Pengarahan Presiden Republik Indonesia Kepada Peserta Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXIII dan Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXII Tahun 2021 Lemhannas RI
Bismillahirahmanirrahim.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.
Yang saya hormati, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan;
Yang saya hormati, Gubernur Lemhanas beserta seluruh jajaran;
Yang saya hormati, para Peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan LXII dan Program Singkat Angkatan XXIII;
Hadirin sekalian yang berbahagia.
Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih atas pemikiran dan masukan dari Lemhanas, tadi yang telah dipaparkan mengenai sumber daya alam kita, mengenai modal sosial kita, juga mengenai dunia pendidikan kita.
Memang kita tahu, bahwa kekayaan sumber daya alam itu adalah anugerah. Tetapi jika tidak dikelola dengan baik juga bisa menjadi sebuah musibah. Dan kelestarian serta keberlanjutan alam harus diseimbangkan antara kepentingan ekonomi dan kepentingan-kepentingan yang lainnya.
Penangkapan ikan harus dilakukan untuk kesejahteraan rakyat, tetapi juga harus terukur dan juga dijamin keberlanjutannya. Tidak hanya diambil terus, diambili terus, tetapi habis karena tidak terukur, tidak terkalkulasi. Penambangan bisa dilakukan, tetapi juga terukur, dikendalikan, dan harus dijamin pengelolaannya pascapenambangan. Industri kehutanan, perkebunan juga bisa kita kembangkan, tetapi juga harus dilakukan dengan menjamin keberlanjutan dan menjaga kekayaan hayati kita.
Namun, itu saja tidak cukup, kita harus menjamin dan meningkatkan nilai tambah. Nilai tambah ini penting sekali, nilai tambah yang maksimal untuk kepentingan nasional kita, untuk kepentingan dalam negeri kita, untuk kepentingan rakyat kita. Itulah mengapa kepemilikan beberapa perusahaan asing kita ambil alih.
Freeport misalnya, sudah 54 tahun dikelola oleh Freeport-McMoran. Dua tahun yang lalu mayoritas telah kita ambil sahamnya, sehingga dari 9 persen menjadi mayoritas 51 persen. Kemudian juga Blok Mahakam yang sudah 43 tahun dikelola oleh Total dari Perancis diambil alih, kemudian kita berikan kepada Pertamina 100 persen.
Yang terakhir, Blok Rokan yang sudah dikelola 97 tahun oleh Chevron, juga sudah 100 persen kita berikan kepada Pertamina. Sekarang tinggal kita melihat, kita bisa tidak melanjutkan, meningkatkan produksi dari yang sudah kita ambil alih ini. Inilah yang masih menjadi pertanyaan, tetapi kita lihat nanti setahun, 2 tahun, 3 tahun, 4 tahun akan kita lihat, mampukah kita.
Dan lebih dari itu, yang paling penting adalah hilirisasi besar-besaran. Tidak bisa lagi kita mengeksplor dalam bentuk raw material, dalam bentuk bahan mentah yang tidak memiliki nilai tambah. Kita dapat uang dari situ ya, kita dapat income dari situ ya, tapi (ada) nilai tambahnya, itu yang kita inginkan.
Artinya apa, kalau tambang ya kita jangan jadi hanya tukang gali saja. Anugerah yang diberikan Allah kepada kita itu betul-betul sangat luar biasa besarnya, tapi kalau kita hanya (menjadi) tukang gali, kemudian kita kirim ke luar, mereka buat smelter di sana, kemudian dijadikan barang setengah jadi atau barang jadi, kemudian kembali ke sini kita beli. Inilah yang sedikit demi sedikit, tahap demi tahap harus mulai kita hilangkan.
Enggak boleh lagi kita juga hanya jadi tukang tangkap ikan, enggak. Harus ada industri pengolahannya di sini. Atau pada saat kita mendapatkan booming kayu, hanya tebang, tebang, tebang, tapi enggak ada industri perkayuan, enggak ada industri permebelan, sehingga nilai tambahnya juga kita kehilangan kesempatan itu.
Sekali lagi, kita harus menghasilkan produk yang mempunyai nilai tambah tinggi yang mengombinasikan antara pemanfaatan kekayaan alam dengan kearifan dan teknologi yang melestarikan.
Prinsip ekonomi berkelanjutan ini harus betul-betul kita jaga, kita pegang teguh, yaitu melalui green economy dan blue economy. Semua komoditas yang harus kita dorong hilirisasi, kita dorong industrialisasinya. Misalnya, tadi sudah disampaikan mengenai nikel yang bisa harus kita olah menjadi katoda baterai, stainless-steel, menjadi lithium battery yang nanti diintegrasikan dengan industri otomotif yang kita miliki, karena kesempatan besar opportunity yang ada ke depan adalah mobil listrik. Jangan kehilangan kesempatan lagi kita, jangan ekspor lagi yang namanya nikel dalam bentuk raw material, bahan mentah. Saya sudah sampaikan, dan sudah kita stop, stop ekspor bahan mentah.
Kita paksa entah itu BUMN kita, swasta kita, atau investor untuk mendirikan industrinya di dalam negeri. Dan nanti Bapak/Ibu bisa lihat 3 tahun lagi, 2 atau 3 tahun lagi yang namanya mobil listrik akan mulai bermunculan dari negara kita. Entah itu kerja sama BUMN dengan swasta luar, atau swasta sendiri, tapi yang jelas nilai tambah itu ada di dalam negeri. Karena kita ingin mengintegrasikan Krakatau Steel, lithium battery dari industri turunan nikel dengan industri otomotif. Karena sekarang Krakatau Steel dengan pembaruan yang ada, pabrik Hot Strip Mill sudah bisa memproduksi lembaran-lembaran tipis yang bisa dipakai untuk body mobil, dulu hanya dipakai untuk sasisnya, sekarang bisa dipakai untuk body mobilnya yang baru saya resmikan sebulan yang lalu.
Inilah sebuah kesempatan, jangan sampai nanti kita kehilangan opportunity lagi, kehilangan kesempatan lagi. Dulu ada booming minyak kita kehilangan, ada booming kayu kita kehilangan. Ini tidak, minerba ini harus menjadi sebuah fondasi kita dalam rangka memajukan negara kita, Indonesia.
Setelah nikel apa? Ya nanti berikutnya bauksit, stop. Enggak bisa lagi ekspor mentahan, harus menjadi alumunium. Memang ini tahapan-tahapannya ada transisinya dan harus berani kita mengatakan tidak, seperti pada saat nikel, kita bilang tidak (ekspor raw materialnya), meskipun kita digugat di WTO (World Trade Organization), enggak apa-apa.
Ya ini kan nikel, nikel kita. Barang, barang kita. Mau kita jadikan pabrik di sini, mau kita jadikan barang di sini, hak kita dong. Ya kita hadapi kalau ada yang menggugat, kita hadapi. Jangan digugat (lalu) kita mundur lagi. Enggak akan kesempatan itu datang lagi, peluang itu datang lagi, enggak akan. Ini kesempatan kita bisa mengintegrasikan industri besar yang ada di dalam negeri. Sawit juga sama. Suatu titik nanti stop yang namanya ekspor CPO. Harus jadi kosmetik, harus jadi mentega, harus jadi biodiesel, dan turunan-turunan lain. Dan sekali lagi, harus punya keberanian. Jangan sampai kita grogi gara-gara kita digugat di WTO. Ya disiapkan lawyer yang kelas-kelas internasional, sudah enggak kalah kita. Yang dalam proses, semuanya kita siapkan untuk mengintegrasikan apa yang kita cita-citakan.
Kita nanti bulan depan juga memulai untuk membangun Green Industrial Park dengan produk keluarnya adalah produk hijau, energinya dengan energi hijau. Semuanya, EBT (energi baru terbarukan) hasil produknya dari kawasan industri itu adalah produk hijau. Karena semua nanti ke depan, 10 tahun lagi, yang namanya Uni Eropa, yang namanya Amerika akan mulai mereka enggak mau membeli barang yang itu dihasilkan dari industri yang menggunakan, misalnya, batubara, sudah enggak mau lagi.
Semuanya, mengarahnya ke sana, sehingga kita harus mendahului. Ini nanti adalah yang pertama di dunia. Kita mau memiliki 20.000 hektare Green Industrial Park yang energinya ditarik dari Sungai Kayan dan kawasan industri hijau ini ada di Kalimantan Utara. Dan yang memesan kawasan ini sudah banyak mengantre, karena mereka tahu ini energinya yang dipakai adalah energi hijau.
Demikian pula kekayaan sumber daya alam laut kita, juga sama, harus dimanfaatkan secara arif dengan prinsip blue economy, penangkapannya terkalkulasi, terukur, boleh. Tapi juga dibarengi dengan penanaman mangrove, rumput laut, budidaya ikan, sehingga semuanya berkelanjutan. Jangan hanya dilarang saja enggak boleh ditangkap, solusinya apa dong? Ini anugerah dari Tuhan yang diberikan pada kita. Tetapi sekali lagi, penggunaan teknologi-teknologi baru, misalnya aquaculture, harus mulai berani kita kenalkan kepada nelayan-nelayan kita pada masyarakat kita, bukan hanya budaya tangkap saja.
Bapak /Ibu sekalian yang saya hormati,
Revolusi industri 4.0, disrupsi teknologi, kemudian pandemi ini yang mempercepat gelombang perubahan di dunia. Dunia sekarang ini betul-betul perubahannya sangat cepat sekali, sehingga menimbulkan juga ketidakpastian yang tinggi. Hati-hati, sekarang ini banyak sekali negara yang ada perubahan kemudian berefek kepada negara lain juga terkena imbasnya. Sekali lagi, ketidakpastian dunia sekarang ini sangat tinggi sekali.
Oleh sebab itu, kita betul-betul membutuhkan yang namanya ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita harus semakin arif mengembangkan teknologi sekaligus juga aktif mengakuisisi teknologi-teknologi baru, terutama teknologi digital. Dan data adalah sumber daya yang sangat berharga dan harus kita jaga, inilah pentingnya data.
Oleh sebab itu yang namanya SDM betul-betul harus menjadi concern kita. Pendidikan tinggi kita ini harus memfasilitasi mahasiswa untuk mengembangkan talentanya. Jangan dipagari oleh program-program studi di fakultas yang justru membelenggu. Karena semuanya nanti akan hybrid, semuanya nanti akan hybrid, hybrid knowledge, hybrid skill, semuanya akan ke sana, sehingga yang namanya mahasiswa itu harus paham semuanya, paham matematik, statistik, bahasa ilmu komputer, dan bahasa itu bukan hanya bahasa Inggris saja, bahasa coding ini lebih penting lagi ke depannya. Karena ke depan ini akan banyak pekerjaan-pekerjaan yang hilang, tapi juga akan muncul jenis-jenis pekerjaan baru. Kasir, misalnya, dulu sangat penting. Sekarang para pemilik uang mengelola sendiri uangnya dengan e-payment. Credit assessor sangat banyak, tapi sudah terjadi dan ke depan akan lebih banyak terjadi lagi, akan berubah menjadi fintech.
Penerjemah sudah sangat mudah sekali, sekarang dan ke depan akan menjadi aplikasi translation. Insinyur-insinyur bisa diganti nantinya juga dengan…hati-hati, ini juga dengan advance robotic.
Oleh sebab itu, kita harus…kita sendiri dan anak-anak kita, mahasiswa-mahasiswa kita harus disiapkan untuk strong, siap belajar, siap menghadapi perubahan. Hybrid skill dokter sekarang sudah terjadi, bukan hanya urusan obat dan lain-lainnya, tetapi juga harus mengerti masalah robotic. Karena apa? Surgery sekarang ini bisa dilakukan dengan advance robotic, dan jarak jauh lagi. Perkembangan-perkembangan seperti ini kalau enggak kita segera antisipasi bisa ketinggal kita.
Jadi mungkin di fakultas kedokteran ya harus secepatnya mulai ada mata kuliah tentang robotic. Tinggal skill untuk hal-hal baru harus selalu di-update teknologinya, karena apa yang diajarkan-diajarkan oleh guru, diajarkan oleh dosen sekarang semester ini, nanti semester depan diajarkan lagi sudah usang, hati-hati mengenai ini. Apalagi yang sekarang, saya harus mohon maaf, banyak ilmu yang 20 tahun yang lalu, 30 tahun yang masih diajarkan. Saya sudah sampaikan dalam forum para rektor sebulan yang lalu mengenai ini.
Ini harus ada perubahan-perubahan secara fundamental dan cepat untuk mengantisipasi adanya perubahan perubahan global yang ada. Sekali lagi, jadi jangan kaget nanti begitu bangganya kita menyampaikan mengenai sebuah ilmu pengetahuan di semester ini yang itu sangat baru, tetapi semester depan bisa saja sudah enggak kepakai, sudah usang.
Oleh sebab itu, tugas dari universitas, dari perguruan tinggi, harus mengajak dan jangan membiarkan mahasiswa itu rutinitas, monoton, tidak berani mencoba hal-hal yang baru, dan harus didorong mahasiswa untuk belajar di mana saja, dengan siapa saja, itu menjadi keharusan, tidak harus dengan para dosen. Porsinya bisa aja diatur 30 persen atau 50 persen, tetapi itu harus berani kita mulai.
Taruh mahasiswa di sebuah perusahaan teknologi, technology company untuk mereka belajar, misalnya apa itu Hyperloop, apa itu SpaceX, apa itu advance robotic. Semuanya memang harus, karena kecepatan perubahan betul-betul sangat cepat sekali.
Dan yang paling penting seperti tadi disampaikan oleh Prof. Agus, kita harus mencetak dan melahirkan mahasiswa yang unggul dan utuh. Sehat jasmani dan rohani, budi pekertinya baik, memiliki kebangsaan (dan) nasionalisme yang baik. Artinya, tugas perguruan tinggi itu tidak hanya mendidik di dalam kampus, tetapi juga di luar kampus.
Jangan sampai nanti di dalam kampus dididik mengenai kebangsaan, mengenai Pancasila, tetapi nanti di luar kampus ada yang mendidik lagi menjadi ekstrimis garis keras atau radikal garis keras.
Jangan sampai di dalam kampus dididik mengenai budi pekerti yang baik, tetapi di luar kampus ada yang mendidik lagi menjadi pecandu narkoba.
Ini saya kira tugas-tugas perguruan tinggi sekarang ini tidak gampang, artinya tanggung jawab perguruan tinggi ya di dalam kampus dan ya di luar kampus.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas masukan yang telah diberikan.
Saya tutup.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.