaan seperti ini sudah kelihatan, semuanya mestinya otonomi, sudah tanggung jawab Pak Bupati, nanti kalau sudah ini, alatnya sudah benar, karena alatnya pun perlu ada modifikasi. Sudah betul semuanya, diserahkan ke Pak Bupati, Bupati yang mengoordinir, meng-organize masyarakat yang ada di sini. Tetapi memang dalam jumlah yang banyak ini akan memunculkan produktivitas per hektarenya, nantinya.
Wartawan:
Pak, khususnya dari Keerom ini apa akan dikembangkan tidak, untuk memenuhi kebutuhan pasokan untuk Indonesia timur dari jagung ini?
Presiden RI:
Ini untuk Indonesia timur nanti kalau memang ini sudah betul, karena produktivitasnya tinggi, di atas 7 ton misalnya, masyarakat akan berbondong-bondong pasti akan mau ke sini, wong per hektare Rp42 juta, hanya dalam waktu tiga bulan sampai seratus hari, siapa yang enggak mau. Jadi realitas lapangan saja, jangan sampai yang jelek seperti ini, ndak usah ditutupi, itu memang masih jelek, itu masih jelek tapi yang gede-gede itu juga yang bagus juga banyak, begitu, lo.
Wartawan:
Pak, oleh-oleh dari PNG Pak, Papua Nugini?
Presiden RI:
Saya melihat hubungan kita dengan Papua Nugini semakin baik dan nanti akan direalisasikan dalam kegiatan-kegiatan yang konkret, misalnya pembuatan zona ekonomi di border, di perbatasan. Karena kalau kita lihat, misalnya di Skouw saja, itu nilai perdagangan per tahun mencapai 300 juta dolar AS, gede banget, itu hanya di Skouw saja, lo, jadi Skouw sama Wutung. Nah, kalau di titik-titik yang lain dikembangkan zona ekonomi seperti itu akan baik, itu yang kemarin kita tawarkan. Dan, PNG setuju.
Yang kedua, yang berkaitan dengan mineral, sama Indonesia dengan PNG itu mineralnya melimpah tapi PNG ingin—karena melihat hasil stok nikel di Indonesia memberikan nilai tambah yang sangat besar sekali sampai 30 kali sehingga PNG ingin—melihat step-stepnya seperti apa dan Indonesia terbuka untuk itu, silakan, kita melihat down-streaming industry di Morowali, di Weda Bay, juga untuk nikel dan juga untuk copper, untuk tembaga, di Gresik yang dari Freeport atau yang bauksit ada di Bintan. Semuanya ada dan kita akan buka. Kalau mau kerja sama boleh, dengan BUMN bisa, dengan private sector (sektor swasta) kita bisa, tidak kerja sama pun enggak apa-apa tetapi kita terbuka, ini untuk kemajuan bersama, terutama untuk Global South, (kerja sama) Selatan-Selatan ini penting sekali kita galang bersama-sama.
Wartawan:
Pak, penataan kios-kios di border sendiri bagaimana, Pak? Penataan untuk yang di batas ini untuk mereka ini kan, setiap hari pasar beberapa kali itu kan, banyak sekali orang PNG yang belanja di sini, apakah mungkin kios-kios itu perlu ditata lagi, harus ditata lagi?
Presiden RI:
Ya, dilihat lah, apa yang sudah kita bangun itu, setiap tiga tahun dievaluasi, mana yang perlu diperbaiki atau perlu ditambah kalau memang perlu ditambah, kiosnya ya ditambah dan itu sebetulnya tanggung jawabnya, mana Pak Gubernur? Nah, Pak Gubernur. Wong sudah otonomi masa sedikit-sedikit urusan kios, urusan pasar saja sampai ke pusat, (itu urusan) gubernur. Gubernur kalau kiosnya satu-dua, bupati, begitu, lo, wali kota, begitu, ya.
Wartawan:
Pak Presiden, apakah akan datang ke Papua lagi, Pak? Di akhir masa kepemimpinan, apakah ini kunjungan terakhir ke Papua?
Presiden RI:
Ini, saya kan, tadi sudah janjian sama para petani, kalau ini nanti saya cek dari jauh bagus, untuk yang 45 hektare nanti bagus, berarti tiga bulan lagi saya ke sini lagi untuk panen, begitu, lo.
Wartawan:
Terima kasih, Pak.