Outlook Perekonomian Indonesia
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om swastiastu,
Namo buddhaya,
Salam kebajikan.
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Indonesia Maju;
Yang saya hormati Yang Mulia Duta Besar Negara-negara Sahabat;
Yang saya hormati Pimpinan dan Anggota DPR RI, Pimpinan BPK Republik Indonesia;
Bapak-Ibu, Hadirin dan Undangan yang berbahagia.
Menakhodai kapal besar negara kita, Indonesia, ini dalam gelombang ketidakpastian ekonomi global sangatlah tidak mudah. Kita inginnya pertumbuhan ekonomi kita tumbuh lebih baik, tetapi tetap harus dalam posisi kehati-hatian. Ekspansif boleh, tetapi juga dalam kalkulasi yang super hati-hati
Saat bertemu dengan Managing Director-nya IMF—ini sudah bolak-balik saya sampaikan—96 negara masuk menjadi pasien. Anggota IDB 57 negara, 32 negara kondisi ekonomi, keuangan, fiskalnya juga sangat berat. Tetapi memasuki tahun 2024 ini, kita tidak punya alasan untuk tidak optimistis.
Tahun 2024 saya namai tahun yang harus penuh dengan optimisme. Angka-angkanya tadi sudah disampaikan oleh Pak Menko Perekonomian. Mengapa? Ya (karena) kita memiliki modal untuk optimistis itu, baik modal ekonomi maupun juga modal politik.
Yang pertama alasan ekonomi. Kita tahu di sepanjang triwulan tahun 2023 ekonomi Indonesia masih tumbuh di kisaran 5 persen, jauh lebih tinggi dari rata-rata global yang hanya tumbuh 2,9 persen. Ini patut kita syukuri, alhamdulillah.
Juga inflasi, kita patut bersyukur bahwa kita mampu menjaga inflasi di angka 2,86 persen yang negara-negara lain sangat kesulitan menjaga yang namanya inflasi ini. Jauh di bawah rata-rata inflasi global yang berkisar 7,2 persen, kita di angka 2,86 persen.
Indikator-indikator yang lain juga baik. Penyerapan tenaga kerja naik sebanyak 4,5 juta orang dari Agustus 2022 ke Agustus 2023. PMI Manufaktur di November 2023 masih berada di level ekspansif yaitu 51,7.
Neraca perdagangan masih surplus dan sudah surplus 43 bulan berturut-turut. Indeks Keyakinan Konsumen pada November juga berada di angka 123,6. Artinya keyakinan kuat terhadap kondisi ekonomi kita.
Ini kok diam semua? Optimistis dong, optimistis, harus optimistis. Kok diam? Ada apa? Kita di sini menyampaikan optimisme, di (sana) diam semuanya.
Oleh sebab itu, sekali lagi tidak ada alasan untuk pesimistis memasuki 2024. Saya masih optimistis, pertumbuhan ekonomi kita akan masih berada di kisaran 5 persen.
Namun, kalau orang Jawa bilang tetap eling lan waspodo, harus selalu ingat, hati-hati, dan waspada. Ketidakpastian global masih berlanjut. Konflik di Timur Tengah yang bisa memicu kenaikan harga minyak global juga kemungkinan masih ada meskipun tadi Bu Menteri Keuangan bisik-bisik kepada saya, “Pak, urusan harga minyak kelihatannya sudah tidak akan bergejolak naik lagi”. Ini juga patut kita syukuri.
(Volatilitas) harga komoditas, terutama pangan, lah ini yang kita harus hati-hati. Ini saya masih sedikit khawatir mengenai urusan komoditas pangan karena kemarin saat super El Nino produksi beras kita turun sedikit. Di 2024 juga perkiraan kita, masih akan belum kembali ke normal.
Tetapi kalau kita lihat, semua negara juga, 22 negara ada yang stop ekspor pangan, ada ngerem mengurangi ekspor pangannya sehingga memang di 2023 kemarin kita kesulitan mencari tambahan untuk cadangan beras kita. Tapi untuk 2024, alhamdulillah kemarin Kepala BULOG dari India sudah menyampaikan kepada saya, “Pak, (saya) sudah tanda tangan (untuk) 1 juta ton (beras)”.
Kemudian saat saya (menghadiri) KTT ASEAN-Jepang di Tokyo, juga saya bertemu dengan Perdana Menteri Thavisin. Saya dengar di sana ada stok. Kemudian saat di holding room, saya menyampaikan keinginan untuk bisa impor dari Thailand. Saya sampaikan Indonesia butuh 2 juta ton (beras). Beliau kemudian siangnya menelepon timnya di Thailand, kemudian menyampaikan kepada saya sorenya, “Presiden Jokowi, 2 juta ton (beras) Thailand siap untuk mengirim ke Indonesia.”
Yang ini jangan ditepuktangani karena impor. Kalau produksi kita sendiri, kita tepuk tangan. Tapi untuk mengamankan cadangan strategis ketahanan pangan kita, memang itu harus kita lakukan.
Artinya kita sudah mendapatkan tanda tangan, satu, (dari) India dan, dua, dari Thailand. Paling ndak, rasa aman kita kita dapat urusan pangan.
Kemudian juga pelemahan ekonomi Tiongkok sebagai mitra dagang utama Indonesia juga harus kita antisipasi. Ini penting sekali.
Juga pengetatan kebijakan moneter Amerika Serikat yang menekan arus modal negara-negara berkembang dan menekan stabilitas sektor keuangan.
Untuk itu, yang penting menurut saya konsisten dalam melangkah, bergerak secara berkelanjutan, dan bekerja sinergis antara pemerintah dan swasta. Kita harus konsisten menarik investasi, baik investasi di dalam negeri maupun investasi dari luar, investasi perusahaan-perusahaan besar maupun investasi usaha-usaha kecil.
Tapi juga bukan sembarang investasi, kita harus fokus (pada) investasi yang memberikan nilai tambah yang besar kepada negara kita: investasi hilirisasi di semua sektor unggulan, baik mineral, pertanian, perikanan dan kelautan, perkebunan, semuanya, serta penguatan ekonomi digital, penguatan ekonomi hijau, dan penguatan ekonomi biru.
Bapak-Ibu yang saya hormati,
Optimisme ini di dalam negeri saya rasakan. Baru saja kemarin saya dari IKN (Ibu Kota Nusantara), pembangunan di sana saya melihat bukan di wilayahnya pemerintah, (melainkan) yang wilayah swasta, saya melihat berkembang sangat pesat. Dua hari ini di IKN saya melakukan beberapa groundbreaking pembangunan baru dan meninjau progres pembangunan yang tiga bulan sebelumnya saya lakukan peletakan batu pertama.
Yang menyenangkan dan menimbulkan optimisme adalah antusiasme pengusaha-pengusaha swasta kita sangat besar, dan saat ini telah ada 13 proyek swasta besar yang mulai dibangun dengan nilai total proyeknya mencapai kurang lebih Rp41 triliun—kalau ini boleh ditepuktangani—baik rumah sakit-rumah sakit swasta ada enam, kemudian sekolah internasional dan universitas, sport center, apartemen, perkantoran, tujuh hotel berbintang 5 dan 4, tempat hiburan, dan lain-lainnya. Sekali lagi, melihat situasi ini saya optimistis, tidak hanya optimistis terhadap perkembangan IKN, tapi juga optimistis terhadap optimisme dunia usaha kita, optimisme swasta untuk menggerakkan ekonomi nasional kita memasuki 2024.
Bapak-Ibu yang saya hormati,
Optimisme saya di 2024 juga didasarkan pada kondisi politik. Saya tahu para pengusaha ini menunggu situasi politik. Ada yang juga deg-degan mendekati pemilu, terutama mendekati pilpres.
Saya ingin menegaskan tidak perlu ada yang dikawatirkan. Kalau kita membukanya social media, kalau membacanya social media, nonton TV adu debat antarpolitisi, ya sepertinya suasananya panas, sepertinya. Tapi kalau Bapak-Ibu turun ke masyarakat, turun ke daerah, turun ke desa, sering turun ke daerah-daerah, Bapak-Ibu bisa merasakan rakyat itu santai-santai saja itu. Iya betul. Coba pergi ke desa, pergi ke daerah, rakyat santai-santai saja.
Sebetulnya politiknya juga adem-adem saja. Saya kira sangat jauh kalau dibandingkan dengan 2014 dan 2019, sangat beda sekali. Artinya masyarakat kita sudah dewasa dalam berpolitik. Yang panas pun bisa segera didinginkan. Dan kalau terbelah sedikit, juga bisa bersatu kembali.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini.
Jadi, kesimpulan saya, Economic Outlook 2024 Indonesia sangat optimistis, optimistisme karena melihat kinerja ekonomi kita dan optimistis karena situasi politik yang dingin menjelang Pemilu 2024. Yang penting konsisten kerja keras, kerja sinergis antara pemerintah dan swasta, dan kerja yang berkelanjutan.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.