Kompas 100 CEO Forum
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Syalom,
Om Swastyastu,
Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.
Yang saya hormati, para Menteri, Direktur Utama PLN, CEO Kompas, Bapak Lilik Oetomo. Kepala Otorita IKN (Ibu Kota Nusantara), Gubernur Kalimantan Timur, Bupati PPU (Penajam Paser Utara);
Bapak-Ibu sekalian, para CEO yang hadir pada siang hari ini.
Kalau kita datang ke Kalimantan biasanya sebelum sambutan itu ada pantun dan saya enggak tahu sudah bolak-balik ke IKN ini selalu di beri pantun dan saya belum pernah berpantun.
Oleh sebab itu, dalam kesempatan yang baik ini saya mau berpantun dulu, boleh ya?
Ikan louhan, ikan gabus
Di rendam dulu baru di rebus
Supaya pembangunan maju terus
Pinjam dulu seratus
Yang saya maksud itu 100 CEO Kompas yang hari ini hadir bukan uang. Dikit-dikit uang, dikit-dikit duit. Dan, memang ya benar juga duit itu perlu untuk membangun negara ini.
Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati,
Sudah bolak-balik saya sampaikan, sudah sering kali saya sampaikan bahwa Indonesia ini negara besar. Sering kita lupa negara ini negara adalah negara besar, negara yang sangat besar, banyak yang belum tahu. Saya sering berbicara dengan kepala negara, kepala pemerintahan, bahwa kita memiliki 17 ribu pulau, belum tahu, bahwa penduduk kita ini sudah hampir 280 juta juga banyak yang belum tahu. Inilah yang sering saya ulang-ulang kalau dalam pertemuan supaya – dan sekarang hampir semuanya tahu bahwa Indonesia memiliki 17 ribu pulau, (dan) memiliki penduduk nomor 4 terbesar di dunia.
Dan, sebagai negara besar, mungkin Bapak-Ibu belum pernah mencoba tetapi kan punya banyak (pesawat) Jet pribadi. Coba terbang dari Banda Aceh langsung ke Jayapura atau ke Wamena, baru tau berapa luas negara ini. Saya pernah mencoba sekali – 9 jam 15 menit (waktu penerbangan). (dari) Banda Aceh nanti nyobalah satu-satu, dari Banda Aceh ke Jayapura akan terasa betapa negara ini sangat, kita baru kerasa negara ini negara besar. Itu kalau dari London mungkin sampai kesini (Indonesia), mungkin sampai mana? Istanbul. Melewati enam atau tujuh negara. Ya inilah negara kita.
Dan, kita juga memiliki potensi yang sangat besar. Juga bolak-balik saya sampaikan potensi mineral melimpah, potensi perikanan melimpah, potensi produk agri melimpah, potensi energi hijau juga melimpah. Kita memiliki sungai saja memiliki 4.400 sungai, yang 128 itu sungai besar dan paling besar itu kalau mau energi hijau (di) Sungai Mamberamo, itu punya potensi 23 ribu Megawatt. Kedua, Sungai Kayan di Kalimantan (potensi) 11 ribu Megawatt. Itu yang hydropower, belum yang geotermal. Geotermal, kita memiliki 29 ribu Megawatt, (dan) baru di pakai kira-kira dua ribuan Megawatt, potensinya masih besar sekali.
Dan, inilah yang akan menjadi daya tarik negara kita karena kedepan ekonomi hijau, energi hijau itu menjadi sebuah kekuatan. Tetapi, yang paling sulit adalah, yang paling sulit adalah bagaimana mengintegrasikan potensi ini agar menjadi sebuah kekuatan besar bangsa kita. Ketergantungan negara lain kepada bangsa kita sehingga saya pengin sekali ada satu produk besar kita yang bisa masuk ke global supply change.
Inilah yang sedang dalam proses kita rancang yaitu ekosistem EV (Electric Vehicle) Battery dan Ekosistem EV (Electric Vehicle), tetapi mengintegrasikan ini juga bukan barang yang mudah. Bagaimana mengintegrasikan Nikel yang banyak di Sulawesi dengan Bauksit yang banyak di barat, di Bintan, di Kalbar (Kalimantan Barat), integrasikan lagi dengan Tembaga yang ada di Papua, (dan) di NTB, yang paling efisien itu diletakkan di mana kalau kita ingin membuat pabriknya?
Seperti dulu memutuskan Freeport membangun smelter itu di Gresik atau di Papua, saya minta di Papua saat itu tetapi di hitung-hitung “Pak, berat di sini, berat di sini, listriknya darimana”, akhirnya diputuskan di Gresik.
Inilah karena negara seluas ini mengintegrasikan itulah barang yang sulit, mengonsolidasikan itu juga barang yang sulit. Tetapi, kembali untuk membangunnya pemerintah tidak bisa sendiri butuh peran semua dari kita, butuh kontribusi semua dari kita, termasuk utamanya para pengusaha, para investor, para CEO, dan Bapak-Ibu semuanya yang hadir di sini.
Saya membayangkan bahwa kalau kita bisa mengintegrasikan tadi, lompatan itu akan terjadi dari negara yang kategorinya negara berkembang masuk ke negara maju. Dan, kesempatan itu juga bolak-balik saya sampaikan, kesempatan itu ada dalam tiga kepemimpinan nasional kedepan – tiga kali kepemimpinan nasional kedepan. Dan, itu juga yang sering disampaikan oleh Bank Dunia, oleh IMF (International Monetary Fund), oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), oleh McKinsey, saya suruh hitung lagi oleh Bappenas.
Kesempatan itu ada, peluang itu ada, opportunity itu ada, tetapi tantangannya juga tidak gampang, tantangannya juga tidak ringan, (sehingga) butuh konsistensi, butuh keberlanjutan. Karena dari yang saya pelajari dari kepemimpinan-kepemimpinan kita itu selalu sudah sampai SMP ganti pemimpin, balik lagi ke TK lagi, balik lagi ke SD lagi sehingga selalu di mulai dari nol kayak kita beli bensin di pompa bensin. “Pak, dari nol Pak”, “Pak, sudah nol Pak”. Iya apa kita mau seperti itu terus? Enggak bisa, kalau sudah SMP mestinya bisa masuk ke SMA, (dan) bisa masuk ke S1, S2, S3, S4, S5, S6, mestinya seperti itu. Konsistensi itu yang sekali lagi dibutuhkan.
Saya belajar dari negara-negara Amerika Latin, tahun 50-an, tahun 60-an, tahun 70-an mereka sudah menjadi negara berkembang. Sampai saat ini banyakan dari mereka masih juga tetap menjadi negara berkembang dan bahkan ada yang jatuh menjadi negara miskin. Tetapi, ada salah satu contoh negara yang menurut saya karena manajemennya, karena tata kelolanya baik, lompatan itu terjadi dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang sangat-sangat fantastis yaitu Guyana.
Guyana dulu adalah salah satu negara termiskin di Amerika Selatan. Kemudian, ditemukan potensi minyak (dan) di garap oleh swasta bukan oleh BUMN – maaf Pak Erick, di garap oleh swasta bukan oleh BUMN tetapi di fasilitasi (dan) di atur oleh pemerintah, itu yang benar. Jadi, jangan sampai di sini itu kadang-kadang juga swasta pengin mengatur, yang tertawa itu pasti sudah pernah mengatur. Enggak, yang benar itu silakan garap swasta tetapi pemerintah memfasilitasi dan mengatur. Dan kini, Guyana menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi terpecat. Tahun 2022 pertumbuhan ekonominya sampai mencapai 22 persen, (ralat) 62 persen. Bukan 22 persen (tetapi) 62 persen, tahun yang lalu. Karena swasta dan pemerintah bergandengan. Kita juga ingin seperti itu.
Kembali lagi ke Freeport, ada swasta, ada BUMN, pemerintah dapat. (Pemerintah) dapat PPh Badan, dapat PPh Karyawan, dapat Bea ekspor, dapat royalti, dapat PNBP, dan plus karena kita pemilik saham (sehingga) dapat dividen yang tidak kecil kita dapat dari Freeport.
Kerja bareng-bareng, karena saya sering di tanya oleh masyarakat “Pak, ekspor Nikel dihentikan terus yang kerjakan swasta, yang untung dia dong? Rakyat dapat apa?”, saya sampaikan negara ini enggak bisa bekerja kayak swasta. Income – penerimaan negara ini dari pajak, dari bea ekspor, dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Saya sampaikan, negara memang tidak mendapatkan keuntungan dari sana tetapi negara mendapatkan penerimaan dari PPh Badan, (dari) PPh Karyawan, dari Royalti, dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dari Dividen, dapat banyak. Dari situlah bisa di pakai oleh APBN, untuk apa? Untuk dana desa, untuk bantuan sosial, untuk membangun infrastruktur. Memang harus dijelaskan seperti itu supaya clear, di pikir kita enggak dapat apa-apa, dapat! Jadi sekali lagi, kerja sama – kolaborasi itu sekarang menjadi kunci.
Saya beri contoh yang kedua, pembangunan IKN. Ini juga tidak bisa dan tidak mungkin dikerjakan oleh pemerintah sendiri, USD33 billion, tidak mungkin. Oleh sebab itu, kemarin kita rancang 20 persen itu dari anggaran APBN, yang 80 persen itu PBB atau dari privat sektor. Dan yang enggak senang setelah pemerintah memulai 2 tahun yang lalu, pertengahan tahun ini sudah mulai swasta masuk, swasta masuk, swasta masuk. Peletakan batu pertama – groundbreaking, groundbreaking, selalu terus. Dan, saat ini memang masih kita rem yang diprioritaskan adalah dari dalam negeri terlebih dahulu meskipun dari luar (negeri) juga sudah nengok beberapa kali, misalnya dari Singapura kemarin 130 investor datang melihat Nusantara. Banyak yang berminat, “yang sudah letter of interest berapa Pak total?” 320 (investor). Banyak tetapi kita berikan terlebih dahulu kepada investor-investor dalam negeri. Nanti kalau ndak, nanti sudah suaranya.
Ini kok serius sekali? Saya pengin ini ajalah, ini Bapak-Ibu semuanya kan sudah melihat Ibu Kota Negara baru Nusantara, saya pengin satu orang komentar dulu. Ibu-ibu dulu, silakan.
Presiden RI:
Tahu, tekstil dan garmen, furnitur juga.
Perwakilan CEO:
Izin, Pak. Ini gara-gara undangan Bapak waktu acara Asmindo IFFINA, kami kesini bersama dengan Pak Lilik dan teman-teman CEO yang lain.
Alon-alon asal kelakon. Tetapi Bapak kan langsung proceed langsung eksekusi – sat-set, tetapi melihat IKN ini Pak termasuk cita-citanya kita menuju Indonesia emas 2045 dan kita praktisi lapangan. Di luar infrastruktur Pak, kami merasa bahwa yang perlu – tadi bapak sudah sampaikan edukasi Pak karena menuju Indonesia emas ini saya merasa bahwa selain SDA kita juga perlu dan infrastruktur juga perlu SDM, SDM emas.
Nah, mohon Pak nanti petunjuk dari Bapak (dan) arahan tadi Bapak juga sudah sampaikan mengarah kepada Indonesia emas mengenai SDM, Pak. Dan, nuwun sewu Pak, juga penegakan hukum – kepastian hukum – reformasi hukum karena semua yang kita build ini perlu kepastian hukum terutama kalau nanti ada PPP Pak, jangan sampai nanti di masa kabinet berikutnya, kabinet berikutnya kami-kami yang ikut membangun yang tadi Bapak di pantun sampaikan 100 CEO atau nanti seribu, sejuta CEO sama-sama membangun bersama Indonesia kita juga kena masalah sama-sama. Nuwun sewu Pak kalau saya terbuka, Pak. Terima kasih.
Presiden RI:
Ini komentarnya mengenai IKN belum, belum, baru yang saya dengar (adalah) keluhan.
Perwakilan CEO:
Bukan keluhan Pak tetapi kalau saya boleh ngomong all out, kalau itu kepastian…
Presiden RI:
IKN, mengenai IKN.
Perwakilan CEO:
Kalau kepastian hukum dan reformasi hukum ada kita siap Pak untuk support IKN bersama, Bapak. Karena itu yang kita perlukan dan dari teman-teman di sini karena kita ini privat sektor, Pak. Jangan sampai kita support tetapi kita enggak jelas nantinya ujung-ujungnya ya Bapak tahu.
Presiden RI:
Kok enggak jelas? Yang enggak jelas apanya sih?
Perwakilan CEO:
Ujung-ujungnya kita yang di periksa, kita yang ini, ini Pak.
Presiden RI:
Kok di periksa itu kenapa? Membangun IKN kok di periksa?
Perwakilan CEO:
Itu dari kami. Tadi saya sama teman foto-foto di Istana Negara (Kawasan IKN), kita ngomong “Ini untuk anak kita, kita yang bangun tetapi nanti yang menikmati anak dan cucu”.
Dan, izin Pak. Memang saya tahu bahwa (tahun) 2024 Bapak ingin kita upacara (HUT-RI) di sini tetapi nuwun sewu Pak kita siap tetapi kita set-set, tetapi juga ada alon-alon asal kelakon-nya, Pak. Mengingat edukasi dan juga penegakan hukum juga sama pentingnya Pak dengan IKN.
Terima kasih banyak, Pak.
Presiden RI:
Tahun depan itu banyak yang berpikir tahun depan IKN ini jadi, siapa yang ngomong? Tahun depan itu kita mau upacara di IKN. Lapangannya, rumputnya sudah di tanam, pasti rampung. Kalau yang lain-lain itu bisa sampai 15 tahun supaya tahu, supaya enggak terjadi missed, ndak, 15 tahun kurang lebih. Tetapi, mungkin bisa maju kalau swastanya ngebut seperti sekarang ini kalau tiap bulan groundbreaking (sebanyak) 10, 10, 15, 10, 20 (groundbreaking) itu baru akan cepat.
Ini saya mengajak Bapak-Ibu semuanya mumpung harga tanahnya masih murah. Karena kalau Bapak-Ibu beli sekarang di SCBD itu mungkin harga tanah per meter sudah berapa? Rp200 juta mungkin. Di Menteng mungkin sudah Rp100 juta-Rp150 juta. Di Balikpapan itu pun sudah Rp10juta-Rp15juta. Di sini (IKN) masih di bawah Rp1 juta, tetapi mungkin minggu depan bisa naik. Enggak, benar, benar, bulan depan sudah naik, sudah naik karena memang harganya bergerak terus. Kalau peminat banyak masa di jual murah, ya ndaklah, otorita pintar.
Jadi kembali, IKN ini adalah investasi untuk masa depan kita, prestasi untuk keberlanjutan Indonesia. Jadi, kalau masih ada khawatir-khawatir, apa gitu lho? “Pak nanti enggak dilanjutkan?” wong ini Undang-Undang-nya sudah ada, Undang-Undangnya itu di dukung oleh 93 persen fraksi partai-partai di DPR, apalagi? Takut apalagi? Takut Pemilu?
Ini kadang-kadang apa? Kita ini kan sudah berapa kali Pemilu langsung. (tahun) 2009, 2014, 2019, ya kalau mau Pemilu hangat-hangat dikit, agak-agak panas kan enggak apa-apa. Yang paling penting Bapak-Ibu jangan beli kipas gitu – ngipasin atau Ibu-ibu beli kompor – manas-manasin, ndaklah. Kita ini, saya lihat sudah semakin dewasa dalam berdemokrasi, perbedaan itu biasa, beda pilihan biasa gitu lho, wong yang milih semuanya kan rakyat. Kedaulatan itu ada di tangan rakyat. Bapak seganteng apapun kalo rakyat enggak senang gimana? Bapak senangnya yang ndeso-ndeso kayak saya gini, gimana? Ini pilihan rakyat dan persaingan dalam kompetisi, dalam Pemilu, biasa-biasa saja. Bapak-Ibu ini kan biasa di bisnis, biasa di ekonomi, ya enggak usahlah. Belajar jadi politikus belajar mengomentari, ini malah bisa keliru.
Yang paling penting kita berharap semua setelah bertanding, setelah berkompetisi nanti, kompak lagi, bersatu lagi untuk negara dan bangsa yang kita cintai.
Kembali ke hilirisasi. Kita jangan juga hanya terpaku pada satu. Saya, saya itu biasanya senang kerja (dengan) fokus tetapi kalau bisa kerjakan dua (pekerjaan) lebih baik, jangan hanya urusan mineral saja, hal-hal yang lain kita ini masih banyak. Produk-produk pertanian banyak sekali yang bisa kita kerjakan. Produk-produk kelautan banyak sekali.
Sekarang mungkin yang rame kedepan yang akan kita ramaikan itu rumput laut karena tidak hanya untuk urusan untuk farmasi, untuk kecantikan, (tetapi) rumput laut sudah bisa di pakai untuk membuat bioetanol. Dan, Indonesia ini penghasil rumput laut nomor 2 di dunia dan sangat memungkinkan sekali untuk bisa menjadi terbesar pertama di dunia. Sekarang kita baru bisa pencapaian 10,2 juta ton (rumput laut) dan masih bisa di ekspor mentahan yang di buat tepung agar. Kenapa kita tidak larikan ke bioetanol? Dan ini yang saya senang kalau rumput laut dikerjakan itu yang bisa dapat di atasnya, tengah dapat, rakyat di pesisir dapat semuanya. Sangat menarik saya melihat dan membuat contoh satu saja di buat benar nanti di fotokopi sudah ke lokasi-lokasi yang lain.
Dan, kita harapkan kalau nanti mineral dikerjakan, fokus hilirisasi kemudian pertanian juga ada hilirisasi, perkebunan ada hilirisasi, kelautan – perikanan ada hilirisasi, perkiraan kita pendapatan per kapita 10 tahun yang akan datang sudah mencapai hampir 10 ribu, perkiraan 9.600 atau lebih sedikit. Dalam 15 tahun kedepan mungkin kita sudah mencapai kurang lebih 13.600 sampai 14.000. 20 tahun lagi bisa sudah 21.000 ke atas. Tetapi sekali lagi, tantangannya bukan tantangan yang gampang dengan situasi global yang sekarang ini makin tidak jelas dan makin tidak pasti.
Perubahan iklim, menurunkan produksi, kemudian kenaikan suku bunga di Amerika yang menyebabkan capital out flow, perang Ukraina belum selesai tambah lagi perang di Hamas dan Israel, saya kira tantangan-tantangan itu yang banyak memang tantangan eksternal yang sulit kita prediksi dan sulit kita hitung.
Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini dan saya melihat ekonomi hijau kedepan di negara kita akan menjadi sebuah peluang yang sangat besar, peluang itu kelihatan sekali tinggal kita mau segera memulai apa tidak dan itu tergantung Bapak-Ibu semuanya. Negara hanya sekali lagi mengatur dan memfasilitasi semuanya.
Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.