Penyerahan Sertipikat Untuk Rakyat
Bismillahirahmanirrahim
Assalamualaikum warahmatulah wabarakatuh
Selamat sore,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Shalom,
Yang saya hormati Pak Menko, Pak Menteri , Pak Gubernur, Pak Dirjen, seluruh Forkominda yang hadir,
Bapak/Ibu sekalian apa kabar? Horas! Horas! Masih semangat ya. Sore hari ini saya sangat berbahagia sekali, sangat senang sekali, bisa hadir kembali di Pulau Samosir. Ini yang kedua saya ke sini, yang kedua. Nanti malam mau tidur di sini, boleh enggak? Tadi malam saya tidur di Siborong-borong, di Tapanuli Utara, benar? Di Siborong-Borong. Nanti malam tidur di Pulau Samosir.
Tapi yang paling penting, sore hari ini sertifikat sudah dipegang semuanya? Coba diangkat benar enggak sudah diserahkan? Oh sudah. Jangan diturunkan mau saya hitung. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 1000, betul.
Kalau enggak disuruh nunjukin jangan-jangan dikasih yang tadi di depan tadi saja. Tadi sudah disampaikan Pak Dirjen bahwa memang masih banyak sekali sertifikat yang belum diselesaikan. Di seluruh Indonesia ini, di tahun 2015 ada 126 juta sertifikat yang harusnya dipegang oleh masyarakat. Tapi yang selesai baru 46 juta. Masih ada berapa? 80 juta yang belum selesai. Bayangkan. Dari 126 juta, masih 80 juta yang belum pegang sertifikat di seluruh Tanah Air, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote belum pegang sertifikat.
Sehingga banyak sengketa-sengketa tanah, banyak konflik tanah, konflik lahan, karena rakyat belum pegang yang namanya sertifikat. Ini adalah tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki. Kalau sudah pegang ini, enak. Ada orang ngaku-ngaku, “Ini tanah saya,” “Bukan ini tanah saya. Buktinya ini.” Dibuka di sini, namanya ada di sini. Nama Joko Widodo, Desanya Lausolu, di sini Simalungun, di sini meter perseginya ada 124 meter persegi. Ada semuanya, sudah, mau ke pengadilan kayak apa, menang karena sudah pegang tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki.
Tetapi ingat, masih tadi saya sampaikan dari 126 juta baru 46 juta, masih 80 juta yang belum diselesaikan, coba. Saya kalau pergi ke desa, pergi ke daerah selalu yang ketemu petani, “Pak urusan sertifikat, Pak sengketa lahan, Pak sengketa tanah,” Itu yang saya dengar. Oleh sebab itu 2015 saya perintahkan kepada Menteri.
Biasanya setahun di seluruh Indonesia ini hanya 500 ribu sertifikat ini keluar. Saya minta saat itu, “Pak Menteri saya enggak mau 500 ribu. Tahun depan saya minta 2017-an saya minta 5 juta. Saya enggak tahu bagaimana caranya 5 juta harus keluar,” Ternyata bisa 5,3 juta keluar. Tahun depan saya minta 7 juta tahun 2018. Bisa keluar lagi nyatanya bisa juga kita. Tahun depan saya minta tambah lagi, 9 juta, tahun ini 9 juta. Saya yakin juga akan tembus 9 juta.
Kita itu kalau diberi target, kerja diberi target, bisa. Dulu-dulu enggak diberi target sih. Iya enggak? Saya janjian sama Pak Menteri, kalau 9 juta tidak bisa diselesaikan ini…hmmm. Gampang kan? Menterinya ngomong sama Dirjen. Dirjen kalau enggak ketemu 9 juta… hmmm. Dirjennya ngomong ke kanwil, ke kantor BPN di daerah di provinsi sama, enggak rampung sertifikat… hmmm. Rampung semuanya.
Tadi sudah dijanjikan ya, Pak Dirjen yang janji loh ya, Pak Dirjen janji 2025 di seluruh Indonesia sertifikat akan diselesaikan semuanya. Termasuk di kawasan Samosir dan kawasan Danau Toba, baik di Simalungun, Karo, Tapanuli Utara, Tobasa, Dairi, Humbang Hasundutan, ya, akan diselesaikan. Jadi yang janji Dirjen. Kita ingat-ingat ya. Karena menterinya, Dirjen ini juga sama, karena ini diperintah menteri. Karena memang kita harus memberikan yang namanya sertifikat ini kepada rakyat agar ada kepastian hukum yang jelas.
Yang kedua, saya minta kalau sudah pegang sertifikat, masukkan ke plastik. Sudah ada plastiknya? Kenapa plastik? Kalau ditaruh di almari gentengnya, sengnya bocor, sertifikat enggak rusak.
Terus yang kedua, sampai di rumah tolong difotokopi. Kalau aslinya hilang, masih punya fotokopi ngurus-nya ke BPN mudah. Ya, ini dua hal yang saya titip untuk sertifikat.
Yang ketiga, biasanya kalau sudah pegang sertifikat, biasanya disekolahkan. Pengin disekolahkan. Betul? Di daerah lain sama kok, enggak usah malu. Dipakai jaminan ke bank, dipakai agunan ke bank, silakan enggak apa-apa. Tapi jangan dipaksakan.
Tolong, kalau mau pinjam uang ke bank itu dihitung, dikalkulasi, jangan asal pinjam. Enggak bisa mengembalikan sertifikat hilang. Hati-hati. Kalau memang tidak perlu, tidak usah pinjam.
Kalau pinjam, misalnya tanahnya gede, wah punya tanah besar pakai agunan pinjam ke bank, pinjam. Dapat Rp.300 juta. Wah banyak ini Rp.300 juta. Pulang, besoknya beli mobil. Banyak yang seperti itu. Saya ngomong itu karena saya ngerti.
Oleh sebab itu saya ingatkan jangan sampai yang namanya uang pinjam ke bank itu dipakai untuk beli mobil atau beli barang yang berkaitan dengan kenikmatan. Beli mobil, sudah, ambil mobil, sertifikat ditaruh di bank, pulang dapat uang dipakai untuk DP mobil. Rp.100 juta nyetir mobil muter-muter kampung. Bangga. Enam bulan. Enam bulan enggak bisa nyicil ke bank, enggak bisa ngangsur mobil, mobilnya diambil, sertifikatnya juga hilang. Hati-hati. Itu ngganteng nyetirnya itu hanya 6 bulan. Percaya saya. Saya titip hati-hati.
Jadi kalau pergi ke bank dapat Rp.300 juta gunakan seluruhnya untuk modal kerja, gunakan seluruhnya untuk modal usaha, gunakan seluruhnya untuk modal investasi. Jangan dipakai untuk yang aneh-aneh kayak tadi.
Kalau usaha, sudah untung, sebulan untung Rp.5 juta tabung. Sebulan untung lagi Rp7 juta tabung. Kalau cukup, silakan mau beli mobil, mau beli motor 10 silakan. Tapi dari keuntungan, bukan dari pokok pinjaman. Hati-hati. Setuju?
Siapa yang mau dipakai sertifikatnya untuk pinjaman, untuk agunan? Silakan enggak apa-apa, enggak usah malu. Siapa yang mau dipakai ini untuk pinjaman ke bank? Enggak apa-apa. Ada? Ada? Ada? Ibu iya mau dipakai? Bapak iya, pakai juga? Coba maju yang mau pakai. Yang kaos…yang kaos, ya.
Ibu tadi juga mau? Ya maju sini. Ada lagi? Siapa yang pakai pinjam? Ya belakang itu, ya, maju sini dekat saya sini lo. Yang belakang itu tadi, ya, 3 orang saja cukup. Sini. Hanya 3 orang kok maju semua ini? Sini sebelah saya sini, sebelah saya sini. Ya sudah, tiga. Ya dikenalkan dulu namanya.
Rusman:
Assalamualaikum warahmatulah wabarakatuh.
Saya dari Kabupaten Simalungun, bernama Rusman Sinaga.
Presiden RI:
Pak Rusman dari Kabupaten Simalungun, panggilannya Pak Rusman. Sertifikatnya berapa meter persegi? Ini yang keliru ini. Punya sertifikat itu harus hafal, kalau ditanya orang, “berapa meter persegi setifikat?” Sudah tahu 124m2, ini berarti belum tahu. Padahal mau pinjam ke bank. Sudah harus tahu, sudah pegang ini kok.
Coba buka dulu, enggak apa-apa. enggak apa-apa kalau belum tahu dibuka. Ini di sini saya tunjukkan, Pak Rusman ya. Nama Rusman, betul? Desanya di Bosar Maligas, betul? Meter perseginya 767m2, besar ini, luas.
Tadi Pak Rusman menyampaikan mau pinjam ke bank, ya. Pertanyaannya mau pinjam ke bank mana?
Rusman:
Bank Sumut Pak.
Presiden RI:
Bank BPD Sumut. Tahu Bank Sumut itu miliknya siapa?
Rusman:
Milik pemerintah Pak.
Presiden RI:
Milik pemerintah. Bunganya berapa tahu?
Rusman:
Belum tahu Pak. Belum bertanya.
Presiden RI:
Belum tahu. Kalau mau pinjam ke bank itu tolong tanya, ke Bank Sumut tanya. Bunganya berapa? Tanya lagi ke Bank BRI, bunganya berapa? Dibandingkan. Tanya lagi ke Bank BNI, bunganya berapa? Ngambil yang bunganya paling rendah. Ya, jangan hanya datang ke satu bank. Banding-bandingkan.
Rusman:
Iya pak, iya.
Presiden RI:
Mau pinjam berapa?
Rusman:
Kira-kira Rp.50 juta.
Presiden RI:
Rp.50 juta?
Rusman:
Iya Pak. Buat beli pupuk sama betulin rumah.
Presiden RI:
Wah, Rp.50 juta banyak banget itu.
Rusman:
Kebanyakan Pak ya?
Presiden RI:
Kok kebanyakan, yang mau pinjam itu Pak Rusman bukan saya. Sebelum pinjam itu dihitung dulu. Saya tadi kan ngomong sebelum pinjam itu dihitung dulu dipakai apa. Mau dipakai apa Rp.50 juta? Dipakai apa?
Rusman:
Mau dipakai bangun rumah Pak.
Presiden RI:
Bangun rumah, terus nyicil-nya dari mana nanti?
Rusman:
Nyicilnya ya dari hasil kerja ladang nanti.
Presiden RI:
Hasil kerja di ladang, yakin bisa nyicil nanti?
Rusman:
Alhamdulilah.
Presiden RI:
Belum pernah lo. Sebentar. Rp.50 juta kalau bunganya 12 persen itu per bulan berarti berapa coba?
Rusman:
Belum tahu Pak.
Presiden RI:
Dihitung dulu ya, dihitung. Kalau bisa cari yang KUR. Yang 7 persen per tahun. Dihitung. Jangan sampai nanti dipakai untuk… wah hujan. Ini berkah ini hujannya. Hujan berkah ini.
Ya, jadi Rp.50 juta tolong Bapak hitung betul, bunganya berapa, bisa ngangsur enggak. Kalau enggak jangan. Perkirakan yang bisa ngangsur, yang bisa nyicil per bulan. Setuju enggak?
Rusman:
Setuju Pak.
Presiden RI:
Setuju. Ya. Karena bukan dipakai untuk modal usaha, dipakai untuk bangun rumah. Harus hitung-hitungannya harus teliti betul. Ya.
Sekarang Pancasila. Pancasila satu… Yang keras.
Rusman:
Pancasila,
Satu, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dua, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab.
Tiga, Persatuan Indonesia.
Empat, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan.
Lima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Presiden RI:
Bapak/Ibu, kalau duduk disitu gampang. Begitu sudah di dekat saya bisa hilang semua. Tapi sudah bisa, ya terima kasih Pak.
Ada sepeda enggak? Ya silakan.
Ya dikenalkan dulu, nama.
Imelda Siallagan:
Shalom semua, Nama saya Imelda Siallagan dari Desa Siallagan Pinda Raya.
Presiden RI:
Sebentar, dibawa ke mana itu? Sini saja. Parkir di sini enggak apa-apa. Parkir di depan sini biar enggak hilang. Parkir di sini Pak, di dekat duduk tadi saja. Nah, di tempat tadi duduk. Ya enggak apa-apa dibawa ke sana saja. Nah, enggak apa-apa biar yang lain pengin.
Bu siapa tadi?
Imelda Siallagan:
Imelda Siallagan.
Presiden RI:
Bu Imelda dari Kabupaten?
Imelda Siallagan:
Dari Samosir.
Presiden RI:
Dari Samosir, dari sini. Ya, OK. Tanahnya berapa meter persegi?
Imelda Siallagan:
2174m2
Presiden RI:
2174m2 wah, benar. Banyak banget coba. Kaya-raya dong ini.
Bu Imelda Siallagan, di Desa Garoga. Terus tanahnya 2174m2. Wah, luas banget. Ya sudah, mau dipakai untuk agunan jaminan ke bank. Mau pinjam ke bank apa?
Imelda Siallagan:
Bank Sumut.
Presiden RI:
Tadi juga Pak Rusman Bank Sumut, ini Bank Sumut. Ya, terus pinjamnya berapa?
Imelda Siallagan:
Rp.25 juta Pak.
Presiden RI:
Rp.25 juta. Tadi Pak Rusman Rp.50 juta. Dipakai untuk apa?
Imelda Siallagan:
Untuk menambah modal usaha Pak.
Presiden RI:
Modal usaha, menambah modal usaha, untuk usaha apa?
Imelda Siallagan:
Suvenir Pak.
Presiden RI:
Suvenir, OK. Semuanya? Masa suvenir Rp.25 juta, enggak kebanyakan?
Imelda Siallagan:
Kan ngontrak Pak. Jadi bayar kontrak sebagian.
Presiden RI:
Jadi sebagian untuk bayar kontrak, sebagian untuk modal usaha. OK. Diperkirakan bisa mengembalikan berapa tahun?
Imelda Siallagan:
Dua tahun.
Presiden RI:
Dua tahun sudah bisa, sudah dihitung? Kelihatannya ini hitungannya sudah punya saya lihat.
Di Pulau Samosir…
Imelda Siallagan:
Samosir Pak.
Presiden RI:
Di Pulau Samosir banyak ikannya enggak ya? Banyak ya?
Imelda Siallagan:
Banyak Pak.
Presiden RI:
Coba sebutkan 10 nama ikan saja.
Imelda Siallagan:
Ikan Jahir.
Presiden RI:
Sebentar, sebentar. Mujahir. Jahir itu apa?
Imelda Siallagan:
Ikan Mujahir, ikan Mas, ikan Gabus, ikan Lele, ikan Betutu.
Presiden RI:
Ikan Betutu? Ada? Ikan Betutu ada? Enggak tahu saya, OK, ikut. Enam.
Imelda Siallagan:
Ikan Patin, Ihan Batak.
Presiden RI:
Ihan Batak? Ada? Kurang 3, ikan apa lagi? Enggak usah nengok-nengok sana. Ikan?
Imelda Siallagan:
Ikan Pora-pora.
Presiden RI:
Ikan Pora-pora? Ada? Ini bahasa Batak semua, saya juga enggak tahu. Dua lagi.
Imelda Siallagan:
Sudah sepuluh Pak.
Presiden RI:
Belum masih delapan, kurang dua.
Imelda Siallagan:
Ikan Dencis.
Presiden RI:
Ikan Dencis, apa itu? Lama-lama ngawur ini kelihatannya. Ada? Oh, ada. Satu lagi saja sudah.
Imelda Siallagan:
Ikan Bujuk.
Presiden RI:
Ikan Bujuk, ada? Ya sudah sepedanya diambil.
Yang terakhir silakan.
Horas.
Ramses:
Nama saya Ramses…
Presiden RI:
Pak Ramses.
Ramses:
Dari Kabupaten Dairi.
Presiden RI:
Dari Dairi. Berapa jam kesini, jauh enggak? Berapa jam?
Ramses:
Tujuh jam Pak.
Presiden RI:
Tujuh jam, dari Dairi ke sini tujuh jam?
Ramses:
Iya Pak, betul.
Presiden RI:
Berapa?
Ramses:
Tapi istirahatnya tiga kali Pak.
Presiden RI:
Empat jam, menjadi tujuh jam karena istirahat tiga kali. OK, ya sudah. Karena Pak Ramses sudah tujuh perjalanan ke sini, enggak usah saya tanya lah. Sudah. Langsung sepedanya diambil.
Ramses:
Terima kasih Pak.
Presiden RI:
Jauh banget tujuh jam kan kasihan.
Baiklah Bapak/Ibu sekalian yang saya hormati, saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada hari ini dan saya kira betul-betul tolong apa yang saya pesan tadi diingat. Hati-hati dengan sertifikat yang sudah Bapak/Ibu pegang. Gunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan keluarga kita.
Saya tutup.
Terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatulah wabarakatuh.
Shalom.