Peresmian Pembukaan Orientasi dan Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Bagi Anggota DPR-RI dan DPD-RI Terpilih Periode 2019-2024

Senin, 26 Agustus 2019
Hotel Bidakara, Jakarta

Bismillahirahmanirrahim,

Assalamualaikum Warahmatulah Wabarakatuh,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Shalom,
Om Swastiatu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan,

Yang saya hormati Ketua DPR-RI, Ketua DPD-RI dan seluruh Wakil Ketua MPR yang hadir,
Para Menteri Kabinet Kerja,
Yang saya hormati Yang Mulia seluruh anggota DPR-RI dan DPD-RI Periode 2019-2024 yang hadir di pagi hari ini,
Yang saya hormati seluruh pimpinan partai-partai politik yang hadir,
Bapak/Ibu seluruh jajaran Lemhanas, utamanya Bapak Gubernur Lemhanas yang memiliki acara di pagi hari ini,

Bapak/Ibu tamu undangan yang berbahagia,
Pagi hari ini saya mungkin tidak ingin berbicara yang berkaitan dengan nilai-nilai kebangsaan. Itu nanti saya kira akan lebih detail disampaikan oleh yang lain, terutama dari Lemhanas.

Saya ingin mengingatkan bahwa tantangan yang kita hadapi sekarang ini semakin berat. Menghadapi revolusi industri jilid keempat, menghadapi era disrupsi yang kita semuanya juga sudah tahu, menghadapi tantangan global, tantangan ekonomi global yang setiap jam, setiap hari, setiap minggu berubah-ubah, tanpa arah yang jelas, tanpa kepastian yang jelas.

Hari ini misalnya kita baru berbicara Brexit, besok sudah pindah lagi pada perang dagang, besok lagi sudah berbicara lagi masalah peso yang juga mempengaruhi mata uang seluruh dunia. Hal-hal seperti ini yang menyebabkan kita harus bekerja lebih cepat, memutuskan lebih cepat, dan responsif terhadap perubahan-perubahan yang ada karena hampir semua negara sekarang ini berkompetisi baik dalam memperebutkan investasi, teknologi, pasar, dan semua negara ingin menjadi pemenang. Siapa yang menjadi pemenang? Menurut saya negara yang cepat, bukan negara yang besar, tetapi negara yang cepat. Selalu saya sampaikan negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lamban, sudah.

Dan juga di dalam negeri tantangan yang kita hadapi. Semua negara juga sama sekarang ini menghadapi intoleransi, menghadapi radikalisme, menghadapi terorisme. Ini juga yang kita hadapi di negara kita Indonesia.

Oleh sebab itu, sekali lagi, kita membutuhkan strategi-strategi baru dalam bernegara. Kita membutuhkan cara-cara baru dalam bernegara. Harus lebih cepat, sehingga dalam hal ini saya mengajak dalam membuat regulasi-regulasi nantinya juga kecepatan itu sangat kita perlukan karena tanpa sebuah kecepatan dalam membikin regulasi, ya kita akan ditinggal oleh revolusi industri jilid keempat, oleh teknologi baru yang selalu bermunculan setiap hari.

Dalam setiap summit, setiap konferensi internasional, dalam setiap pertemuan di G20, di APEC, di ASEAN Summit kita ini selalu berbicara. Kepala negara, kepala pemerintahan, raja yang datang, selalu berbicara regulasi yang ketinggalan dengan perubahan teknologi.

Terakhir, misalnya di G20. Kita berbicara masalah pajak digital. Barangnya sudah bergerak 2-3 tahun yang lalu, tapi regulasinya hampir semua negara ini belum ada, termasuk di kita juga. Sehingga kecepatan-kecepatan di dalam membuat undang-undang, membuat peraturan itu sangat diperlukan dan semua itu membutuhkan sebuah ekosistem politik, ekosistem hukum, dan ekosistem sosial yang kondusif yang mendukung adanya kecepatan yang tadi saya sampaikan.

Saya ingin, mohon maaf, saya melihat dan kita ingin semuanya nantinya setiap regulasi itu bisa dikerjakan dengan cepat. Tetapi mohon maaf, mohon maaf, mohon maaf, saya lihat masih dalam urusan yang berkaitan dengan regulasi, kita ini memakai pola lama yang sudah berpuluh-puluh tahun tidak pernah kita rubah.

Sejak zaman Orde Baru sampai sekarang, yang namanya membuat Undang-Undang itu masih bertele-tele kita ini, mohon maaf, saya merasakan. Wadim dulu, kemudian pembahasan dua kali masa sidang, kemudian ada kunker, kemudian ada studi banding di dalam maupun di luar negeri, bagaimana kita bisa cepat kalau ini masih kita teruskan?

Jika masalah penganggaran dimulai dengan nota keuangan yang kita bacakan di 16 Agustus, kemudian ada pembahasan Menteri Keuangan di paripurna, dibalikin lagi ke Komisi dan Badan Anggaran, step-stepnya balik lagi ke Paripurna, kemudian pandangan fraksi-fraksi. Saya melihat, mohon maaf, apakah tidak bisa kita evaluasi agar lebih cepat? Tanpa mengurangi ketelitian, kecermatan kita dalam membuat setiap Undang-Undang sehingga kualitasnya juga akan semakin detail dan semakin baik. Apakah hal-hal seperti yang saya sampaikan tidak bisa kita… yang membuat kita sendiri kok. Kenapa kita enggak merubah yang cepat?

Juga yang saya lihat misalnya, ini kalau sudah perpindahan seperti ini, RUU yang belum selesai di periode sebelumnya, seharusnya kan bisa carry-over secara otomatis pada DPR periode berikutnya. Yang saya tahu, ini enggak bisa. Karena mestinya yang bertanggung jawab kan lembaganya, sehingga bisa diteruskan di periode yang selanjutnya agar kita tidak kehilangan waktu.

Mohon maaf, mohon maaf, ini mengingatkan saja kepada kita semuanya agar kita ini bisa bekerja lebih cepat karena tadi yang saya sampaikan.

Sekarang ini fleksibilitas, kecepatan memutuskan, kecepatan kita bertindak itu sangat menentukan sekali berjalan tidaknya lompatan-lompatan yang akan dilakukan oleh negara kita Indonesia.

Dan juga mohon maaf, sekarang urusan income atau pendapatan Anggota DPR kan juga sudah lebih besar dari menteri, bahkan lebih besar dari Presiden. Maaf kalau saya keliru. Benar? Benar. Kalau keliru coba nanti saya hitung lagi, mestinya yang saya sampaikan ini benar. Pak Ketua benar? Benar, Pak Ketua sudah gini, benar Pak.

Jadi sekali lagi, marilah kita bekerja menghadapi tantangan-tantangan yang sudah berbeda, tidak seperti yang lalu-lalu.

Oleh sebab itu, terkait dengan fungsi legislasi Bapak/Ibu sekalian, regulasi kita ini terlalu banyak dan menjerat kita sendiri, menghambat kita sendiri. Padahal yang membuat juga kita-kita kan? Kenapa enggak dibuat sesimpel mungkin dan sesederhana mungkin sehingga eksekutif ini bisa berjalan lebih cepat, dan cepat memutuskan, fleksibel terhadap perubahan-perubahan yang ada.

Sehingga perlu saya sampaikan, kita sekarang ini butuh deregulasi besar-besaran. Kita butuh deregulasi besar-besaran. Penyederhanan dan konsistensi di dalam membuat regulasi yang orientasinya semuanya harus hasil. Output, outcome, orientasinya ke sana semuanya.

Jangan sampai kita ini masih seperti dulu-dulu. Targetnya membuat Undang-Undang sebanyak-banyaknya. Menurut saya sudah tidak relevan. Menurut saya, membuat undang-undang enggak usah banyak-banyak, tetapi yang dibutuhkan rakyat, dan itu memberikan fleksibilitas yang cepat terhadap eksekutif dalam bekerja.

Ini saya ceritakan di mana-mana, mohon maaf, 18 tahun yang lalu, dan sering saya sampaikan dan akan saya ulang-ulang terus. Delapan belas tahun yang lalu, saya investasi di Uni Emirat Arab, di Dubai. Saya datang di kantor pusat perekonomian, datang bawa syarat ke sebuah meja. Saya berikan syarat itu, ”Ini,” cek sebentar, saya disuruh tanda tangan. “Bapak pergi ke kantor sebelah, kira-kira 50 meter.” Saya datang ke sana, ternyata kantor notariat. Di situ sudah online, itu sudah 17-18 tahun yang lalu. Saya tanda-tangan lagi. “Bapak kembali ke meja tadi,”. Saya balik ke meja yang awal saya datang, izin semuanya sudah komplet. Tidak ada 30 menit saya di situ.

Kita bisa bangun pabrik, gudang, showroom, kantor, semuanya bisa. Tidak ada 30 menit. Itu di Dubai, Uni Emirat Arab, 17-18 tahun yang lalu. Di sini, karena aturan kita yang begitu sangat banyak, coba tanya investor yang ngurus pembangkit listrik, 6 tahun lebih baru selesai. Bagaimana kita bisa melompati negara-negara lain kalau hal-hal seperti ini masih kita biarkan? Enam tahun! Izinnya? 259 izin, 5 tahun yang lalu, 259 izin yang harus kita peroleh. Sudah kita potong jadi 58 izin, itu pun masih bertahun-tahun.

Saya selalu sampaikan kepada menteri, jangan lagi urusan tahun, saya enggak mau, urusan bulan pun saya enggak mau, urusan minggu pun saya enggak mau. Kita berbicara urusan jam. Sekarang ini sudah urusannya teknologi. Kalau masih kita seperti itu, sampai kapan pun negara ini enggak akan keluar, kita akan terjebak nanti pada middle income trap kalau kita enggak berani mengeluarkan regulasi-regulasi yang membuat kita cepat dan menghapuskan yang menghambat-menghambat.

Sekali lagi, reformasi perundang-undangan harus kita lakukan secara besar-besaran. Jangan lagi kita terjebak pada regulasi yang kaku, regulasi yang formalitas, regulasi yang ruwet, regulasi yang rumit, regulasi yang justru menyibukkan, yang meruwetkan baik masyarakat maupun pelaku-pelaku usaha. Jangan juga biarkan regulasi kita menjebak kita sendiri, menakut-nakuti kita sendiri. Yang membuat kita kok, kita takut sendiri, gimana? Justru menghambat inovasi-inovasi yang akan kita lakukan.

Oleh sebab itu saya mengajak kepada Bapak/Ibu yang terhormat, Yang Mulia Anggota DPR, DPD, agar regulasi yang tidak konsisten, regulasi yang banyak tumpang tindih antara satu dengan lainnya, kita selaraskan bersama-sama, kita sederhanakan bersama-sama.

Sehingga, sekali lagi perlu saya tegaskan bahwa ukuran kinerja kita sebagai pembuat peraturan perundang-undangan, karena ini juga diajukan oleh eksekutif, maupun inisiatif dari legislatif, bukan diukur dari seberapa banyak undang-undang yang dibuat, tapi sejauh mana kepentingan rakyat, kepentingan negara, dan kepentingan bangsa ini bisa terlindungi.

Harus bisa meningkatkan efisiensi, kecepatan, dan untuk anggaran sepenuhnya kita dedikasikan untuk rakyat, untuk negara dan untuk bangsa ini.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Selamat bertugas pada yang kami hormati, Yang Mulia Bapak/Ibu sekalian Anggota DPR-RI dan DPD-RI periode 2019-2024.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan, terima kasih.

Wassalamualaikum Warahmatulah Wabarakatuh.