Penyerahan Sertifikat Tanah Untuk Rakyat
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum warahmatullah Wabarakatuh,
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semuanya.
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja, hadir di sini Pak Menteri BPN, Pak Sekretaris Kabinet, Pak Menteri Pariwisata. Ada tiga menteri yang hadir bersama saya,
Yang saya hormati Bapak Gubernur Jawa Tengah beserta Ibu, Bapak Bupati Magelang beserta Ibu, Pak Wakil Bupati,
Yang saya hormati Forkompimda Provinsi Jawa Tengah yang hadir, Pak Pangdam, Pak Kapolda, Pak Kajati,
Bapak/Ibu sekalian seluruh penerima sertifikat yang siang hari ini hadir di Stadion Gemilang.
Sudah terima sertifikat semuanya Bapak/Ibu? Mana?
Sebentar, jangan diturunkan, mau saya hitung. Sebentar, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, …, 5.000! Betul. Ini perlu diangkat nggih, kalau enggak diangkat nanti jangan-jangan yang diberi yang di depan tadi. Saya kan enggak tahu. Sekarang semuanya saya cek seperti itu. Sudah naik semuanya, benar berarti 5.000, nggih.
Nah, ini cerita dulu. Jadi di seluruh tanah air harusnya sertifikat yang dipegang oleh rakyat, oleh masyarakat itu ada 126 juta. Tapi, di tahun 2015 yang lalu baru 46 juta sehingga kurangnya delapan puluh juta sertifikat yang rakyat belum pegang. Kenapa lama? Karena setiap tahun hanya 500.000 yang keluar. Berarti Bapak/Ibu kalau pengin sertifikat, kalau diterus-teruskan kayak yang dulu-dulu, menunggunya 160 tahun. Nggih, setunggal tahun mung gangsal atus ewu. Masih kurang delapan puluh juta sertifikat. Berarti selesainya 160 tahun. Kerso? Purun? Siapa yang mau 160 tahun, silakan maju, saya beri sepeda. Maju, siapa yang mau menunggu 160 tahun, saya beri sepeda. Kenapa kok gini-gini, kok? Jadi yang pengin menunggu 160 tahun yang akan datang silakan maju, saya beri sepeda, pun. Enak to? Coba?
Sehingga 2015 yang lalu saya perintah ke Pak Menteri BPN. Pak Menteri, enggak bisa ini diterus-teruskan. Saya minta nanti dirancang betul, 2017 saya minta lima juta, 2018 saya minta tujuh juta, 2019 saya minta 9 juta. Alhamdulillah selalu terlampaui terus. Nyatanya nggih biso tapi kita beri target.
Sehingga siang hari ini saya ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya ke Pak Menteri BPN, seluruh jajaran Kanwil, Kantor BPN yang ada di seluruh tanah air. Kerjone sak niki pagi sampai malam, kadang katanya Minggu juga kerja. Mboten nopo-nopo, melayani rakyat memang harus seperti itu. Benar ndak? Benar? Kerso 160 tahun? Enggaklah, enggak.
Jadi tadi janjinya Pak Menteri BPN nggih, Jawa Tengah ini akan diselesaikan tahun 2025. Tapi kalau dibantu Pak Gubernur nantinya, biaya-biayanya maksudnya, maju menjadi 2023.
Di Jawa Tengah sendiri 20 juta sertifikat harusnya yang dipegang masyarakat tetapi baru dua belas juta, masih kurang delapan juta sertifikat. Jadi yang hadir di sini harus bersyukur, alhamdulillah Bapak sudah pegang.
Kalau yang sudah pegang sertifikat ini adem, ayem, tenteram. Karena apa? Ini tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki. Sudah jelas di sini nama pemilik ada, pemegang hak, nama pemegang hak ada di sini. Pak Agus, apa Bu Sutini, mriki enten. Desone teng mriki ada, desa atau kelurahan ada. Meter persegi-ne teng andhap, ada semuanya.
Karena apa? Setiap saya ke desa, ke kampung, saya ini kan sering jalan ke desa, jalan ke kampung, apa yang saya dengar? Sengketa tanah, sengketa lahan, konflik tanah, konflik lahan. Di Sumatra, di Jawa, Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara, di Papua, semuanya urusan tanah karena rakyat enggak pegang ini. Delapan puluh juta enggak pegang ini gimana? “Ini tanah saya, ini tanah saya.” “Bukan, buktinya mana?” Enggak pegang semuanya cobi. Nggih mboten? Tapi kalau sudah pegang niko yang namanya tanda bukti hak hukum atas tanah, orang mau datang, “ini tanah saya.” “Heh mboten, niki siti kulo, niki tanah kulo niki, niki buktine. Niki enten nomer, enten nama, ada semuanya, luas.” Sudah, pasti pulang balik. Nggih mboten?
Sudah pegang sertifikat, saya titip sudah ada plastiknya. Supaya kalau genting bocor niku mboten keterocohan. Keterocohan niku menopo? kehujanan lah, kehujanan. Enggak kena hujan.
Kalau sampai di rumah tolong difotokopi, nggih. Fotokopi, asli disimpan di lemari ini, yang fotokopi di lemari ini. Kalau hilang, salah satu hilang, mengurusnya gampang, mengurusnya mudah, pun.
Yang ketiga, nah ini yang ketiga, biasanya kalau sudah pegang sertifikat penginnya disekolahkan, nggih? Mboten nopo-nopo. Dipakai jaminan ke bank, mboten nopo-nopo. Dipakai agunan ke bank, mboten nopo-nopo, monggo tetapi yang namanya ke bank itu pinjam lo, hati-hati lo. Pinjam lo, pinjam. Artinya harus mengembalikan kedah pun etang,dihitung bisa ngangsur ndak setiap bulan, bisa nyicil ndak setiap bulan. Kalau enggak, jangan, jangan pinjam. Apalagi dipakai untuk beli barang-barang kenikmatan, ampun. Pinjam ke bank untuk beli sepeda motor, pinjam ke bank dipakai untuk beli mobil. Aduh, ampun. Saya titip dikalkulasi.
Contoh, sertifikatnya dapat luasnya gede nggih to, pinjam ke bank. Dapat Rp300 juta, waduh, itu uangnya bank lo, hati-hati. Sanes duit panjenengan lo nggih. Pulang, trettt Rp300 juta, malamnya ngimpi beli mobil. Besok pergi ke dealer, diberi DP, nih DP Rp100 juta, trettt. Nah niku, sesoke muter-muter kampung, muter-muter ndusun, gagah. Gagahnya itu 6 wulan, gagahnya itu hanya enam bulan, percaya saya. Begitu bulan keenam, enggak bisa mengangsur, nah mulai masalah di sini. Hati-hati, dengan bank itu hati-hati. Mobilnya ditarik, karena enggak menyicil ditarik dealer, nggih mboten? Panjenengan mboten saget nyicil ke bank, sertifikatnya ditarik bank. Sudah, mobilnya hilang, sertifikatnya ical. Hati-hati, saya titip.
Silakan pinjam ke bank tapi direncanakan. Misalnya pinjam ke bank dapat Rp50 juta, sudah punya perencanaan. Beli untuk usaha, modal usaha berapa, beli mesin untuk investasi berapa, tambahan untuk transportasi berapa. Sudah dihitung rinci ngoten. Oke, keuntungan berapa, oh berarti isih saget nyicil, isih enten siso. Keuntungan tabung, keuntungan tabung, untung tabung. Untung Rp5 juta tabung, untung Rp3 juta tabung. Lha kalau sudah numpuk mau beli mobil silakan. Bukan uang pokok pinjaman dipakai untuk beli mobil. Kathah ngoten niku. Oleh karena itu, saya ingatkan jangan sampai Bapak-Ibu klentu.
Siapa yang mau dipakai untuk pinjam, coba tunjuk jari. Enggak apa-apa, kok kelihatan… Coba angkat tangan yang ingin dipakai untuk pinjam. Nggih, nggih, oh ya banyak banget, nih lama-lama banyak. Tadi enggak ada, lama-lama… Nggih coba ditunjuk jari lagi, mana yang mau pinjam? Nggih coba yang sana itu, yang jauh itu, ya sini maju. Sini, nggih meniko yang gini-gini, nggih, maju. Niki, nggih, mriki, nggih. Ini, ini, depannya itu. Enggak, sana, sana, yang sana, ya, ya maju.
Yang tidak akan dipakai untuk meminjam, enten mboten? Sing mau disimpan thok? Oh lebih banyak ya. Saestu? Nggih, sini, sini, sini, sini. Satu orang saja, satu orang, satu orang saja. Satu orang, satu orang, sini ya. Ini cah enom kanggo agunan opo iku? Nggih mpun, di situ dulu.
Yang mau disimpan siapa? Mana? Disimpan? Yang mau disimpan, sebentar… Sing ngacung akeh banget niku pripun? Nggih ibu-ibu, cobi ibu-ibu, gantian lah ibu-ibu, ini sudah bapak-bapak. Nggih ibu-ibu niko, yang…. Nggih, nggih niko sing ngeten-ngeten niku, ngeten-ngeten, nggih mriki. Ya, itu, ya itu, ya itu, maju, maju.
Cobi yang pegang sertifikat yang umurnya sudah lebih dari 80 tahun, enten mboten? Ada? Di atas 75 gitu aja, coba tunjuk jari yang di atas 75, nggih. Nggih, cobi Bapak mriki. Di atas 75, maju. Nggih Bapak… Nggih, Bapak umur berapa? Tujuh puluh? Tujuh puluh berapa? 75, wah pas banget. Nggih, pun. Kenalken dulu cobi, mriki. Nama?
Gatot Nursigit:
Perkenalkan Pak, nama saya Gatot Nursigit.
Presiden RI:
Sinten?
Gatot Nursigit:
Gatot Nursigit.
Presiden RI:
Gatot Nursigit, nggih.
Gatot Nursigit:
Saking Candi Kulon, Ngasinan, Grabag, Pak.
Presiden RI:
Candi Kulon, niku dusun?
Gatot Nursigit:
Iya.
Presiden RI:
Candi Kulon?
Gatot Nursigit:
Ngasinan.
Presiden RI:
Ngasinan.
Gatot Nursigit:
Kelurahan, Kecamatan Grabag.
Presiden RI:
Kecamatan Grabag. Mpun saking Grabag?
Gatot Nursigit:
Nggih.
Presiden RI:
Nggih, Grabag nggih. Mas sinten?
Gatot Nursigit:
Gatot.
Presiden RI:
Gatot, Mas Gatot, nggih Mas Gatot. Tanahnya berapa meter persegi?
Gatot Nursigit:
168 meter persegi.
Presiden RI:
168 meter persegi. Mau dipakai untuk agunan benar?
Gatot Nursigit:
Iya Pak.
Presiden RI:
Pinjam kemana bank-nya?
Gatot Nursigit:
BRI.
Presiden RI:
BRI. Kenapa di BRI?
Gatot Nursigit:
Soalnya sudah jadi member, Pak.
Presiden RI:
Sudah nasabah di situ?
Gatot Nursigit:
Sudah Pak.
Presiden RI:
Mboten nopo-nopo, mboten nopo-nopo oke. Nggih, mau pinjam berapa?
Gatot Nursigit:
Rp50 juta.
Presiden RI:
Rp50 juta?
Gatot Nursigit:
Iya Pak.
Presiden RI:
Tanahnya 160 berapa?
Gatot Nursigit:
Delapan.
Presiden RI:
168, pinjamnya Rp50 juta, nggih. Kalau diberi Rp50 juta, pinjam/minta Rp50 juta diberi Rp50 juta mau dipakai untuk apa saja?
Gatot Nursigit:
Beli sapi dua, Pak.
Presiden RI:
Beli sapi dua, berapa juta niku sapi dua?
Gatot Nursigit:
Rp40 juta.
Presiden RI:
Sapi dua, Rp40 juta?
Gatot Nursigit:
Iya, Pak.
Presiden RI:
Nggih, terus isih sisa Rp10 juta?
Gatot Nursigit:
Buat pakan, Pak.
Presiden RI:
Rp10 juta untuk pakan?
Gatot Nursigit:
Iya.
Presiden RI:
Untuk beli sepeda motor ndak?
Gatot Nursigit:
Enggak, Pak.
Presiden RI:
Nggih, pun mboten wani, sudah. Sudah, betul, nggih betul berarti. Terus itu bisa mengembalikannya kapan itu Rp50 juta, caranya gimana, caranya?
Gatot Nursigit:
Sembilan bulan sekali, Pak.
Presiden RI:
Sembilan bulan sekali langsung lunasi?
Gatot Nursigit:
Iya, karena plus modal, Pak.
Presiden RI:
Kemudian isih enten siso?
Gatot Nursigit:
Masih Pak.
Presiden RI:
Masih?
Gatot Nursigit:
Masih.
Presiden RI:
Oh, hitungannya pripun cobi kira-kira? Beli sapi berapa?
Gatot Nursigit:
Beli sapi Rp40 juta.
Presiden RI:
Rp40 juta.
Gatot Nursigit:
Sapi satu, sembilan bulan pakan Rp5 juta Pak.
Presiden RI:
Rp25 juta, terus?
Gatot Nursigit:
Sembilan bulan bisa laku Rp29-30 juta, Pak.
Presiden RI:
Wah, berarti… Nggih, nggih, nggih. Kalau ditanya harus bisa jawab kayak begini. Itu namanya wes nduwe bayangan nggih, Rp50 juta pakai apa, apa, apa, untungku dari mana ini, ini, ini. Sudah ketemu, berarti saya masih punya sisa, ngoten.
Ada yang saya tanya itu, “Pak, saya mau pinjam Rp100 juta.” “Untuk apa?” “Sebentar, Pak,” Wah ini enggak siap namanya, sebentar Pak. Lha tek, tek, tek untungnya untuk ngelunasin, ngoten nggih pun.
Sekarang, Pancasila.
Gatot Nursigit:
Satu, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Presiden RI:
Bentar, jangan tergesa-gesa.
Pancasila.
Satu,
Gatot Nursigit:
Pancasila.
Satu, Ketuhanan yang Maha Esa.
Dua,
Presiden RI:
Ngeten lho nggih, jangan di situ tertawa lho nggih, ampun di situ, teng mriku mbiyen gemuyu. Di situ bisa, waktu duduk gampang Pancasila niku, begitu dekat saya hilang semua ini. Pitados mboten? Lha ini tadi.
Diulang lagi, Pancasila. Satu,
Gatot Nursigit:
Pancasila.
Satu, Ketuhanan yang Maha Esa.
Dua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Tiga, Persatuan dan Kesatuan…
Presiden RI:
Tiga, Persatuan Indonesia.
Gatot Nursigit:
Tiga, Persatuan Indonesia.
Presiden RI:
Empat, Kerakyatan…
Gatot Nursigit:
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
Presiden RI:
Lima,
Gatot Nursigit:
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Presiden RI:
Nggih, ngoten. Kelihatannya mudah tapi kalau sudah di dekat saya itu hilang semua. Saya sudah hafal ngoten niku.
Nggih, monggo Bu, nggih. Panjenengan kenalkan dulu dari mana.
Sriyani Pawitri:
Assalamualaikum Warahmatulahi Wabarakatuh.
Presiden RI:
Waalaikumsalam.
Sriyani Pawitri:
Nama saya Sriyani Pawitri dari Dusun Pandan Kidul, Desa Pandean, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang.
Presiden RI:
Kecamatan Ngablak,
Sriyani Pawitri:
Kabupaten Magelang.
Presiden RI:
Kabupaten Magelang. Dusun pundi mau?
Sriyani Pawitri:
Pandean Kidul.
Presiden RI:
Dusun Pandean saking mriki pinten menit nggih? Berapa jam?
Sriyani Pawitri:
Satu jam.
Presiden RI:
Satu jam? Naik apa itu satu jam?
Sriyani Pawitri:
Naik mobil.
Presiden RI:
Oh, naik mobil satu jam. Oh nggih satu jam nggih, nggih, nggih. Bu sinten tadi?
Sriyani Pawitri:
Sriyani.
Presiden RI:
Bu Sri, nggih. Bu Sriyani, sudah dapat sertifikat?
Sriyani Pawitri:
Alhamdulillah.
Presiden RI:
Berapa meter persegi?
Sriyani Pawitri:
474 meter persegi.
Presiden RI:
474 meter persegi. Tidak dipakai untuk agunan?
Sriyani Pawitri:
Insyaallah, tidak.
Presiden RI:
Mboten. Mau dipakai apa?
Sriyani Pawitri:
Inikan warisan Bapak, Pak.
Presiden RI:
Warisan Bapak mau disimpan?
Sriyani Pawitri:
Iya, inikan saya cuma petani.
Presiden RI:
Nggih.
Sriyani Pawitri:
Kalau pinjam ke bank buat usaha tani, takutnya enggak… gitu Pak.
Presiden RI:
Ya, ya jangan. Kalau enggak yakin, jangan pinjam ke bank. Saya kan sudah omongkan tadi, kalau tidak yakin, enggak punya hitungan, jangan pinjam ke bank, sertifikat bisa hilang. Hati-hati. Tapi kalau tadi, Mas Gatot tadi, cek, cek, cek, ini bisa ini, pinjam. Kalau enggak, jangan, nggih. Saya titip, sudah. Yang paling penting, pertaniannya diintensifkan biar produksinya bisa naik, nggih.
Bu Sri, Pancasila.
Sriyani Pawitri:
Pancasila.
Satu, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Tiga, Persatuan Indonesia.
Empat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
Lima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Presiden RI:
Nggih pun, dua orang lulus. Silakan ambil sepeda. ‘Mpun, monggo. Enggak tahu sepedanya ada ndak? Oh ada, ada, ada, ada. Kadang-kadang terlanjur memberi hadiah, sepedanya enggak ada. Nggih, ambil, sudah. Ini sepeda mahal lo ya, jangan dipikir sepeda murah, karena ada capnya niki, cap ‘Hadiah Presiden Jokowi’. Niku, sing marakke larang niku.
Apalagi itu? Oh ini, ini juga ada. Waduh sudah dapat sepeda, dapat foto lagi, niki. Ini yang namanya bekerja cepat, baru duduk di sini enggak ada lima menit, fotonya sudah jadi. Ini, yo. Sekarang apa-apa memang kerja harus cepat, kalau kerja mboten cepat ditinggal negara lain nanti kita. Ini Bu, Bu Sri. Nggih.
Sriyani Pawitri:
Terima kasih, Pak.
Presiden RI:
Nggih. Sakniki tinggal Bapak. Kenalken nami, nama siapa?
Sujito:
Nama saya Sujito.
Presiden RI:
Nama?
Sujito:
Nama saya Sujito.
Presiden RI:
Sugito?
Sujito:
Sujito.
Presiden RI:
Sugito?
Sujito:
Suji…
Presiden RI:
Oh, Sujito. Pak Sujito, saking pundi Pak?
Sujito:
Bengan, Mangunsari, Sawangan.
Presiden RI:
Bengan.
Sujito:
Mangunsari.
Presiden RI:
Mangunsari.
Sujito:
Sawangan.
Presiden RI:
Sawangan, kecamatan nggih?
Sujito:
Nggih.
Presiden RI:
Kecamatan Sawangan, Magelang nggih.
Sujito:
Iya.
Presiden RI:
Sawangan teng mriki pinten menit nggih?
Sujito:
Nggih sak jam.
Presiden RI:
Sak jam, nggih, nggih, nggih, nggih, nggih. Nggih, sekarang pertanyaan saya, niki mau diagem teng bank mboten?
Sujito:
Mboten.
Presiden RI:
Mboten.
Sujito:
Pun disimpan riyen.
Presiden RI:
Disimpan riyen.
Sujito:
Nggih.
Presiden RI:
Nggih.
Sujito:
Menawi betah nggih ajeng kulo padosaken.
Presiden RI:
Mboten, kok yen betah ajeng kulo…? Nggih, nggih, nggih, mboten nopo-nopo, wong niki hak panjenengan kok. Kalau betah ajeng diagem nopo?
Sujito:
Kagem pertanian.
Presiden RI:
Oh pertanian, nggih, nggih, nggih, nggih, nggih, nggih. Pun, panjenengan hafal Pancasila mboten?
Sujito:
Nggih, gatul-gatul.
Presiden RI:
Gatul-gatul? Nggih, boleh gatul-gatul. Gatul-gatul, nggih, nanti saya bantu.
Pancasila.
Sujito:
Pancasila. Pancasila.
Presiden RI:
Satu,
Sujito:
Satu, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Presiden RI:
Betul. Dua, Kemanusiaan…
Sujito:
Dua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Presiden RI:
Betul, dua. Tiga, Persatuan…
Sujito:
Tiga, Persatuan dan…
Presiden RI:
Persatuan Indonesia.
Sujito:
Indonesia.
Presiden RI:
Betul, tiga. Empat, Kerakyatan…
Sujito:
Empat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
Presiden RI:
Nggih. Lima, Keadilan….
Sujito:
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Presiden RI:
Nggih, pun. Pak Sujito nggih, juga dapat sama. Nggih pundi? Dapat sepeda juga pun, nggih pun. Niki-niki foto riyen. Niki panjenengan nggih, niki kulo. Nggih, ini fotonya. Nggih pun, nggih. Meniko sepedane. Atos-atos. Nggih, Anjlok.
Sepedane kagem menopo, Mbah Jito?
Nggih, Bapak/Ibu sekalian yang saya hormati,
Sekali lagi sertifikat sudah selesai dan nanti akan dilanjutkan untuk tetangga dan kanan-kiri Bapak-Ibu sekalian yang belum pegang sertifikat. Karena memang dalam lima tahun ke depan kita harapkan yang ada di Kabupaten Magelang ini telah bisa kita selesaikan.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.
Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamualaikum Warahmatulahi Wabarakatuh.