Penyerahan Bantuan Modal Kerja (BMK)

Rabu, 16 Desember 2020
Halaman Tengah Istana Kepresidenan Jakarta

Sesi I:

Bismillahirahmanirrahim.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Selamat sore,
Salam sejahtera bagi kita semuanya.

Yang saya hormati, Bapak, Ibu sekalian,
Hari ini saya serahkan bantuan modal kerja dalam rangka memberikan tambahan kepada Bapak/Ibu semuanya, dalam rangka membantu karena situasi Covid-19 yang sangat sulit, yang saya kira semua yang ada di sini merasakan. Dan itu terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi di 215 negara di dunia, semuanya mengalami persis kayak yang kita alami. Dan alhamdulillah untuk urusan ekonomi saya kira negara kita masih survive dengan baik, meskipun saya tahu Bapak/Ibu saya kira omzetnya ada yang anjlok separuh, keuntungannya yang turun dari…bisa turun separuh lebih atau sepertiga. Saya kira ya itu dialami semuanya, (pengusaha) yang gede mengalami, yang tengah mengalami, yang kecil mengalami, yang mikro mengalami, semua mengalami.

Ini saya hanya ingin titip agar kita ini…dalam kondisi seperti ini harus tahan banting, tahan uji, tahan terhadap tekanan-tekanan yang sulit sehingga nanti pada suatu titik normal kita sudah bisa kembali pada omzet keuntungan seperti pada keadaan normal. Dan itu terjadi kalau sudah mulai ada yang namanya vaksinasi yang insyaallah akan dimulai di bulan…vaksinnya sudah ada , tapi akan dimulai vaksinasinya di bulan Januari.

Saya pengin tahu, yang pengin divaksin, yang hadir di sini ada ndak? Yang pengin divaksin? Yang tidak pengin divaksin ada ndak? Oh, ndak ada. Berarti pengin divaksin semua, ya sudah.

Jadi pengin divaksin semua? Oke, oke. Karena memang nanti yang kita berikan prioritas tentu saja yang awal itu adalah para dokter dan perawat yang berada di rumah sakit itu semuanya, disuntik vaksin semuanya. Kemudian juga TNI dan Polri karena beliau-beliau ini menjaga kedaulatan negara, TNI. Polri menjaga ketertiban dan keamanan negara ini juga perlu didahulukan. Setelah itu bisa ke guru dan setelah itu semuanya kita akan mendapatkan vaksinasi gratis. Ya jadi jangan ada yang bilang, “Wah, bayar”, gratis.

Saya rasa itu mungkin sebagai pengantar yang bisa saya sampaikan.

Ini sudah diterima semuanya? Isinya sudah diberi tahu tadi? Sudah? Sudah? Isinya sudah, sudah ya?

Ya, ini untuk tambahan modal kerja, Rp2,4 juta. Saya pengin tahu lah, satu-dua-tiga mengenai usahanya masing-masing, tapi jangan banyak-banyak. Bapak, satu. Setelah itu nanti, Ibu. Tiga… Ya, silakan.

Bapak Tardi, Pedagang Rumahan:
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Yang terhormat Bapak Presiden,
Saya terima kasih banyak sudah diundang dalam acara langka ini. Saya pedagang perumahan di komplek Duren Sawit.

Presiden RI:
Oh, di Duren Sawit. Jakarta Timur.

Bapak Tardi, Pedagang Rumahan:
Iya, Jakarta Timur.

Presiden RI:
Di apa, ada warung di rumah gitu?

Bapak Tardi, Pedagang Rumahan:
Iya di warung, kayak kontrakan gitu. Ya ngeluh-nya saat Covid saat ini, beda drastis dari pendapatan…

Presiden RI:
Tadi kan saya sampaikan, semua mengalami. Di seluruh dunia. Silakan.

Bapak Tardi, Pedagang Rumahan:
Iya benar. Yang pengin perubahan ini, mudah-mudahan berubah lah. Semoga Covid ini berlalu. Itu saja.

Presiden RI:
Ya tahun depan lah, setelah itu nanti yang namanya vaksinasi itu dimulai, akan kelihatan perubahannya. Tetapi perlu kita ingat, yang perlu divaksin ini jumlahnya juga tidak sedikit.

Bapak Tardi, Pedagang Rumahan:
Iya benar, Pak.

Presiden RI:
Hitungan (saya) terakhir itu 182 juta (orang), coba. Artinya apa, menyuntik vaksin itu memerlukan waktu. Nyuntik 182 juta (orang), coba. Bapak/Ibu bisa bayangin, dari Sabang sampai Merauke, semuanya. Jadi, ya itu. Memang semuanya harus bertahan, harus tahan banting, harus tahan uji. Ya itulah yang namanya entrepreneur/wiraswasta ya memang harus seperti itu. Saya harapkan tidak ada mengeluh, ya memang harus kita hadapi ujian ini. Ya.

Tadi Pak siapa?

Bapak Tardi, Pedagang Rumahan:
Pak Tardi.

Presiden RI:
Pak Tardi, Duren Sawit.

Ya silakan, Bu.

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Nama saya Ibu Mariam, dari Pesing Koneng RT.08, RW.02, Pak. Saya pedagang nasi uduk, Pak.

Presiden RI:
Pedagang nasi uduk.

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Iya.

Presiden RI:
Pagi, siang, atau malam?

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Malam Pak. Saya jam 1 malam sampai jam 5 pagi.

Presiden RI:
Jam 1 malam jualannya sampai jam 5 pagi?

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Iya, Pak.

Presiden RI:
Yang lainnya tidur, Ibu malah jualan?

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Iya.

Presiden RI:
Terus tidurnya nanti setelah subuh, baru?

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Iya. Tapi saya ke pasar dulu, Pak, baru (setelah itu) tidur.

Presiden RI:
Jadi ke pasar dulu, tidurnya setelah dari pasar.

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Iya.

Presiden RI:
Nasi uduk. Itu modalnya berapa sih kalau jualan nasi uduk itu?

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Saya satu hari, kadang-kadang habis delapan liter, Pak.

Presiden RI:
Delapan liter itu sampai berapa uang, itu?

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Ya sampai Rp400 (ribu)-an lah.

Presiden RI:
Rp400 (ribu). Berarti ini ada tambahan Rp2,4 (juta)…

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Alhamdulillah, Pak.

Presiden RI:
Bisa untuk melebarkan sayap, gitu ya?

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Iya.

Presiden RI:
Jadi sehari bisa jualan Rp400 ribu…

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Rp400 ribu, Pak.

Presiden RI:
Untungnya berapa itu, kalau boleh tahu?

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Ya sekitar Rp50 (ribu)-an, Pak.

Presiden RI:
Rp50 (ribu)-an. Ya banyak. Rp50 (ribu) kalau sehari, kalau satu bulan kan sudah Rp1,5 (juta), ya ini gede.

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Tapi banyak cucu, Pak, saya, Pak. Cucu saya anak yatim.

Presiden RI:
Banyak?

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Cucu saya ada tiga, anak yatim semua, Pak.

Presiden RI:
Banyak cucu? Ya kan itu namanya rezeki.

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Alhamdulillah.

Presiden RI:
Rezeki kita itu, semakin banyak cucu itu. Nanti kan entah dari mana rezekinya kan pasti datang, insyaallah.

Selain nasi uduk, apa lagi?

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Ya sama…sudah itu saja, Pak. Sama lauk-lauknya saja.

Presiden RI:
Di mana Ibu tadi? Di kampung…

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Pesing Koneng. Bapak sudah pernah, kok, mampir di rumah saya.

Presiden RI:
Oh, pernah mampir di rumah Ibu?

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Waktu Bapak nyalonin jadi gubernur (DKI Jakarta).

Presiden RI:
Oh…

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Saya lah yang Bapak peluk di tiang itu, Pak.

Presiden RI:
Oh, sebelah mana ya? Lupa.

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Dekat rel, Pak.

Presiden RI:
Dekat rel…

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Ama Dedy, kalau enggak salah, Bapak.

Presiden RI:
Oh. Dekat rel. Sama Dedy. Dedy itu siapa ya?

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Dedy, Bapak ke situ sama Dedy.

Presiden RI:
Oh, ke sananya dengan Dedy. Terlalu banyak kawan sih di kampung-kampung jadi…

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Saya yang Bapak peluk lagi bengong. Bapak peluk, “Ngapain, Bu?”

Presiden RI:
Hmm, waktu itu ya?

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Iya. Waktu nyalonin jadi gubernur, kalau enggak salah.

Presiden RI:
(tertawa) Ya, semoga jualannya laris, Bu. Nggih. Salam untuk kawan-kawan, tetangga yang ada di lingkungan. Ya terima kasih. Terima kasih.

Ibu Mariam, Pedagang Nasi Uduk:
Iya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Presiden RI:
Wa’alaikumsalaam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bapak Abdul, Pedagang Martabak:
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Presiden RI:
Wa’alaikumsalaam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bapak Abdul, Pedagang Martabak:
Kepada Bapak Presiden yang kami muliakan. Dan pertama, saya ingin berdoa, mudah-mudahan Bapak Presiden Ir. H. Joko Widodo selalu diberikan kesehatan oleh Allah Swt.

Presiden RI:
Amiin.

Bapak Abdul, Pedagang Martabak:
…dan bermanfaat untuk rakyat Indonesia secara keseluruhan.

Saya, nama Abdul Basyir. Penjual martabak, dari (tahun) 1996, sebelum anaknya Bapak jualan martabak.

Presiden RI:
Dari (tahun) ’96, Pak Abdul?

Bapak Abdul, Pedagang Martabak:
Iya.

Presiden RI:
Di mana jualannya?

Bapak Abdul, Pedagang Martabak:
Di Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat.

Presiden RI:
Oh, di Palmerah.

Bapak Abdul, Pedagang Martabak:
Iya.

Ya memang…saya sih terdampak jualan ini sebelum korona malahan. Jadi setelah…sejak jalan itu dibelah, kan tadinya mengharapkan pembeli itu dari beberapa arah gitu ya, dari arah sana dan arah sini. Tapi setelah jalan itu dipisah, begitu, ini dampaknya luar biasa karena orang yang keluar dari sini juga harus muatrnya jauh lagi. Nah, itu benar-benar saya merasakan itu ya sekarat sejak itu ditutup.

Presiden RI:
Ini Bapak pakai apa (jualannya)?

Bapak Abdul, Pedagang Martabak:
Gerobak, Pak.

Presiden RI:
Oh gerobak. Pindah dong, gerobaknya.

Bapak Abdul, Pedagang Martabak:
Gerobaknya, karena enggak ada tempat jadi di situ saja. Jadi ada lahan yang cuma satu gerobak itu, ya karena sejak lama jadi kamtib juga enggak pernah mengusik, gitu lah.

Nah, tapi setelah begitu setelah yang sekarang ini, masalah modal sih enggak seberapa. Ya mungkin untuk modal setiap harinya itu menghabiskan sekitar antara Rp400-500 (ribu), itu untuk modalnya.

Presiden RI:
Iya, iya.

Bapak Abdul, Pedagang Martabak:
Tapi yang jadi masalah sekarang itu…

Presiden RI:
Pembeli?

Bapak Abdul, Pedagang Martabak:
…gerobaknya sudah hancur. Gerobaknya itu…nah ini gerobaknya yang mahal. Jadi, ya kemarin saya tanya-tanya itu…ya untuk yang paling murah itu ya harga sekitar Rp6 juta, gitu ya, tapi…

Presiden RI:
Gerobaknya hancur kenapa, Pak?

Bapak Abdul, Pedagang Martabak:
Karena sudah lamanya dari semenjak (awal) enggak pernah ganti. Kan ininya jauh-jauh. Jarak penempatan penitipan…kan harus titip, gitu. Karena di jalan raya enggak bisa buat tempat gerobak. Dan itu datangnya pun harus di atas jam 5 (sore), di atas jam 5 (sore) tetapi tempat penitipan gerobak itu lebih dari jarak sekitar ya 100 meter-an, itu ke dalam, gitu.

Presiden RI:
Oh, masuk ke dalam.

Bapak Abdul, Pedagang Martabak:
Iya dan kehujanan, dan sebagainya. Akhirnya…

Presiden RI:
Gerobaknya apa sih, Pak?

Bapak Abdul, Pedagang Martabak:
Kayu, Pak.

Presiden RI:
Kayu? Bukan aluminium?

Bapak Abdul, Pedagang Martabak:
Dari kayu iya. Bukan. Kalau aluminium mungkin lebih cepat rusak lagi, karena kan banyak tanggul-tanggul itu di jalan masuknya.

Dan dalamnya kan banyak alat-alat berat, itu ada penggorengan, ada cetakannya, yang berat-berat itu lah. Jadi,  mungkin sudah hampir 24 tahun ya hancur, ini apa namanya. Jadi, untuk sementara ini ya alhamdulillah ada bantuan ini ya mudah-mudahan bermanfaat untuk memperbaiki. Ya terutama, kalau pembeli ya sudah jauh lah karena tadi dampak dari pemisahan itu. Ya mudah-mudahan…

Yang kedua, mohon juga kepada Bapak Presiden mungkin ya, orang yang usaha di pinggir jalan itu sering ketakutan dengan kamtib itu. Jadi, itu yang us kadang-kadang jam 5 itu harus…kalau sudah nongkrong di situ, kadang-kadang disuruh pergi.

Jadi itu yang banyak dialami teman-teman saya, ya seperti itu.

Ya kalau untuk pembeli ya memang banyak pesaing, terutama sekarang banyak orang pakai online gitu.

Yang pertama sih karena jalan tadi, akses jalan itu. Dan yang kedua sudah kalah sama orang yang mendahului pakai online, karena dia ratingnya makin naik, nah saya ya paling sehari itu yang biasa sampai Rp400-500 (ribu), itu sekarang omzetnya saja ya paling Rp300-400 (ribu). Ya itu untuk belanja paling antara Rp300 (ribu)-an…ya alhamdulillah lah buat untuk makan ini sih ada. Tapi selain itu saya…ya, alhamdulillah setiap terdampak itu nyambi ngajar ngaji gitu di masjid tempat saya.

Ya itu, tapi sekarang karena masjidnya ditutup, sudah delapan bulan ini enggak ngaji. Ya, alhamdulillah lah, kita bersyukur saja, dan Bapak Presiden mau memperhatikan kami-kami ini.

Kami mengucapkan sangat terima kasih dan mohon arahan untuk kami-kami ini, untuk semangat kerja dan itu seperti apa.

Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Presiden RI:
Wa’alaikumsalaam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jadi ini, ini bapak/Ibu ini kalau bisa…memang sekarang ini dan ke depan itu pasti semuanya akan masuk ke yang namanya toko online, semuanya. Urusan yang kecil-kecil itu memang harus ditaruh di situ. Entah itu yang namanya martabak atau… nanti saya akan perintahkan ke Menteri UKM untuk membimbing. Jadi, semuanya entah barang apapun mesti lewat itu, ke depan mesti lewat online. Saingan antara online dengan yang enggak online, pasti akan terjadi. Sekarang ini sudah terjadi, dan itu menggerus yang biasa tidak online, kemudian ada saigan yang online, pasti ini kegerus, pasarnya kegerus, pembelinya pasti kegerus ke sini.

Selain tadi, Pak Abdul, mengenai jalan tadi, ya tetap pengaruh itu. Jadi saya mengajak kita semua untuk pengusaha mikro, kecil, menengah belajar untuk masuk ke online, barangnya apapun lah. Barangnya martabak, bisa. Barangnya nasi uduk, juga bisa. Barangnya kelontong pun, juga bisa. Artinya memang harus seperti itu, karena memang dunia ini sudah berubah, sudah berubah. Dan kita harus mulai, memang harus mulai belajar ke arah sana. Apalagi yang muda-muda itu, semuanya memang harus mulai masuk…barang apapun, entah itu yang namanya sayur, entah yang namanya ikan, entah yang namanya daging, entah yang namanya martabak, entah yang namanya apa pun, entah gorengan, apapun, mulai berpikir ke arah sana.

Apalagi situasi pandemi seperti ini, orang semuanya di rumah gini semua. Saya pun beli sate pun juga gini. Satenya yang datang. Dulu kan suruhan, “Carikan sate,” sekarang sudah begini semua. Martabak pun sudah…tahu-tahu martabaknya datang, sudah. Semuanya seperti itu.

Jadi perkembangan zaman ini memang tidak boleh kita abaikan. Ada situasi seperti itu yang mau tidak mau harus kita ikuti. Kalau enggak ya, pada suatu titik nanti tahu-tahu sudah ditinggal. Tetangganya yang online, sama kita yang enggak online, “Lho tetangga saya kok sudah sampai sana, kita masih sampai di sini” gitu lho. Itu, siapapun, barangnya apapun, memang harus mulai dipikirkan untuk masuk ke toko online.

Bisa saja jualan lewat…banyak kok, yang online kan tidak harus masuk ke yang namanya marketplace. Bisa saja jualan lewat facebook, bisa saja jualan lewat instagram, bisa jualan apapun tapi cara menawarkan barang lewat online itu sudah menjadi keharusan sekarang ini.

Ya, saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini, karena setelah ini masih ada grup yang kedua yang akan masuk.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu semuanya atas kehadirannya pada sore hari ini. Selamat bekerja. Terus semangat, jangan sampai menyerah pada keadaan. Kita semuanya mengalami hal yang sama. Ya, saya tutup.

Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.




Sesi II:

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Selamat sore,
Salam sejahtera bagi kita semuanya.

Yang saya hormati, Bapak Kepala Staf Kepresidenan, Bapak Jenderal Moeldoko;
Yang saya hormati, Bapak Kasetpres, Pak Heru.
Bapak/Ibu sekalian.

Pertama-tama saya ingin mengucapkan terima kasih atas kehadiran bapak/Ibu di Istana ini. Dan saya tahu kondisi sekarang amat sulit, amat tidak mudah dalam kita berusaha baik itu yang jualan di rumah, pasar, atau jualan di pinggir jalan, atau jualan di toko, semuanya. Yang kecil, yang tengah, yang besar, semuanya pada kondisi yang tidak mudah, kondisi sulit semuanya.

Dan itu dialami tidak hanya oleh negara kita Indonesia, tapi oleh 215 negara yang lainnya, sama. Dan kita patut bersyukur, alhamdulillah, bahwa kita ini masih jalan. Sekarang ini di eropa, beberapa negara sudah lockdown lagi karena ada gelombang virus Covid-19, gelombang kedua yang dampaknya secara ekonomi enggak tahu itu hitung-hitungan secara ekonominya, sehingga saya juga mengajak kita semuanya untuk tetap kita disiplin menjaga protokol kesehatan. Kepada tetangga-tetangga juga teman, saudara-saudara kita diingatkan pentingnya menjaga itu, karena kita ini masih pada kondisi yang bisa kita kendalikan. Artinya, kalau Covid-19-nya bisa dikendalikan, ekonominya juga…meskipun tidak secepat pada situasi normal tetapi juga bisa kita laksanakan. Meskipun, saya tahu…sekali lagi, kondisinya sangat berbeda sekali dengan kondisi normal.

Oleh sebab itu, nanti di bulan Januari akan dilakukan vaksinasi Covid-19 oleh pemerintah, diberikan gratis kepada masyarakat. Tapi ini memang perlu tahapan-tahapan, nanti Januari berapa juta, Februari berapa juta, Maret berapa juta, April berapa juta. Memang membutuhkan waktu karena yang divaksin ini minimal kurang lebih 67 persen-70 persen penduduk itu harus divaksin. Artinya, 182 juta (orang) yang harus divaksin. Bayangkan nyuntik vaksin 182 (juta) orang itu berapa, sehari bisa dapat berapa, butuh berapa bulan sehingga kita tetap masih menunggu waktu untuk kembali pada posisi normal lagi.

Oleh sebab itu, tetap Bapak/Ibu harus tahan banting, tahan cobaan, sehingga usaha ini jangan sampai tutup, yang perlu dijaga itu. Untungnya sedikit enggak apa-apa, tapi tetap harus untung dan dijaga jangan sampai berhenti.

Oleh sebab itu, hari ini kita berikan bantuan modal kerja darurat yang ada di dalam amplop, sudah tahu isinya? Belum? Rp2,4 juta. Kita harapkan ini bisa menambah modal kerja untuk Bapak/Ibu semuanya dalam berusaha itu lebih baik lagi, sambil menunggu kondisi pada keadaan normal kembali.

Ini kalau saya mau tanya, ini yang…ada enggak yang tidak ingin divaksin di sini? Enggak ada? Penginnya divaksin semua? Benar? Pengin divaksin semua ya, begini, jadi kalau semuanya ingin divaksin itu artinya akan membentengi…misalnya dalam lingkungan RW (rukun warga) kita, kan tidak 100 persen divaksin semua, yang anak kecil belum karena vaksinnya yang itu belum diujikan. Artinya, kalau yang bisa divaksin ini sudah kira-kira 70 persen, yang 30 persen ini enggak divaksin enggak apa-apa karena lingkungannya sudah bersih semua. RW yang lain juga sudah divaksin 70 persen, ya 30 persen tidak divaksin sudah aman karena itu kita ingin mengacu kepada yang namanya herd immunity,  tapi (vaksinasi) ini harus, dan ini selalu saya sampaikan pentingnya vaksin itu di situ. Mengenai kehalalan vaksin, vaksin ini sudah sejak awal kita juga mengikutkan Kementerian Agama, MUI (Majelis Ulama Indonesia) juga diikutkan ke sana, jadi…dan ini memang keadaan darurat, kita semuanya tahu.

Saya rasa itu yang bisa sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Saya ingin dapat cerita satu-dua, atau tiga yang hadir di sini mengenai usahanya apa, omzetnya sekarang naik atau turun, untungnya berapa kalau boleh tahu.

Silakan satu dulu, Bu. Ya. Dari kampung mana?

Ibu Halimah, Pedagang Asongan:
Bismillahirahmanirrahim.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Presiden RI:
Wa’alaikumsalaam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ibu Halimah, Pedagang Asongan:
Alhamdulillah, pada siang hari ini.. saya bernama Hajah Halimah, warga masyarakat Pulau Seribu, kelurahan Pulau Panggang.

Usaha kerja saya dalam keseharian sudah selama 10 tahun. Saya usaha dagang dari mulai di rumah selama ada pandemi sampai saya pedagang asongan, Bapak Presiden. Dari itu, usaha saya sangat menurun tajam, tapi tetap saya berjuang untuk berusaha.

Semoga saja saya dapat undangan dari Bapak Presiden, saya ucapkan ribuan terima kasih banyak, dan alhamdulillah saya juga yang bawa Ibu Lurah dari Pulau Tidung, saya dari Pulau Panggang. Alhamdulillah saya (dapat) bertatap muka dengan Bapak Presiden. Alhamdulillah mudah-mudahan saya ucapkan, bantuan bapak Presiden ini untuk bisa membantu dan menunjang, untuk memajukan usaha saya kembali. Saya tetap semangat, insyaallah, cuma itu saja yang bisa saya sampaikan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Presiden RI:
Wa’alaikumsalaam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ya, saya yang paling senang itu kalau kita semua itu masih semangat, yang penting itu. Harus tahan banting, tahan uji, tahan cobaan. Ya memang situasinya seluruh negara seperti ini kok, 215 negara mengalami hal yang sama. Tapi jangan sampai ada kata-kata menyerah, usahanya harus dipertahankan agar tetap jangan sampai tutup. Untungnya kecil enggak apa-apa, tapi harus tetap bertahan terus. Karena menghidupkanusaha yang sudah tutup itu jauh lebih sulit daripada…ini yang harus dipertahankan terus.

Jadi jangan sampai ada, “Aduh, Pak. Saya sudah enggak kuat Pak!”, enggak boleh seperti itu. Bapak/Ibu adalah wiraswasta/entrepreneur yang harus betul-betul tahan banting.

Ada lagi yang mau disampaikan? Silakan, ya.

Ibu Indri Nadia, Pedagang Rumahan:
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Terima kasih kepada Bapak Presiden. Nama saya Indri Nadia, saya dari Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, Jakarta. Saya selaku wirausaha pedagang di rumahan, Pak, sangat berterima kasih telah mendapat bantuan dari Bapak. Karena memang semenjak pandemi ini pendapatan kami sangat menyusut, Pak.

Dengan itu alhamdulillah kami tetap semangat, berjuang tanpa batas, Pak, untuk mendapatkan rupiah. Baik itu saja, Pak.

Presiden RI:
Jualannya apa sih?

Ibu Indri Nadia, Pedagang Rumahan:
Jualannya frozen food, Pak.

Presiden RI:
Apa?

Ibu Indri Nadia, Pedagang Rumahan:
Frozen food, itu makanan olahan.

Presiden RI:
Oh, yang dibekukan.

Ibu Indri Nadia, Pedagang Rumahan:
Barbeku, iya. Macam-macam aneka jus, aneka makanan olahan begitu, Pak.

Presiden RI:
Oh, terus ini kayak wisatawan yang ke Pulau masih banyak enggak?

Ibu Indri Nadia, Pedagang Rumahan:
Enggak, Pak. Semenjak ada pandemi memang wisatawan ditutup, Pak.

Presiden RI:
Oh, memang ditutup?

Ibu Indri Nadia, Pedagang Rumahan:
Iya, ditutup total. Enggak ada aktivitas.

Presiden RI:
Terus yang beli siapa?

Ibu Indri Nadia, Pedagang Rumahan:
Yang beli tetangga, warga…

Presiden RI:
Warga gitu ya.

Ibu Indri Nadia, Pedagang Rumahan:
Iya. Jadi kita hanya mengandalkan orang-orang sekitar saja.

Presiden RI:
Ya, memang harus terus bertahan.

Ibu Indri Nadia, Pedagang Rumahan:
Terima kasih, Pak.

Presiden RI:
Semoga nanti segera kembali normal dan bisnis juga, usaha kita bisa normal kembali.

Terima kasih.

Ibu Indri Nadia, Pedagang Rumahan:
Amiin, terima kasih, Pak.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Presiden RI:
Wa’alaikumsalaam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Masih ada lagi? Silakan Pak. Ya.

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Presiden RI:
Wa’alaikumsalaam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Dari mana, Pak? Bapak?

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Dari Garut.

Presiden RI:
Garut? Bapak jualannya apa?

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Jualannya kolak.

Presiden RI:
Kolak?

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Bubur sumsum, kolak pisang.

Presiden RI:
Bubur sumsum, kolak pisang. Jualannya di mana itu?

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Di Gatot?

Presiden RI:
Gatot Soebroto?

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Iya.

Presiden RI:
Hmm, siapa yang beli?

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Ya biasa ini Pak, kadang-kadang nganggur. Ya namanya jualan gitu ya.

Presiden RI:
Yang banyak beli, apa? Orang kantor gitu?

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Iya. Kadang-kadang orang kantor. Kadang-kadang enggak ada, gitu.

Presiden RI:
Sekarang sehari bisa dapat berapa itu?

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Macam kemarin, dapat Rp130 (ribu).

Presiden RI:
Rp130 ribu?

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Perak.

Presiden RI:
Iya, Rp130 ribu perak. Ya.
Itu omzetnya atau untungnya?

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Omzetnya, Bapak.

Presiden RI:
Untungnya berapa kalau segitu?

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Enggak ada.

Presiden RI:
Enggak ada untungnya?

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Enggak ada.

Presiden RI:
Modalnya berapa itu?

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Modalnya Rp250 (ribu)

Presiden RI:
Oh, modal Rp250 (ribu), bisa jualan Rp130 (ribu). Berarti rugi.
Terus?

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Kemarin itu ada yang nanya, “Kamu mau ke sana?”, “Mau ke mana?”, saya kira…namanya kebanyakan orang jualan gitu. Wah, ternyata copet. Sering, sering kecopetan, di Rivoli, di jalan Sabang, jalan…

Presiden RI:
Ini Bapak jualannya pakai apa sih? Gerobak gitu?

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Gerobak.

Presiden RI:
Gerobak dorong?

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Iya.

Presiden RI:
Jam berapa sampai jam berapa kalau jualan, Pak?

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Kalau kemarin, mah, sampai jam 6 (sore).

Presiden RI:
Mulai jam berapa? Pagi jam berapa?

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Mulai jam 10.

Presiden RI:
(Jam) 10 pagi sampai jam 6 sore.

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Kemarin pulang jam 6 (sore) itu karena dipanggil. Harus ke (RS/rumah sakit) Bunda, jam 4 (sore).

Presiden RI:
Ke mana?

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Ke (RS) Bunda, dokter di (RS) Bunda.

Presiden RI:
Oh, untuk?
Oh, di-swab dulu. Mau ke sini di-swab dulu.

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Iya.

Presiden RI:
Bapak di-swab diapain? Diambil apanya?

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Kemarin, saya…”Aduh gimana…,” terasa gitu nusuknya di hidung. Ini karena ada jahitan di mata.

Presiden RI:
Hmm, oh.

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Kena urat syaraf. Matanya dijahit 18 jahitan. Kena tabrakan.

Presiden RI:
Oh, oke. Nggih, terima kasih. Terima kasih.

Bapak Pedagang Kolak Pisang:
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Presiden RI:
Wa’alaikumsalaam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ya, situasinya saya kira sama, saya tahu semuanya sama. Sekali lagi yang gede mengalami hal yang sama, yang tengah mengalami hal yang sama, yang kecil mengalami hal yang sama. Ini memang sebuah pandemi besar, seluruh dunia mengalami. Negara-negara yang maju pun juga tidak luput dan justru lebih parah dari kita, juga mengalami ekonominya jatuh, mereka juga sama, jatuh. Tapi ya itu, saya masih semangat karena Bapak/ibu juga semangat semuanya, nggih.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, terima kasih atas kehadiran bapak/Ibu semuanya. Saya berdoa semoga bantuan modal kerja ini bisa membantu Bapak/Ibu semuanya untuk terus bertahan dalam masa pandemi ini. Saya tutup.

Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.