Peresmian Pembukaan Hari Belanja Diskon Indonesia dan Parade Merek Lokal Indonesia Tahun 2019
Assalamualaikum warahmatulah wabarakatuh,
Selamat sore,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Shalom,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan,
Para menteri, Bapak/Ibu sekaian yang saya hormati,
Saya sangat senang sekali hadir di sore hari ini, yang pertama karena yang ditampilkan adalah merek-merek lokal, brand-brand lokal.
Saya sebetulnya sudah lama menunggu acara seperti ini. Kita tahu pasar Indonesia ini gede sekali, pasar kita ini besar sekali. Jangan sampai pasar yang ada yang besar ini dikuasai oleh merek-merek luar. Jangan sampai. Saya titip ini. Tugas Bapak/Ibu sekalian adalah mengisi pasar-pasar yang ada sehingga barang luar mau masuk, sudah penuh.
Siap?
Siap?
Apa? Mau kosmetik? Ada Mustika Ratu. Ada Sari Ayu. Ada apa lagi, Wardah. Jangan sampai mall–mall kita itu diisi oleh yang lain, jangan. Saya titip pada pemilik-pemilik mall, saya tahu ini banyak yang hadir ini para pemilik mall.
Tolong ruang-ruang yang strategis berikan kepada merek-merek lokal, brand-brand lokal. Ini strategi. Ini pemilik-pemilik mall banyak, saya lihat banyak. Jangan hanya datang ke sini tapi ruangnya, outlet-nya, diberikan kepada brand-brand asing untuk menarik agar datang pembeli. Saudara-saudara bertanggung jawab nanti.
Ini musimnya musim, kita enggak mau proteksi, kita terbuka, pasar kita terbuka. Kita enggak mau proteksionisme, enggak mau. Tapi ini musimnya perang dagang, mestinya ada strategi dari mall-mall untuk membantu pemerintah agar barang-barang impor tidak membanjiri Indonesia.
Pasar besar seperti ini kok dibiarin kosong, diisi orang lain, jangan dong. Jadi saya titip pasar dalam negeri jangan sampai ada yang kosong sehingga produk dari luar itu mengisi. Hati-hati ini.
Saya senang banyak produk kita yang juga ekspor. Tadi ada Bu Anne, Pan Brothers. Mana tadi? Urusannya ekspor terus. Betul, benar, tapi lokal pun tolong juga diisi.
Ada Mayora di sini? Ada? Barangnya itu ngisi hampir lebih dari 60 persen produk yang namanya kopi, permennya kopiko, kopinya torabika, betul? Itu masuk Filipina menguasai lebih dari 60 persen. Itu benar. Tapi juga jangan dibiarkan pasar lokal dikuasai oleh produk yang dari luar. Hati-hati. Hati-hati sekali lagi.
Sekarang neraca perdagangan kita masih defisit, juga defisit transaksi berjalan kita masih gede. Kalau kita senangnya barang-barang impor, impar-impor impar-impor, terutama ibu-ibu. Senangnya itu kalau sudah pegang brand luar senang banget. Ini, ini apa ini? Tas, sepatu, apa gitu lo? Kita bisa buat yang bagus-bagus juga banyak. Apa? Saya sebetulnya mau nyebutin merek-mereknya, hafal saya juga. Tapi nanti ada Pak Dubes, enggak enak.
Jadi sekali lagi, tolong kita mulai kecintaan kita terhadap produk-produk kita sendiri, terhadap produk-produk dalam negeri. Apa sih? Usaha baju? Desainer kita jago-jago. Barang-barang kita ini di Vietnam laku keras. Tadi, Pak Budi, saya cross-check benar, “Betul Pak”. Karena desainnya bagus, kemasannya juga sudah bagus.
Sepatu, sepatu kalau saya yang resmi biasanya pakai Buchery, betul. Tapi kalau yang ini bukan Buchery ini, ini apa? Dari NAH, Bandung. Harga gimana? Dipakai enak, dipakai lari juga ringan, harganya Rp415 ribu. Nih. Saya enggak tahu, katanya setelah saya pakai jadi Rp800 ribu.
Ini jadi tugas untuk, saya beri tugas. Ini tugas, untuk Hippindo saya beri tugas. Tapi tugasnya besar, Pak Budi. Tugasnya ada tugas besar. Yang pertama, tolong dengan kerjasama dengan pemilik mall, carikan tempat-tempat yang strategis untuk brand-brand kita. Misalnya makan, resto makanan, Sari Ratu taruh di depan. Apalagi? Yang J.CO tadi, taruh di depan. Jangan dibalik-balik. Kalau sudah mau minum kopi, kok ya yang ditaruh di depan si Itu? Saya enggak usah sebut, saudara-saudara tahu semuanya. Emang kopi kita kurang enak? Coba datang ke Tuku Coffee. Datang ke, apa lagi? Kenangan, betul. Apa lagi? Saya itu nyoba di banyak tempat, tapi lupa malah. “Pak datang ke sana,” Saya datang ke sana, saya coba. Apa bedanya? Enggak ada bedanya, yang jelas harganya separuh atau sepertiga. Apalagi?
Ya itu tugas di dalam negerinya itu Pak Budi. Bisik-bisik sama pemilik mall. Kalau pemilik mall-nya sulit-sulit, ngomong saya. Produsen ini, produksi dalam negeri, produsen, yang kita produksi, beri dong tempat yang paling baik. Jangan kebalik-balik. Di Australia seperti itu. Di Australia itu cara mainnya seperti itu, yang produk-produk dalam negeri taruh di paling depan kalau ada mall. Kenapa kita enggak tiru strategi-strategi yang bagus seperti itu.
Yang kedua tugasnya, ini nanti kita akan bicara secara lebih detail. Bagaimana produk kita yang packaging-nya sudah baik, yang brand-nya sudah bagus, yang kualitasnya sudah bagus. Lakukan seleksi, lakukan quality control, Merek-merek ini kita bawa bareng-bareng ke luar. Nanti pemerintah akan membantu menyiapkan, enggak tahu nanti ada anggaran marketing, anggaran pemasaran yang bisa di-cover dari anggaran pemerintah.
Bisa saja misalnya, cari mall yang strategis, misalnya di Kuala Lumpur, di Singapura, di Hong Kong, di Manila, di Vietnam, cari mall yang tempatnya strategis, kuasai separuhnya, isi merek-merek kita. Pemerintah akan bantu.
Saya sedih kadang-kadang datang ke negara-negara, negara-negara, banyak restoran Thailand, tetapi restoran Indonesia tidak ada. Ini membangun sebuah brand negara, ya ini. Mestinya kayak Sari Ratu ada di mana-mana. Yang saya tahu baru ada di Singapura dan di Kuala Lumpur, di Malaysia. Ada yang lain Pak?
Ini tolong ini ditata. Tugas yang kedua itu. Cari mall, tempat-tempat yang strategis, enggak tahu nanti biayanya dengan pemerintah bagi-baginya seperti apa, kita bicara itu teknis, tapi pekerjaan itu adalah pekerjaan besar. Sehingga produk-produk kita ini kita bawa masuk ke negara lain lewat cara-cara itu. Sehingga yang kecil-kecil semuanya terangkut semuanya.
Pakaian-pakaian hijab kita kenapa (enggak) sewa mal di Dubai, di Abu Dhabi, atau di Arab? Masuk semuanya ke sana yang berkaitan dengan fesyen muslim, kenapa tidak? Tapi yang tahu seperti itu, pelaku-pelaku seperti Hippindo ini. Enggak mungkin yang namanya pemerintah lupakan, birokrasi kita lupakan, enggak mungkin bisa melakukan itu. Kan itu mesti ada feeling bisnis yang kuat, yang disewain di sebelah mana. Itu tugas berat, dua, tapi mungkin nanti secara teknis kita akan ketemu. Saya sudah punya bayangan apa yang kita lakukan, saya sudah punya bayangan, sudah. Kerja sama pemerintah dan swasta ini jangan sampai putus.
Yang ketiga, ada yang sepatunya ukuran 43 ndak? Ada? Kok terus banyak? Enggak jadi. Enggak, tadi saya sebetulnya salah satu itu mau saya suruh maju dan saya kirim, bukan sepeda, saya akan beri sepatu itu. Sepatu yang bagus, yang sudah saya pakai. Mau semuanya. Ya enggak jadi, enggak jadi.
Tadi ada juga yang bisik-bisik, “Pak, Bapak mau ndak pakai jaket?” Ya mau saja asal dalam negeri. “Kalau Bapak mau saya siapkan” Mau saja, mana? Saya tadi lewat ada yang bisik-bisik. Nah, enggak ada kan.
Jadi gini, kita sudah saatnya, pertama menguasai pasar kita di dalam negeri, dan sudah saatnya juga brand-brand lokal, merek-merek lokal kita, brand-brand nasional kita ini kita bawa ke luar, berbondong-bondong, bersama-sama.
Sekarang ini jangan bekerja sendiri-sendiri, sudah. Yang gede-gede pada gabung. Masa kita mau yang kecil-kecil, yang menengah-menengah enggak gabung kemudian bersama-sama melakukan penetrasi pasar?
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan sore hari ini dan dengan mengucap bismillahirahmanirrahim, saya buka “Hari Belanja Diskon Indonesia 2019”. Semoga ini bisa kita bersama-sama merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaanyang ke-74. Diskonnya berapa Pak Budi? 74 persen diskonnya. Bener?
Terima kasih, saya tutup.
Wassalamualaikum warahmatulah wabarakatuh.