Peresmian Pembukaan Kongres XII Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Hikmahbudhi) Tahun 2024
Selamat sore,
Namo buddhaya.
Yang Mulia Bhikkhu Sangha;
Yang saya hormati para Menteri, Panglima TNI, Kapolri, (Pj.) Gubernur DKI Jakarta;
Yang saya hormati Ketua Umum Hikmahbudhi Adinda Wiryawan beserta seluruh jajaran Pengurus, para Senior Hikmahbudhi;
Yang saya hormati seluruh Kader Hikmahbudhi dari seluruh tanah air Indonesia; Yang saya hormati Adinda Rekan-rekan Cipayung Plus yang juga hadir;
Bapak-Ibu, Hadirin, Undangan yang berbahagia.
Tadi Adinda Wiryawan banyak memuji-muji saya. Saya masih menebak-nebak tujuannya ke mana. (Presiden bergurau)
Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,
Sudah sering saya sampaikan bahwa Indonesia negara kita ini memiliki peluang besar, memiliki potensi besar untuk menjadi negara maju saat puncak bonus demografi di tahun 2030-an. Saat itulah kesempatan kita, saat 68 persen penduduk Indonesia ini berada di usia produktif, dan ini adalah kesempatan langka. Biasanya dalam satu peradaban sebuah negara, hanya diberi kesempatan sekali untuk melompat menjadi negara maju. Saya sering memberikan contoh: negara-negara di Amerika Latin yang tahun ‘50-an, tahun ‘60-an, tahun ‘70-an sudah menjadi negara berkembang, tapi tidak bisa menggunakan kesempatan yang diberikan kepada mereka sehingga sampai saat ini mereka juga tetap, masih menjadi negara berkembang, bahkan ada beberapa yang sudah kembali menjadi negara miskin. Kalau negara, yang sering saya sampaikan untuk contoh: Afrika Selatan.
Tahun 2015, 63 persen penduduk di Afrika Selatan itu berusia produktif. Artinya bonus demografinya di tahun 2015, tapi yang terjadi justru 25 persen penduduknya menganggur, pengangguran tahun 2015, dan tahun 2021 naik lagi penganggurannya menjadi 33 persen. Inilah contoh.
Yang berhasil: Korea Selatan. Di tahun ’87, mereka sudah memiliki income per capita kira-kira USD3.500, dan melompat di tahun ’95 sudah menjadi high-income country, yaitu berada di USD11.800 income per capita-nya. Artinya dia sudah masuk pada negara maju. Karena apa? Kualitas SDM lewat pendidikan dan training yang mereka lakukan berhasil
Kita juga ingin seperti itu, ingin menjadi negara maju, melihat yang gagal dan melihat yang berhasil, kenapa gagal dan kenapa berhasil. Dan kita harapkan Indonesia Emas itu betul-betul terjadi di 2045 yang akan datang.
Kesempatannya ada, tetapi tantangan-tantangannya juga tantangan-tantangan yang tidak ringan. Kalau hitung-hitungan dari World Bank, dari IMF, dari OECD, dari McKinsey, kita menghitung sendiri juga, mestinya insya Allah bisa, tapi sekali lagi dengan konsistensi stabilitas politik yang baik, tidak gonta-ganti program, tidak gonta-ganti acara, dan momentum transformasi itu sudah kelihatan.
Kalau kita melakukan sesuatu dan ditentang oleh negara-negara lain, nah itu. Hilirisasi misalnya, tadi sudah disampaikan oleh Adinda Wiryawan, hilirisasi itu memunculkan nilai tambah yang berlipat-lipat. Tetapi ini digugat oleh Uni Eropa di WTO dan, maaf, kita kalah, bukan menang, (melainkan) kalah kita.
Kita banding lagi, ya kita hadapi. Saya yakin kita mungkin akan kalah lagi. Tetapi industrinya sudah jadi. Kita mundur-mundur enggak apa-apa, mundur-mundur, (tetapi) industri nikel sudah jadi, industri EV battery sudah jadi, industri mobil listrik sudah jadi.
Memang membangun sebuah industri, membangun sebuah manufacturing itu butuh waktu.
Enggak tahu apakah ada banding yang kedua. Kalau ada (gugatan lagi), banding lagi. Pokoknya jangan mundur sambil industrinya segera dbangun.
Coba dilihat, di 2014 ekspor kita, saat kita mengekspor dalam bentuk mentahan, itu hanya USD2,1 billion. Artinya Rp30 triliun. Kemudian karena kita sekarang sudah bisa membangun industri nikel, ekspor tahun 2022 kemarin USD33 billion. Artinya hampir Rp500 triliun. Coba, berapa kali lipat nilai tambah yang kita dapatkan?! Berapa kali lipat pajak yang kita dapat, PNBP yang kita dapat, bea ekspor yang kita dapat, royalti yang kita dapat untuk pendapatan negara?!
Freeport misalnya—ini nikel—tembaga sekarang Freeport. Sebelumnya kita memiliki saham di situ hanya 9 persen. Kemudian kita ambil alih dengan negosiasi, sekarang sudah mayoritas menjadi 51 persen. Artinya Freeport itu bukan milik Amerika lagi, (melainkan) sudah milik Indonesia, milik negara kita. Jadi, jangan punya ada bayangan di sini, “Freeport itu Amerika,” sudah Indonesia. Sebentar lagi akan kita tambah menjadi 61 persen.
Dan pendapatan Freeport sekarang ini 70 persen itu masuk ke negara, 70 persen. Begitu kita naikkan lagi (saham kita) menjadi 61 persen nantinya, 80 persen (pendapatannya) akan masuk ke negara.
Inilah proses-proses, tetapi untuk mendapatkan hal seperti itu, sekali lagi, tantangannya besar, tantangannya tidak mudah, butuh nyali, butuh keberanian.
Kadang, yang saya kadang-kadang, “Ini kok di dalam negeri, kita mengambil alih seperti ini, enggak ada yang mendukung? Diam-diam saja, malah kadang sebagian mem-bully.”
Tapi saya sudah terbiasa dihina, difitnah, dicaci maki, diejek. Ya saya terus saja. Kalau saya yakini benar, saya akan terus. Jadi, kalau kita konsisten hilirisasi, kemudian digitalisasi, masuk ke ekonomi hijau, kita konsisten terus ke arah itu, saya yakin Indonesia Emas di tahun 2045 itu bukan sesuatu yang sulit kita dapatkan.
Dan kita tahu, ke depan tantangan-tantangan itu semakin berat, gelombang disrupsi teknologi semakin kencang, kita tahu hampir setiap hari ada barang-barang baru: big data analytics, AI, machine learning, stem cell, bioteknologi, robotics, semuanya muncul terus-menerus. Satu belum selesai kita pelajari, muncul yang lain.
Dan juga tantangan yang kita hadapi: rivalitas dan geopolitik yang sulit kita hitung, sulit kita kalkulasi. Kita tahu perang masih terjadi di Ukraina, di Gaza, di Yaman. Dan juga kebijakan proteksionis global, yang dulu semua terbuka, semua mengajak masuk ke globalisasi, tapi sekarang sudah kebalik lagi, semua memproteksi entah dengan embargo, entah dengan sanksi restriksi, semuanya. Dan kalau kita hitung (dari) 2014 masuk ke 2023, sudah naik tiga kali. Negara-negara ini menjadi proteksionis dengan penggunaan fiskal dalam perang.
Kita tahu juga tantangan perubahan iklim yang semakin masif, dan ini juga sama, sulit dihitung, sulit dikalkulasi. Kita tahu kita di tiga tahun yang lalu, misalnya urusan beras, kita masih bisa minta. Tapi begitu ada El Nino, kekeringan panjang, kemudian hujan ekstrem yang sangat deras sekali, semuanya menurunkan produktivitas pertanian kita sehingga mau tidak mau, karena ini urusan perut rakyat, kita harus mengimpor beras.
Tetapi sekarang mengimpor beras juga tidak semudah lima atau sepuluh tahun yang lalu karena semua negara juga ingin memegang stok berasnya sendiri, tidak mau menjual karena untuk menyelamatkan rakyatnya sendiri. Kita tahu 19 negara sekarang ini telah (menyetop,) mengurangi, dan lima negara menyetop total ekspor berasnya sehingga negara-negara dengan penduduk besar kesulitan, banyak yang mengalami kesulitan dalam mencari pangan untuk rakyatnya.
Dan kita tahu potensi krisis itu sekarang ada di mana-mana, di hampir semua negara. Negara-negara maju terutama sekarang ini betul-betul berada pada tantangan itu, negara-negara besar di dunia. Jerman misalnya, probabilitas untuk mengalami resesi sudah di angka 72 persen. Kemarin kita tahu Jepang masuk resesi, Inggris masuk resesi.
Tantangan-tantangan seperti itu yang kadang-kadang kita tidak sadar karena kita masih berada pada posisi normal. Uni Eropa, probabilitas untuk masuk ke resesi 60 persen. Dan Indonesia, alhamdulillah, kita patut bersyukur, berada di angka 1,5 persen probabilitas resesinya.
Saya menaruh harapan besar pada generasi muda, pada mahasiswa buddhis Indonesia, pada himpunan mahasiswa yang berorientasi pada kebangsaan, yang selalu menjaga persatuan, yang selalu menjaga Pancasila, yang selalu menjaga NKRI karena itulah kunci. Kekompakan ini akan membawa negara kita melompat menjadi negara maju.
Itu saja yang ingin saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini. Dan dengan memohon anugerah Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, pada sore hari ini secara resmi Kongres XII Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia Tahun 2024 saya nyatakan resmi dibuka.