Peresmian Pembukaan Kongres XXII Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)

Jumat, 5 Juli 2019
Britama Arena, Kelapa Gading, Jakarta

Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Shalom,
Om swastiastu,
Namo Budhaya,
Salam kebajikan,

Yang saya hormati para menteri Kabinet Kerja yang hadir, pak Mendikbud, Pak Menseskab.

Yang saya hormati Ketua Umum PGRI Ibu Prof. Dr. Unifah Rosyidi, serta seluruh jajaran pengurus besar PGRI baik di pusat maupun Bapak/Ibu pengurus PGRI daerah dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, serta seluruh Bapak/Ibu guru dari seluruh Indonesia.

Hadirin undangan yang berbahagia,
Tadi sudah saya sampaikan dan saya tahu bahwa Kongres PGRI yang hadir kali ini dihadiri oleh para peserta yang datang dari seluruh pelosok Indonesia. Ada yang dari Sumatra? Kok sedikit, oh banyak. Ada yang dari Kalimantan? Ada. Ada yang dari Maluku-Papua? Kok dikit, mana? Oh banyak. Ada yang dari Nusa Tenggara dan Bali? Ada yang dari Pulau Jawa? Kok banyak?

Bapak/Ibu sekalian yang saya hormati, dari? Sulawesi? Ya betul. Aduh, karena pulau kita itu 17 ribu jadi kalau ada keselip itu mohon dimaafkan. Dari? Tadi dari Nusa Tenggara dan Bali gitu kok. Yang belum dari mana lagi? Sudahlah, yang jelas wilayah yang tadi saya sampaikan sudah mewakili.

Bapak/Ibu guru yang saya hormati, hadirin undangan yang berbahagia,
Kita semuanya tahu PGRI lahir dalam kancah perjuangan bangsa. PGRI telah berjasa mengisi kemerdekaan melalui pendidikan, yang sering saya sampaikan dan terus akan saya sampaikan, dan melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional.

Saya juga paham bahwa PGRI turut hadir dalam memperkokoh persatuan dan keberagaman. Tolong ini juga selalu diingatkan kepada para murid, para siswa, bahwa negara ini negara besar. Jadi perlu diingatkan sejak dini, sejak awal. Tidak ada negara di dunia ini yang semajemuk Indonesia. Enggak ada.

Di mana ada negara yang sukunya ada 714, bahasa daerahnya ada 1.100 lebih. Di mana? Beda-beda semua. Saya pernah diingatkan, saya cerita kosong sedikit, pernah diingatkan oleh Presiden Ashraf Ghani, ini Presiden Afghanistan, dan juga ibu negaranya, Ibu Rula Ghani. Datang ke sini 3 kali, bu Rula Ghani 2 kali, Presiden Ashraf Ghani sekali, saya datang ke sana sekali. Apa yang diingatkan beliau? “Presiden Jokowi, hati-hati negaramu. Negara besar dengfan penduduk yang sudah 269 juta. Hidup di 17 ribu pulau dan sukunya berbeda-beda, agamanya berbeda-beda, bahasa daerahnya berbeda-beda. Hati-hati,”

Bu Rula Ghani menyampaikan, “Saya ingat 40 tahun yang lalu Afghanistan, negara lain belum mengendarai mobil. Di Afghanistan, Megara dengan deposit minyak, gas dan emas termasuk terbesar di dunia, kemana-mana orang sudah naik mobil. Saya dari kota ke kota. Provinsi ke provinsi enggak ada masalah. Tetapi begitu ada konflik 2 suku menyebabkan perang. Membawa kawan dari luar, bawa kawan dari luar, 40 tahun enggak selesai. Apa yang terjadi?” Bu Rula Ghani betul-betul menangis saat itu menyampaikan pada saya yang paling dirugikan ada dua. Satu, wanita karena enggak bisa ke mana-mana hanya di rumah. Yang kedua, anak-anak karena tidak bisa sekolah. Kok ditepuki, enggak bisa sekolah?

Ibunya enggak bisa kemana-mana, anaknya tidak bisa sekolah. Bahkan beliau menyampaikan, “Presiden Jokowi, sekarang kita bisa naik sepeda saja sudahalhamdulillah kami syukuri sekali. Itu pun juga sulit.” Betapa yang namanya konflik itu kalau sudah terjadi bisa sudah 40 tahun enggak selesai-selesai.

Bom setiap 2 hari, setiap 3 hari. Waktu saya ke sana 2 sehari sebelumnya bom, 103 orang meninggal. Mau turun, 3 jam sebelumnya sama, bom, 5 orang tewas dan ratusan luka-luka. Apa yang bisa kita petik dari ucapan yang beliau sampaikan berdua, baik presiden maupun ibu negara Afghanistan? Sekali lagi, hati-hati urusan yang berkaitan dengan keberagaman. Ini sudah sunnatullah, sudah hukum Tuhan bahwa kita memang, di Indonesia ini diciptakan beragam dan sangat beragam tidak seperti negara lain. Afganistan ini hanya 9 suku, kita-kita? Oh, 7 suku, Afghanistan hanya 7 suku, kita ini 714, Bapak/Ibu bisa bayangkan di sana hanya 7, kita 714.

Tolong ini betul sering diingatkan kepada para siswa, para murid, sehingga muncul sebuah toleransi yang dimulai dari bawah, antara anak yang beda agama, antar anak yang beda suku, bayangkan 40 tahun sampai sekarang belum selesai, dan sulit menyelesaikan, kita ini sudah, mungkin kita undang mungkin berapa mungkin seingat saya sudah 4 kali untuk kita ikut cawe-cawe menyelesaikan karena kita enggak punya kepentingan apa-apa dan mereka senang kalau Indonesia yang ikut menyelesaikan, tapi juga, kalau sudah kejadian seperti itu betapa sangat sulitnya untuk mempersatukan kembali, 40 tahun sudah, karena sudah pada sakit semuanya. Yang sini sakit, yang sana juga sakit. Sudah sulit sekali, dan berceceran dimana-mana, pemimpinnya ada yang di Pakistan, ada yang di Dubai, ada yang masih di Afghanistan juga. Seperti itulah saya kira pengalaman yang diceritakan langsung oleh Presiden Ashraf Ghani dan Ibu Rula Ghani.

Inilah sekali lagi bahwa PGRI turut hadir dalam memperkokoh persatuan dalam keberagaman. Memiliki perwakilan di seluruh wilayah provinsi, kabupaten, dan kota, seluruh kecamatan bahkan sampai ke desa-desa. Ini berperan sentral dalam membentuk karakter bangsa merajut persatuan dan merajut kesatuan negara kita Indonesia.

Tolong sering, saya tahu bapak dan ibu semua adalah tokoh-tokoh di daerah atau wilayahnya masing-masing. Tadi yang disampaikan Presiden Afghanistan dan Ibu Negaranya sering diingatkan juga ke lingkungan kita. karena sedih kadang-kadang urusan pilihan Bupati, pilihan walikota, pilihan gubernur, pilihan presiden, jadi enggak saling sapa antar tetangga, enggak saling ngomong antar teman, moga-moga enggak ada di PGRI, enggak ada? Alhamdulillah.

Ini proses yang setiap 5 tahun itu ada, ya masa setiap lima tahun mau kita enggak saling sapa, 5 tahun lagi enggak saling ngomong lagi nanti ada pilpres lagi, kapan kedewasaan berpolitik kita? kapan kematangan dalam berpolitik kita? biasa itu setiap 5 tahun, saya itu sudah mengalami 6 kali, pilihan Walikota dua kali, pilihan Gubernur sekali tapi sebenarnya dua kali karena dua putaran. Pilpres dua kali, jadi hafal betul politik lokal, politik provinsi, politik nasional. Politik ya seperti itu, jangan kebawa terlalu dalam Bapak/Ibu dan Saudara-saudara semuanya jangan sampai. Tapi kalau PGRI enggak, karena ini adalah organisasi profesi.

Saya menyaksikan perkembangan PGRI yang luar biasa. Terima kasih kepada Ibu Unifah Rosyidi yang telah melakukan banyak hal positif yang terus memperjuangkan dan membela hak-hak guru. Setiap ketemu pasti yang disampaikan ada saja. Yang tidak membeda-bedakan guru baik negeri, swasta, ataupun guru honorer.

Saya tahu kita semua telah serius meningkatkan mutu pendidikan dengan mendorong profesionalisme para guru. Sekali lagi, saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Ketua Umum beserta seluruh jajaran pengurus PGRI.

Bapak/Ibu sekalian yang saya hormati,
Pembangunan infrastruktur lima tahun kemarin telah kita mulai, telah kita kerjakan. Infrastruktur itu tidak hanya urusan ekonomi, yang sering saya sampaikan. Membangun tol, membangun jalan, membangun pelabuhan, membangun airport itu bukan hanya urusan ekonomi, bukan hanya urusan masalah transportasi, urusan logistik.

Dengan adanya infrastruktur ini juga akan memberikan semakin kuatnya persatuan antaranak bangsa. Karena dari Aceh sampai Papua bisa tersambung, antardaerah bisa terhubung. Inilah infrastruktur yang mempersatukan negara kita yang sudah sangat beragam dan tersebar di 17 ribu pulau.

Enggak ada juga negara yang memiliki pulau sebanyak Indonesia ini. Enggak ada. Semuanya memerlukan listrik, semuanya memerlukan pelabuhan, baik besar kecil maupun sedang. Semuanya memerlukan infrastruktur untuk air bersih, semuanya. Betapa manajemen negara kita ini tidak mudah. Tantangan-tantangan yang kita hadapi adalah tantangan-tantangan yang besar karena memang kita adalah negara besar.

Sekarang ini dalam lima tahun ke depan kita sudah menetapkan bahwa pembangunan kualitas sumber daya manusia adalah prioritas pembangunan nasional. Artinya Bapak/Ibu semuanya berperan sentral dalam melaksanakan program pembangunan sumber daya manusia ini. Kualitas SDM di semua jenis profesi harus ditingkatkan secara signifikan. Kualitas SDM di usia remaja juga harus ditingkatkan secara signifikan, sehingga kita mampu menghadapi dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berubah begitu sangat cepatnya.

Oleh karena itu, tujuan pendidikan kita tidak lagi hanya mencetak siswa yang berpengetahuan, tetapi juga siswa yang berketerampilan, memiliki skill, dan juga berkarakter. Pendidikan Pancasila misalnya tidak cukup hanya memberikan pengetahuan Pancasila kepada siswa. Tetapi yang lebih penting lagi adalah membentuk karakter dan kepribadian Pancasila pada tiap-tiap diri siswa, tiap-tiap murid, yang kita miliki.

Pendidikan kita juga harus mampu memberikan bekal keterampilan, bekal skill, kepada siswa yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Ketika pembangunan SDM menjadi prioritas paling utama, sekali lagi, peran guru akan semakin sentral, semakin utama, dan semakin strategis. Hati-hati mengenai ini. Guru harus menjadi agen transformasi penguatan SDM kita, menjadi agen transformasi dalam membangun talenta-talenta bangsa.

Bapak/Ibu guru dan seluruh anggota PGRI yang saya hormati,
Transformasi pendidikan dan transformasi proses belajar-mengajar harus terus dilakukan. Proses belajar-mengajar harus menggembirakan baik guru maupun siswa, baik guru maupun murid dan dilakukan secara efisien dan mudah. Ini, saya kira ruang kelas bukanlah satu-satunya tempat belajar. hati-hati sekarang sudah bergerak kemana-mana, sekali lagi ruang kelas bukanlah satu-satunya tempat belajar. Dunia virtual adalah kampus kita, bisa belajar dari sana. Google adalah perpustakaan kita, bisa menjadi perpustakaan kita. Wikipedia adalah ensiklopedi kita, bisa cari apa saja, Kindle, buku elektronik adalah buku pelajaran kita dan masih banyak media digital lainnya. Kita kan sering terkaget-kaget, anak-anak muda, anak-anak kita mampu belajar secara mandiri. Mereka bisa tahu jauh lebih banyak hal melalui bantuan teknologi itu.

Oleh sebab itu peran guru harus lebih dari mengajar, sekarang ini. Peran guru harus lebih dari mengajar, tetapi juga mengelola belajar siswa, mengarahkan belajar siswa karena mereka bisa belajar di mana-mana. Kalau tidak ada yang mengarahkan berbahaya sekali. Sekarang buka apa saja didalamnya ini ada semuanya. Hati-hati.

Guru dituntut lebih fleksibel, guru dituntut lebih kreatif, guru dituntut lebih menarik dan lebih menyenangkan siswa. Hati-hati, ini harus mulai kita lihat perubahan teknologi dan perubahan zaman yang ada.

Namun, guru tetaplah guru. Guru tidak bisa digantikan oleh mesin secanggih apapun. Enggak bisa! Banyak yang menyampaikan, nanti karena ada online, karena ada IT akan…, enggak! Enggak akan bisa tergantikan.

Saya percaya guru adalah profesi mulia pembentuk karakter anak bangsa dengan budi pekerti yang luhur, dengan toleransi, dan nilai-nilai kebaikan. Guru lah yang menumbuhkan empati sosial, membangun imajinasi, membangun kreativitas serta mengokohkan semangat persatuan dan semangat kesatuan.

Di sinilah letak strategis PGRI dalam membangun pendidikan sekaligus sumber daya manusia, sekaligus SDM yang berkualitas dan tetap menjadi organisasi profesi yang dapat mewujudkan visi, misi, dan program-programnya secara profesional.

Mengenai organisasi profesi tadi sudah dicatat oleh Pak Menteri Sekretaris Kabinet. Yang lain tadi juga sudah dicatat. Kalau ada solusi, ada jalan, untuk menuju ke yang tadi disampaikan Ibu Ketua Umum saya kira akan dicarikan.

Termasuk menyebarluaskan pesan-pesan moral kesatuan dan persatuan bangsa di bawah panji-panji NKRI. Inilah yang kita harapkan juga dari peran PGRI.

Akhirnya dengan mengucap Bismillahirahmanirrahim, Kongres ke-XXII PGRI saya nyatakan dibuka.

Saya ucapkan selamat berkongres, semoga dunia pendidikan Indonesia semakin maju, guru semakin profesional dan sejahtera.

Jayalah Indonesiaku, Indonesia kita.

Terima kasih.

Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh

Om Shanti Shanti Shanti Om