Peresmian Pembukaan Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian Tahun 2021

Senin, 11 Januari 2021
Istana Negara, Jakarta

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati, para Menko, para Menteri, Wamen, Kepala Staf Kepresidenan;
Yang saya hormati, para Gubernur, Bupati, Wali Kota, dan seluruh Pejabat Eselon I, Eselon II Kementerian Pertanian, para Kepala Dinas lingkup kota/kabupaten seluruh Indonesia, para Peserta Rakernas;
Yang saya hormati, Hadirin dan Undangan yang berbahagia,

Dalam kondisi pandemi Covid-19, sektor pertanian menempati posisi yang semakin sentral. Kita tahu, FAO memperingatkan potensi terjadinya krisis pangan. Hati-hati mengenai ini, hati-hati. Akibat pembatasan mobilitas warga dan bahkan distribusi barang antarnegara, distribusi pangan dunia menjadi terkendala. Dan kita tahu, beberapa minggu/hari terakhir ini, urusan yang berkaitan dengan tahu dan tempe, kedelai, menjadi masalah juga karena tadi yang saya sampaikan.

Kita tahu, penduduk Indonesia sudah 200 juta lebih. Oleh sebab itu, pengelolaan yang berkaitan dengan pangan itu betul-betul harus kita seriusi. Pembangunan pertanian betul-betul harus kita seriusi secara detil terutama…, saya ingin menggarisbawahi, terutama yang berkaitan dengan komoditas pertanian yang impor. Kedelai, hati-hati. Jagung, hati-hati. Gula, hati-hati, ini yang masih jutaan-jutaan, jutaan ton. Bawang putih, beras, meskipun ini sudah hampir dua tahun kita enggak impor beras. Ini saya mau lihat betul lapangannya, kondisinya seperti apa, apakah konsisten bisa kita lakukan untuk tahun-tahun mendatang. Tetapi yang tadi saya sampaikan, barang-barang ini harus diselesaikan. Urusan bawang putih, urusan gula, urusan jagung, urusan kedelai, dan komoditas yang lain yang masih impor, tolong ini menjadi catatan dan segera dicarikan desain yang baik agar bisa kita selesaikan.

Menurut saya, tidak bisa kita melakukan hal-hal yang konvensional, hal yang rutinitas, monoton seperti yang kita lakukan bertahun-tahun. Kita harus membangun sebuah kawasan yang economic scale. Enggak bisa kecil-kecil lagi. Oleh sebab itu, kenapa saya dorong food estate ini harus diselesaikan. Paling tidak, tahun ini yang di Sumatera Utara, yang di Kalimantan Tengah, itu selesaikan. Kita mau evaluasi, problemnya apa? Masalah lapangannya apa? Teknologinya yang kurang apa? Dan juga dengan cara-cara teknologi, bukan cara-cara konvensional untuk food estate ini, karena ini akan menjadi contoh. Nanti kalau ini benar, bisa dijadikan contoh. Semua provinsi sudah datang, dikopi saja.

Tapi memang, dalam sebuah skala yang luas, economic scale, sehingga percuma kita bisa berproduksi tapi sedikit, enggak akan berpengaruh apa-apa terhadap yang impor-impor tadi. Karena problem dari dulu sampai sekarang, kenapa? Pertama, kedelai yang juga di Indonesia bisa tumbuh baik, kenapa petani kita tidak mau tanam? Karena harganya kalah dengan yang kedelai impor. Kalau petani disuruh menjual dengan harga yang impor, ini harga pokok produksinya enggak nutup, sehingga harus dalam jumlah yang besar agar harganya bisa melawan yang harga impor. Bawang putih, kenapa dulu kita produksi bawang putih banyak dan sekarang petani enggak mau menanam bawang putih? Karena harganya kalah dengan harga bawang putih impor. Di Wonosobo dulu bawang putihnya banyak, di NTB bawang putihnya banyak. Kenapa enggak bisa diperluas dalam jumlah yang besar, sehingga bisa melawan harga impor, ada competitive price-nya. Kalau harga tidak kompetitif, ya akan sulit kita bersaing, sehingga sekali lagi, ini harus dibangun dalam sebuah lahan yang sangat luas. Lahan kita masih luas. Cari lahan yang cocok untuk kedelai, tapi jangan hanya sehektare, dua hektare, sepuluh hektare. Seratus ribu hektare, 300 ribu hektare, 500 ribu hektare, 1 juta hektare, cari.

Urusan jagung, cari lahan-lahan yang masih bisa untuk ditanam jagung dalam skala lahan yang luas. Ini yang akan menyelesaikan masalah. Kalau kita hanya rutinitas, urusan pupuk, urusan bibit, itu penting, saya tahu. Tapi kalau bisa menyiapkan lahan dalam jumlah yang besar, itu yang akan menyelesaikan masalah.

Pupuk, saya jadi ingat pupuk. Berapa puluh tahun kita subsidi pupuk? Setahun berapa subsidi pupuk? Tiga puluhan triliun (rupiah)? Berapa, Bu Menteri Keuangan? Rp33 triliun seingat saya, Rp33 triliun setiap tahun. Return-nya apa? Kita beri pupuk itu, kembalinya ke kita apa? Apakah produksi melompat naik? Rp33 triliun. Saya tanya, kembaliannya apa? Lima tahun berapa triliun berarti? Sepuluh tahun sudah berapa triliun? Kalau sepuluh tahun sudah Rp330 triliun.

Bapak/Ibu dan Saudara/Saudari,
Angka itu besar sekali. Artinya, tolong ini dievaluasi. Ini ada yang salah. Saya sudah berkali-kali meminta ini. Itulah cara-cara pembangunan pertanian kita yang harus kita tuju. Skala luas (economic scale). Teknologi dipakai betul, teknologi pertanian, sehingga harga pokok produksinya nanti bisa bersaing dengan harga komoditas yang sama dari negara-negara lain. Ini baru yang namanya benar. Kalau tiap tahun kita mengeluarkan subsidi pupuk sebesar itu, kemudian tidak ada lompatan di sisi produksinya, ada yang salah, ada yang enggak benar di situ.

Saya sangat menghargai, ini ada sebuah pertumbuhan yang baik di sektor pertanian, terutama ekspornya. Tetapi juga ingat, ekspor yang kelihatan tinggi itu berasal dari…yang banyak berasal dari sawit. Betul, Pak Menko? Hati-hati, bukan dari yang tadi, bukan dari komoditas-komoditas lain yang sudah kita suntik dengan subsidi-subsidi yang ada.

Saya rasa itu mungkin yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Saya minta betul-betul di lapangannya diikuti, sehingga nantinya apabila di dua provinsi ini lumbung pangan yang kita bangun, food estate yang kita bangun betul, benar, provinsi-provinsi yang lain akan kita dorong, kita berikan dana dari APBN, tetapi betul-betul ada return economy yang diberikan kepada negara.

Dan dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, pagi hari ini saya resmikan Pembukaan Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian Tahun 2021.

Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.