Peresmian Pembukaan Jambore Nasional Dai Desa Madani Parmusi

Selasa, 26 September 2023
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bismillah. Alhamdulillahirabbil’alamin. Asyhadu an laa ilaaha illallah wahdahuu laa syariikalah, Wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu warasuuluh, Alladzi la nabiya ba’da. Amma ba’du.

Yang saya hormati, Menko PMK, Kapolri, (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bupati Cianjur;
Yang saya hormati, Romo Kyai Haji Abah Roudh Bahar Bakry, beserta para Ulama dan Mubaligh Majelis Syariah Pusat dan Daerah;
Yang saya hormati, Ketua Umum PP Parmusi (Pengurus Pusat Persatuan Muslimin Indonesia), Bapak Kyai Haji Drs. Usamah Hisyam, beserta seluruh jajaran pengurus PP Parmusi;
Yang saya hormati, para Dai dan Daiyah Pelaksana Desa Madani Parmusi;
Bapak-Ibu, Hadirin dan Undangan yang berbahagia.

Kemarin saat Bapak Ketua Umum (PP Parmusi) datang ke Istana beliau menyampaikan “Pak, mohon hadir di acara Jambore Nasional Desa Madani yang diselenggarakan oleh Parmusi”. Saya tanya “Jauh enggak Pak Ketua? Jauh enggak?”, (Ketua Umum menjawab) “ndak Pak, dekat Pak, kira-kira satu jam”. Ternyata tadi dua setengah jam.

Tetapi, untuk Parmusi dua setengah jam buat saya tidak ada masalah.

Dan, saya sangat mengapresiasi, sangat menghargai atas terselenggaranya Jambore Nasional Dai Desa Madani yang diikuti oleh ribuan Dai dan Daiyah yang telah bekerja konkret ke desa-desa.

Saya senang dengan program Desa Madani ini karena kalau kita ingat dulu ada “ABRI masuk desa”, nah sekarang “Dai masuk desa”. Yang siap dan siaga membangun dan menjaga desa, ini alhamdulillah. Karena pembangunan di desa itu sangat penting, sejalan dengan program pemerintah yang membangun dari pinggiran.

Banyak orang yang menyampaikan “Pak, yang di bangun kok hanya jalan tol? Hanya airport, hanya pelabuhan”. Banyak yang lupa bahwa pemerintah itu telah memberikan dana desa sampai tahun ini sebesar Rp539 triliun kepada 74.800 desa di seluruh tanah air, (sekali lagi) Rp539 triliun. Dan dari total itu, dari sejak (tahun) 2015 sampai (tahun) 2023 telah selesai. Kalau jalan tol itu hanya, sudah 9 tahun ini selesai 2.040 kilometer tetapi kalau jalan desa 9 tahun ini telah selesai 326.000 kilometer jalan desa. Ini enggak pernah ada yang hitung.

“Pak, kok panjang sekali Pak?”, ya panjang tetapi itu setiap desa hanya berapa? Hanya 5 kilometer karena kita punya desa 74.800, kalau selesai 326 (desa) dibagi hanya kira-kira 4 sampai 5 kilometer per desa, masih sangat pendek sekali itu. Kemudian, jadi embung, 6.400 embung desa. Coba nanti Bapak-Ibu sekalian yang ada di desa para Dai coba cek benar ndak angka-angka ini yang saya sampaikan. Ada jalan desa baru ndak? Ada embung ndak? Ada irigasi baru ndak? Kalau ndak berarti banyak yang korupsi di situ.

Akan saya turunkan BPK, BPKP, cek kalau ndak ada. Karena hampir setiap tahun itu kurang lebih Rp1-2 miliar dikirimkan ke desa-desa. Jadi, kalau enggak jadi barang (maka) kepala desannya yang di ciduk.

Desa, itu juga di bangun yang namanya pasar desa. Sudah jadi 14.000 pasar desa. Bapak-Ibu coba lihat, cek, ada ndak barangnya yang namanya pasar desa? Kalau ndak ada hati-hati kepala desanya.

Oleh sebab itu, sekali lagi, saya sangat menghargai apa yang disampaikan tadi oleh bapak ketua umum mengenai “Dai masuk desa”. Karena pembangunan fisik yang tadi saya sampaikan: jalan desa, jembatan desa, embung di desa, pasar di desa, itu tidak ada artinya kalau kita melupakan pembangunan sumber daya manusia yang ada di sana. Khususnya yang berkaitan dengan karakter, khususnya yang berkaitan dengan budi pekerti, khususnya yang berkaitan dengan akhlak. Kalau ndak ada ini, uang itu hilang. Hilang, karena kita ini jauh sekali, ngontrol-nya akan sangat jauh. Rentang dari Jakarta sampai desa di pelosok-pelosok itu ngecek-nya akan sangat sulit sekali.

Sehingga sekali lagi, apa yang sudah kita kirimkan ke desa ini dapat bermanfaat optimal bagi umat dan disinilah peran para Dai dan Daiyah dalam rangka memperkuat pembangunan sumber daya manusia utamanya yang berkaitan dengan karakter budi pekerti dan akhlak rakyat yang ada di desa-desa.

Kemudian, ini sudah masuk dan menjelang tahun politik. Saya titip karena suasana sudah mulai hangat meskipun itu biasa dalam pesta demokrasi, entah itu Pilpres, entah itu Pemilu, hangat itu biasa tetapi yang harus di antisipasi sedini mungkin agar tidak terjadi pembelahan dan perpecahan, agar terus terjaga suasana yang damai, agar juga pembangunan di desa juga terus bisa berjalan, tidak terganggu karena urusan politik.

Mohon diberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa perbedaan pilihan itu wajar. Mau milih Pak Prabowo, silakan. Mau milih Pak Anies, silakan. Mau milih Pak Ganjar, silakan. Perbedaan pilihan itu wajar, enggak perlu diributkan. Menang dan kalah, menang dan kalah dalam Pemilu, dalam Pilpres, dalam Pilkada itu juga wajar biasa. Wong calonnya tiga masa menang semua.

Jadi, Pak, Bapak siapa tadi? Pak Irwansyah? Pak Irwansyah, nanti kalau nyalonin Wali Kota di Batam bisa menang tetapi juga bisa kalah, hati-hati. Jangan mintanya menang terus. Yang paling penting dan paling utama itu menjaga persatuan dan kesatuan kita dan itu di mulai dari unit yang terkecil yaitu desa.

Saya kemarin baru saja dari Benua Afrika, datang ke beberapa negara. Sedih kita, saudara-saudara kita yang ada di sana. Hampir separuh dari negara yang ada di Afrika itu konflik sehingga pemerintahan tidak bisa berjalan dengan baik. Akhirnya apa? Rakyatnya tidak terurus dengan baik. Isinya setiap hari hanya perang, perang.

Saat saya ke Afganistan juga sama. Inilah yang harus kita jaga, persatuan dan kesatuan karena kita memiliki banyak sekali etnis, 714 etnis yang ada di negara kita Indonesia, dengan bahasa daerah 1.300 macamnya padahal di sana mungkin sepersepuluhnya dari yang kita miliki ini ndak ada. Tetapi, begitu konflik yang berkaitan dengan suku, etnis, menyelesaikannya yang sangat sulit sekali.

Inilah pemahaman-pemahaman yang harus diberikan kepada masyarakat bahwa yang namanya persatuan dan kesatuan itu sangat-sangat penting sekali.

Jangan sampai nanti tiga calon ini (Capres) sudah terpilih satu, sudah ngopi-ngopi bareng, makan-makan bersama bareng, yang di bawah masih ribut, jangan. Karena setiap lima tahun pasti ada terus proses demokrasi ini.

Marilah kita terus merawat kerukunan kita, merawat toleransi kita, memperkokoh ukhuwah Islamiyah kita, memperkokoh ukhuwah wathaniyah kita, memperkokoh ukhuwah insaniyah kita agar bangsa ini dapat menjadi bangsa yang bersatu, bangsa yang maju, bangsa yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur.

Tadi mengenai apa yang disampaikan bapak ketua umum mengenai lahan, tadi saya sudah bisik-bisik “kita urus lagi, Pak”. Saya kan tidak mengikuti, mestinya kalau sudah perintah itu mestinya sudah beres gitu, kan kita enggak mengikuti semua hal. Masa sampai dari Sabang sampai Merauke kita enggak mungkin tahu semuanya yang namanya Presiden, enggak mungkin.

Negara ini negara gede sekali. Saya pernah terbang dari Aceh sampai ke Papua (penerbangan) 9 jam 15 menit, itu kalau dari London bisa melewati 7 sampai 8 negara sampai di Istanbul, Turki. (Penerbangan) 9 jam 15 menit.

Ini negara sangat besar sekali, dengan keragaman juga yang sangat banyak dan kompleks. Jangan sampai masalah-masalah yang ada, setiap masalah yang ada, di daerah itu sudah ada Wali Kota, sudah otonomi, diberi otonomi. Sudah ada Gubernur, di beri otonomi. Jangan semuanya di tarik ke pusat. Mestinya dalam bekerja seperti itu.

Ada yang mau sepeda? Saya kira enggak ada yang mau.

Ya, Pak maju. Iya, maju. Iya, maju, ini. Yang saya tunjuk, yang saya tunjuk saja, maju.

Presiden RI:
Coba dikenalkan. Dikenalkan nama.

Peserta-1:
Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Perkenalkan nama saya Khairul Amri Manurung, Dai Desa Madani Permusi yang ditugaskan di Desa Airjoman, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara.

Presiden RI:
Ustad Khairul?

Peserta-1:
Siap, Pak.

Presiden RI:
Ustad Khairul. Pertanyaannya apa ya? Nama ikan gampang banget.

Sebutkan tadi saya menyinggung Afrika. Sebutkan, sebutkan satu saja negara di Afrika.

Peserta-1:
Negara, negara Afrika?

Presiden RI:
Negara di Afrika, satu saja.

Peserta-1:
Negara Afrika, Pak Presiden.

Presiden RI:
Iya, iya.

Peserta-1:
Afrika, negara Pak Presiden.

Presiden RI:
Negara, satu negara di Benua Afrika. Banyak sekali negara di Benua Afrika itu, (sebutkan) satu saja.

Peserta-1:
Afrika Selatan.

Presiden RI:
Iya betul, sudah. Afrika Selatan betul yang dimaksud.

Ini kadang-kadang meskipun beliau ini Dai kadang-kadang masuk kesini semuanya di sini hilang semuanya. Tadi yang dimaksud Afrika Selatan, betul. Saya enggak bawa sepeda tetapi besok insya Allah sudah sampai kesini.

Peserta-1:
Pak Presiden, minta foto.

Presiden RI:
Sudah dapat sepeda, dapat foto lagi.

Di catat dulu namanya, besok sepedanya biar sampai.

Ya sudah, satu lagi. Sebentar. Iya, ibu-ibu, ibu-ibu itu, iya.

Silakan dikenalkan dulu.

Peserta-2:
Perkenalkan.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Perkenalkan, nama saya Sinta Sobariah dari Jawa Barat, Garut.

Presiden RI:
Tadi ibu siapa?

Peserta-2:
Dengan Sinta Sobariah.

Presiden RI:
Dengan mbak Sinta.

Pertanyaannya. Saya malah yang bingung saya ini, saya tanyakan apa sebentar.

Apa? Sebentar.

Ibu Kota Baru namanya, Ibu Kota Baru Indonesia namanya? Ibu Kota Baru Indonesia namanya? Ibu Kota Baru Indonesia namanya?

Bukan Ibu Kota Garut. Ibu Kota yang baru dari negara kita Indonesia yang sedang di bangun.

Peserta-2:
Ibu Rosita, Ibu Rosita. Ibu siapa? Bapak Ustad Dana. Ibu Nusantara.

Presiden RI:
Enggak, gini, sekali lagi kalau di sana bisa tetapi begitu sudah ke panggung itu hilang semua. Saya juga sering mengalami.

Peserta-2:
Ibu Nusantara.

Presiden RI:
Iya betul. Ibu Kota Nusantara, betul.

Sini, sudah.

Sudah, saya kira sudah. Sudah dua (peserta).

Sudah, satu lagi di jawab, sebentar. Harus bisa jawab.

“Jauh di mata dekat di hati”.

Yang kesini harus bisa jawab.

“Jauh di mata dekat di hati”.

Ayo dari Papua.

Dari mana Ustad? Iya, perkenalkan. Silakan.

Peserta-3:
Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Nama saya Hamka Yeli Pele. Hamka Yeli Pele. Hamka Yeli Pele.

Presiden RI:
Hamka Yeli Pele.

Peserta-3:
Dari Papua pegunungan.

Presiden RI:
Papua pegunungan di mana? Di Wamena? Di Nduga?

Peserta-3:
Siap, di Wamena.

Presiden RI:
Di Wamena. Ya, saya pernah kesana empat kali, ke Wamena.

Langsung di jawab Ustad.

“Jauh di mata, dekat di hati”.

Peserta-3:
Pak Jokowi. Ir. Joko Widodo.

Presiden RI:
Bukan itu, bukan itu.

“Jauh di mata, dekat di hati”.

Peserta-3:
Pak Jokowi, tetap. Tetap jawabannya sama, Pak.

Presiden RI:
Ya menurut Ustad mungkin benar tetapi yang saya inginkan bukan itu. Tetapi enggak apa-apa, saya beri sepeda sudah.

“Minta foto. Tetapi, HP saya ketinggalan”.

Baiklah. Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan. Dan, dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, pada sore hari ini secara resmi saya buka Jambore Nasional Dai Desa Madani Parmusi Tahun 2023.

Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.