Peresmian Peluncuran Digitalisasi Layanan Perizinan Penyelenggaraan Event

Senin, 24 Juni 2024
The Tribrata Darmawangsa, Jakarta

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Yang saya hormati Ketua Komisi Yudisial, para Menteri, Kapolri, para Kepala Staf Angkatan, para Pejabat Utama Mabes Polri, seluruh Kapolda yang hadir, para Penerima Manfaat dari perizinan ini;
Bapak-Ibu, Tamu Undangan yang berbahagia.

Kita tahu di Travel and Tourism Development Index Indonesia naik peringkat, dari peringkat 32 menjadi ke (peringkat) 22, tapi kita masih tertinggal, kalah (dibandingkan) dengan Malaysia, dengan Singapura, Thailand, dan yang terakhir kita kalah juga dengan Vietnam. Meskipun naik, tapi kita hanya di urutan kelima ASEAN.

Objek-objek pariwisata di Indonesia memang, kalau dibandingkan dengan negara yang tadi saya sampaikan, sebetulnya masih sangat bagus-bagus yang ada di Indonesia sehingga yang paling baik adalah mendatangkan wisatawan mancanegara dalam jumlah yang besar. Dengan cara apa? Dengan cara menyelenggarakan event-event internasional, baik itu yang namanya konser musik, baik itu summit, meeting, dan juga event-event olahraga.

Kita tahu yang baru saja diselenggarakan (konser) Taylor Swift di Singapura di bulan Maret yang lalu, diselenggarakan enam hari di Singapura, dan Singapura adalah satu-satunya negara ASEAN yang menyelenggarakan itu. Yang nonton saya kira lebih dari separuh itu orang Indonesia karena penggemar Taylor Swift, kalau kita lihat di Spotify, (di) Indonesia itu 2,2 juta orang. Diselenggarakan selama tiga jam setiap harinya dan dihadiri totalnya 360.000 orang berbondong-bondong ke Singapura, sekali lagi saya pastikan separuh dari yang nonton itu orang Indonesia. Mungkin banyak yang hadir di sini yang nonton ke sana.

Apa yang terjadi kalau kita berbondong-bondong nontonnya di Singapura? Itu ada yang namanya capital outflow, aliran uang dari Indonesia menuju ke Singapura. Kita kehilangan, kehilangan uang bukan hanya untuk beli tiket, tapi kehilangan uang Indonesia untuk bayar hotel, untuk makan, untuk transpor, dan lain-lainnya.

Kenapa sih selalu yang menyelenggarakan dari Singapura? Ya karena kecepatan melayani dalam mendatangkan artis-artis tadi, dukungan pemerintah, baik itu kemudahan akses, keamanan, dan lain-lainnya.

Yang kedua, saya ingat konser Coldplay. Indonesia dapat, memang dapat, tapi hanya satu hari, hanya satu hari. Singapura dapat empat hari. Penuh, tambah lagi, jadi lima hari. Penuh, tambah lagi, jadi enam hari. Sekali lagi, yang nonton itu separuh adalah dari Indonesia, saya pastikan lebih dari separuh dari Indonesia karena di sini tiketnya baru 20 menit saja sudah habis, tapi mau nambah enggak bisa.

“Kenapa?” saya tanya ke penyelenggara, karena memang urusan perizinan kita ruwet. Padahal, yang saya dengar, yang saya dengar, kualitas suara sound system waktu Coldplay itu di GBK, (dibandingkan) dengan yang di sana, itu bagus yang di sini. Ini yang harus kita tepuk tangani, tapi hanya dapat sehari. Inilah yang harus kita selesaikan.

Yang ketiga, Piala Dunia Tahun 2022 di Qatar itu bisa membangkitkan pertumbuhan ekonomi di Qatar dari yang tahun sebelumnya hanya 1,5 persen melompat menjadi 4,3 persen pada saat penyelenggaraan, dan Qatar berani mengeluarkan uang untuk event itu USD220 billion. Itu kalau dirupiahkan Rp3.600 triliun, di atas APBN kita setahun.

Kenapa dia berani mengeluarkan itu, uang sebanyak itu? Ya karena pasti return-nya lebih besar dari ini, keuntungannya pasti lebih besar dari ini. Dan saat pembukaan, jumlah yang nonton 60.000 (orang) yang datang ke sana, tapi yang nonton lewat TV lebih dari 3 juta. Itu sudah keuntungan promosi sebuah negara.

Sekarang kita masuk ke Indonesia. Kita punya event-event yang besar, meeting misalnya. Yang baru saja (adalah) World Water Forum. Itu dikunjungi oleh peserta itu lebih dari 50.000. Kemudian, waktu sebelumnya juga World Bank and IMF Annual Meeting, ituyang datang ke Indonesia kurang lebih 30.000 peserta. G20, yang datang 21.000 (peserta), dan setiap peserta itu spending-nya, belanjanya kurang lebih 30 juta, per orang. Tinggal kalikan saja, total menjadi berapa ratus miliar atau berapa triliun. Inilah event meeting sehingga sekarang ini banyak orang rebutan mengadakan event-event meeting.

Juga event-event nasional kita, lokal kita, saya itu nonton, sering sekali nonton. (Menonton) Slank, pernah, bukan pernah, enggak tahu berapa kali. Dewa, pernah. Ariel Noah, pernah. Gigi, pernah.

Yang saya bisa bayangkan, ngurus izin yang ruwet saja masih mau menyelenggarakan kok penyelenggara event, apalagi kalau sekarang dipercepat. Saya berikan contoh, yang MotoGP di Mandalika. Saya cek ke panitia, ini efeknya luar biasa. Dampak ekonominya (Rp)4,3 triliun, bisa menyerap, melibatkan tenaga kerja itu 8.000, UMKM yang terlibat kurang lebih 1.000.

Tapi begitu saya tanya bagaimana mengenai perizinannya, lemas saya. Ternyata ada 13 izin yang harus diurus, tapi namanya bukan perizinan, (melainkan) namanya surat rekomendasi. Sebetulnya sama saja, perizinan lo itu, hanya diganti nama saja, dihaluskan menjadi surat rekomendasi.

Ada yang namanya surat pemberitahuan, tapi namanya itu izin, dimulai dari surat persetujuan desa, surat rekomendasi dari IMI NTB, surat rekomendasi dari IMI Pusat, surat rekomendasi dari polsek, surat rekomendasi dari polres, ke atas lagi surat rekomendasi dari Polda NTB, dan surat rekomendasi dari Mabes Polri. Kemudian ada surat dukungan dari RSUD di NTB, surat dukungan dari dinas kebakaran. Harus punya ini. Kalau enggak, izin-izin tadi enggak keluar. (Kemudian ada) surat pemberitahuan ke Bea Cukai karena mendatangkan barang-barang dari luar, surat pemberitahuan ke KEK NTB, surat pemberitahuan ke INSW, ini urusan bea cukai.

Kalau saya jadi penyelenggara event itu, lemas dulu sebelum bertanding event-nya. Mungkin masih ada tambahan lagi ini. Izin yang sudah saya sebut, tapi mungkin ada tambahan lagi, atau mungkin duit saya sudah habis dulu sebelum event-nya terjadi. Ini fakta karena saya tanya langsung, “Problemnya apa sih?” Ini sama dengan konser musik, dengan event-event olahraga lainnya, enggak akan mungkin jauh dari yang tadi saya sebutkan.

Betapa sangat beratnya menjadi penyelenggara event di Indonesia, padahal event di Indonesia itu setiap tahun sebelum pandemi itu ada 4.000 event kurang lebih, sekarang 3.700 event. Jadi, sekali lagi ini sudah saya kejar-kejar lama, saya sangat mengapresiasi, sangat menghargai sekarang sudah ada OSS untuk penyelenggaraan event.

Tapi juga akan saya ikuti terus, akan saya cek terus karena yang terjadi dulu pernah di sebuah kementerian sudah dibuat OSS, tapi karena enggak pernah dicek, enggak pernah dikontrol, sistemnya dimatikan. Artinya apa? Manual lagi. Artinya ketemu-ketemu lagi, dan akhirnya ditangkap oleh KPK, ya saat itu langsung ditangkap oleh KPK. Saya datang ke sana.

Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati,
Masalah utama penyelenggaraan event di negara kita itu adalah kepastian izin yang tidak diberikan jauh hari. Ini saya minta juga kepada penyelenggara event itu mengajukannya jauh-jauh bulan sebelumnya, enam bulan sebelumnya, setahun sebelumnya, mengajukan izin dulu. Artinya itu ada perencanaan yang baik, manajemen perencanaan yang baik kapan event itu diselenggarakan. Pemerintah, jajaran pemerintah juga, tadi disampaikan oleh Pak Kapolri, totalnya bisa disampaikan hanya dalam waktu 14 hari dari beberapa perizinan tadi sehingga penyelenggara bisa mempromosikan event-nya, bisa menjual tiketnya dengan baik. Kalau harinya kurang, sehari kurang, bisa ditambah lagi, waktunya masih memungkinkan untuk melakukan itu. Juga yang saya dengar, sering mengajukan izin hanya seminggu sebelumnya, dadakan seperti itu. Ya sulit kalau sudah didadak seperti itu. Jadi, kita semuanya memang harus bekerja dengan perencanaan yang baik.

Kalau di internasional, artis pun kan juga jadwalnya padat, jadi memiliki planning yang jauh-jauh hari. Di kita juga sama, artis juga jadwalnya padat. Harusnya penyelenggaraannya juga, meminta izinnya juga harus jauh-jauh bulan sebelumnya, tidak dadakan.

Dan bahkan di negara kita ini, sudah izinnya keluar saja masih (bisa) dibatalkan. Kejadian itu. Saya enggak sekali-dua kali mendapatkan keluhan itu. Sudah keluar izin saja, bisa dibatalkan. Saya enggak tahu karena apa. Alasan karena keamanan, ya keamanan itu sudah tugasnya aparat kepolisian untuk menyelesaikan agar dari yang tidak aman menjadi aman.

Sekali lagi, mengenai digitalisasi proses perizinan ini yang segera kita launching, harapan saya sekali lagi bukan hanya website layanan saja, melainkan betul-betul memberikan kemudahan pengurusan, betul-betul memberikan kepastian jauh-jauh hari sebelumnya, betul-betul memotong birokrasi kita sehingga munculnya adalah sebuah cost yang lebih murah dan lebih terbuka, transparan.

Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan. Dan dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, pada pagi hari ini secara resmi saya luncurkan Digitalisasi Layanan Perizinan Penyelenggaraan Event di Indonesia.

Terima kasih.