Peresmian Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Investasi Tahun 2020
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Shalom,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.
Yang saya hormati, Pimpinan Lembaga Negara yang hadir;
Yang saya hormati, para Menteri Kabinet Indonesia Maju. Pak Kapolri, Bapak Jaksa Agung, Bapak/Ibu sekalian yang saya hormati, para gubernur, bupati, wali kota;
Yang saya hormati, para Sekda yang hadir dan seluruh Kepala Dinas atau Badan PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) dari seluruh kabupaten, kota, dan provinsi, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote;
Yang saya hormati para pengusaha, para pelaku usaha, ketua-ketua asosiasi yang hadir.
Hadirin dan undangan yang berbahagia,
Semua negara sekarang ini berebutan arus modal masuk, berebutan yang namanya investasi agar ada capital inflow, ada arus modal yang masuk dari negara lain ke negaranya. Begitu juga negara kita, Indonesia, kita ingin ada arus modal masuk. Karena semakin banyak arus modal yang masuk, ini teorinya, peredaran uang akan semakin banyak dan itu akan memberikan dampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. Begitu juga dengan provinsi, begitu juga dengan kabupaten, begitu juga dengan kota, sama. Semakin banyak arus modal masuk, akan semakin banyak perputaran uang di provinsi itu, akan banyak perputaran uang di kabupaten itu, akan semakin banyak perputaran (uang) di kota-kota yang kita miliki. Itu teori dasarnya seperti itu. Sehingga apa? Pertumbuhan ekonomi akan meningkat. Kalau perputaran uang semakin banyak, arus modal masuk semakin banyak, pertumbuhan ekonomi akan meningkat. Sekali lagi, teori dasarnya seperti itu. Sehingga semua negara sekarang berebutan agar arus modal masuk itu masuk ke negara-negara mereka.
Di negara kita sekarang ini, PDB (produk domestik bruto) ekonomi kita, APBN itu hanya memengaruhi 16 persen, kecil sekali APBN ini memengaruhi PDB ekonomi, memengaruhi pertumbuhan ekonomi, hanya 16 persen. Kalau ditambah APBD, APBD plus APBN, itu hanya berpengaruh 23 persen terhadap ekonomi kita. Artinya apa? 77 persen itu, yang menggerakkan adalah dunia usaha, yang menggerakkan adalah swasta, kita harus mengerti ini semuanya. Betapa peran penting dunia usaha dan swasta itu dalam membuka lapangan kerja terhadap…pengaruhnya juga terhadap PDB ekonomi kita. Kalau ini kita enggak mengerti, teori-teori ini, sulit nanti kita memahami betapa pentingnya yang namanya arus modal masuk, yang namanya investasi. Jadi sekali lagi, pengaruh APBN itu 16 persen terhadap pertumbuhan ekonomi, terhadap ekonomi kita. Kalau ditambah APBD, 23 persen pengaruhnya. Sekali lagi, artinya 77 persen yang memengaruhi ekonomi kita ini adalah dunia swasta. Ini hati-hati, hati-hati.
Kita juga tahu, negara kita sekarang ini di posisi mana, kita juga harus tahu. Kalau menurut GDP nominal, negara kita ini sudah di ranking ke-15 dari seluruh negara di dunia. Ini kita sudah berada pada ranking yang sangat baik. Oleh sebab itu, kita masuk di dalam negara-negara G20. Kalau dihitung dari GDP ini, PPP (purchasing power parity), kita sudah berada di ranking 7 dunia. Oleh sebab itu, banyak yang sudah menghitung, banyak yang sudah mengalkulasi bahwa Indonesia nanti akan menjadi 4 besar negara terkuat ekonominya di tahun 2045, baik itu (menurut) Bank Dunia, IMF, McKinsey, semuanya berhitung, Bappenas kita juga berhitung, hitungannya sama kalau kita bisa mempertahankan ekonomi kita seperti sekarang ini terus-menerus apalagi kita bisa menaikkan pertumbuhan ekonomi di angka 6 atau di angka 7, itu akan mempercepat, tidak menunggu di (tahun) 2045 tetapi mungkin bisa di 2040 kita sudah masuk ke angka yang tadi saya sampaikan.
Tapi ini juga perlu saya ingatkan karena di sini hadir gubernur, bupati, wali kota. Mengoleksi, memungut pajak itu sangat sulit sekali (bagi) pemerintah pusat. Kemudian ditransfer ke daerah, baik dalam bentuk DAU (Dana Alokasi Umum) maupun DAK (Dana Alokasi Khusus) maupun yang lain-lainnya. Tetapi ini perlu saya peringatkan, di November dan Oktober, November-Oktober 2019 yang lalu, uang yang berada di bank-bank daerah, di mana APBD itu disimpan, masih pada angka Rp220 triliun sehingga tidak memengaruhi ekonomi daerah. Disimpan di bank itu ada Rp220 triliun, gede banget ini, angka ini. Memang turun di Desember akhir yaitu tinggal Rp110 triliun tapi juga masih angka yang besar sekali Rp110 triliun itu. Kalau itu bisa dihabiskan sebetulnya, beredar di masyarakat, ini akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi, memengaruhi kesejahteraan masyarakat yang ada di daerah itu. Ini yang juga bupati, wali kota, gubernur harus sadar mengenai ini. Jangan sampai dinas keuangannya menyimpan uang di bank sebanyak ini, jangan ulangi lagi di tahun 2020. Berhitung, ditransfer dari Bu Menteri Keuangan tapi tidak digunakan Rp110 triliun. Karena uang yang beredar di masyarakat ini akan memengaruhi sekali lagi, pertumbuhan ekonomi di daerah, kabupaten, kota di provinsi maupun di negara kita.
Kemudian saya akan berbicara mengenai arus modal masuk, mengenai investasi. Tadi sudah disampaikan oleh menteri muda kita, Pak Bahlil Lahadalia, secara gamblang sekali. Saya senang pada Pak Bahlil ini karena kalau menyampaikan itu gamblang, jelas, arahnya ke mana juga kelihatan meskipun sering pakai nama presiden kalau ke daerah, untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada, enggak apa-apa, saya sampaikan enggak apa-apa kok. Gunakan nama saya tapi untuk sebuah kebaikan, untuk sebuah kecepatan proses, enggak apa-apa. Karena apa? Kita tahu, di tahun yang lalu, saya minta angka. Berapa sih sebetulnya, investasi yang akan masuk ke Indonesia? Yang sudah buka pintu, buka pintu sudah masuk ke Indonesia, investasi itu sudah masuk, orangnya (investor) sudah masuk, itu ada Rp708 triliun. Sudah membuka pintu, sudah masuk, tapi berhenti. Itu Rp708 triliun. Sebetulnya kita enggak perlu promosi-promosi ke mancanegara, enggak perlu. Yang di dalam saja selesaikan, Rp708 triliun itu selesaikan. Kemudian yang minat, yang minat, sudah masuk menyatakan minat, itu Rp1.600 triliun, gede banget angka ini, hampir mendekati APBN, Rp1.600 triliun, minat coba. Ini tidak pernah diurus dengan baik, secara riil, diurus secara riil.
Saya berikan contoh, ada di sini yang namanya Lotte, investasi di Banten, berapa tahun? Mungkin 2-3 tahun, berapa? 4 tahun, sudah. Mentok, berhenti, diam karena urusan pembebasan lahan. Enggak diurus, enggak ada yang bantu, maaf, enggak dilayani namanya. Di tempat lain juga sama seperti itu, ini sehingga mengumpul angka Rp708 triliun tadi. Oleh sebab itu, saya minta pada seluruh kepala daerah, pada Kepala Dinas PTSP semuanya, layani mereka. Kalau ada persoalan, bantu untuk menyelesaikan. Karena ini akan membuka lapangan pekerjaan, lapangan kerja yang besar sekali, kalau investasi Rp708 triliun ini muncul, baik mendirikan pabrik, mendirikan industri, manufaktur, membuka lapangan kerja yang gede sekali. Kita masih memiliki 7 juta masyarakat kita yang menganggur. Untung saya memiliki menteri muda di BKPM, “Pak, beri waktu saya satu bulan, saya selesaikan”. Saya tes, “Coba, itu Banten dulu selesaikan, Lotte”. Enggak ada dua minggu, rampung. Saya enggak tahu dibisiki apa yang di bawah, enggak ngerti saya, tapi bisa menyelesaikan. Yang lain-lain juga sama, “Coba selesaikan yang di Jawa Tengah” eh, selesai. Ya ini, kerja-kerja seperti ini yang kita butuhkan, menyelesaikan persoalan, menyelesaikan masalah-masalah secara konkret.
Kalau Rp708 triliun ini bisa dirampungkan menjadi realisasi, Rp1.600 triliun ini bisa diselesaikan sehingga terjadi realisasi, enggak usah kita marketing-i, keluar, enggak usah marketing-marketing-an, apa. Mereka akan dengar bahwa negara ini melayani investor, baik yang kecil maupun yang besar. Ingat juga bahwa investor yang kecil juga banyak di negara kita. Usaha-usaha kecil itu investor. Jangan dipandang investor yang asing saja, ndak. Usaha-usaha kecil itu juga investor, layani mereka. Mungkin mereka hanya punya karyawan 2, itu juga investor. Atau usaha yang berada di posisi tengah, punya karyawan 100 atau 300, itu juga investasi, itu juga investor hanya skalanya menengah. Layani mereka dengan baik.
Ini nanti dengan omnibus law, nanti mungkin akan disampaikan secara jelas oleh Pak Menko Perekonomian, akan melayani yang kecil-kecil, itu dilayani. Enggak perlu banyak-banyak izin lah untuk yang usaha mikro, usaha kecil. Yang paling penting mereka memiliki, mungkin SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) atau TDP (Tanda Daftar Perusahaan), sudah cukup. Tapi mereka pegang izin itu, mereka miliki. Kalau perlu saya minta ini kepada seluruh bupati dan wali kota, berikan target kepada PTSP, tahun ini harus diberikan kepada 10 ribu usaha kecil, gratis. “Nih, izin”, “Nih, izin”, “Nih, izin”. Yang aktif dari kantor PTSP itu lebih baik. Yang kecil-kecil itu dilayani, datangi. Saya dulu seperti itu, waktu masih wali kota. Saya beri target tahun ini 1.000, tahun depan 10 ribu, tahun depan (lagi) 20 ribu, datangi. Ada warung, datangi “Nih, izin”. Ada toko kecil, datangi, “Nih, izinmu”. Ini melayani seperti itu kepada yang kecil-kecil. Bupati, wali kota bisa memberikan target seperti itu, diberi target. Datangi. Ada bengkel-bengkel kecil, beri izin. Jangan nunggu, datangi. Kalau seluruh usaha kecil, usaha mikro, usaha tengah ini punya izin, akses ke modalnya akan lebih mudah. Akses ke sisi keuangannya akan lebih gampang. Karena yang namanya kita ingin akses modal ke bank itu pasti ditanya izin, “Bapak/Ibu izinnya mana?” enggak punya, enggak akan diberi. Enggak akan. Itu memang, bank itu memang harus prudent, banking system itu.
Yang ketiga, saya ingin berbicara juga mengenai posisi kita (dalam) kemudahan berusaha (ease of doing business) di Indonesia, ranking kita di posisi berapa. Sekarang kita di angka 73. Dulu (tahun) 2014 kita di angka 120. Ini sudah meloncat, 120 meloncat ke angka 73. Bukan sesuatu yang mudah. Biasanya naiknya hanya dua atau lima, ini bisa meloncat dari 120 ke 73. Tapi saya enggak mau angka itu, ranking 73 itu masih ranking nanggung. Setuju? 73 itu masih nanggung. Saya minta di bawah 40. Tadi pak Bahlil ngomong 50. Enak saja 50. Di bawah 40, itu baru. Karena pada saat ini, posisi kita di ASEAN saja itu masih di ranking enam, di ASEAN. Kita kalah dengan Singapura, ya. Kalah dengan Malaysia, ya. Kalah dengan Thailand, kalah dengan Viet Nam, kalah dengan Brunei, kalah semua kita. Dengan Filipina kita masih menang. Sekali lagi. kita kalah dengan Singapura, kalah dengan Malaysia, kalah dengan Viet Nam, kalah dengan Brunei, kalah dengan Thailand, kalah kita. Kita menangnya hanya dengan Laos, dengan Kamboja, menang.
Sebetulnya yang bisa dibenahi itu banyak dan barangnya kelihatan. Saya sudah dipaparkan dua minggu yang lalu oleh BKPM, “Ini lo Pak, ada problem di sini, ada masalah di sini. Kalau ini diselesaikan kita bisa masuk ke (peringkat) 50, bisa masuk ke ranking 40. Artinya Viet Nam bisa kalah dengan kita, Brunei bisa kalah dengan kita. Mungkin Malaysia mungkin kalah juga dengan kita kalau ini kita benahi.”. Apa yang harus kita benahi? Mungkin nanti secara detail akan disampaikan oleh Kepala BKPM atau oleh Pak Menko Perekonomian. Misalnya memulai usaha, memulai usaha ini berarti kita datang ke kantor perizinan. Tahun 2019 angka kita masih di 134, 134 coba. Tahun depan saya sudah minta angka kita harus meloncat di 71. Memang berat, saya tahu, tapi yang diselesaikan apa, apa, sudah kelihatan semua, barangnya kelihatan. Saya dipaparkan, “Ini Pak,” ini mudah. Ditunjukkan lagi, “Ini juga gampang” hanya niat kita, mau enggak menyelesaikan ini. Sekali lagi, 2019 (peringkat) 134. Kita pengin menjadi angka 71 di tahun depan, 2021.
Dari yang sebelumnya ada 11 prosedur, ini di memulai usaha, menjadi hanya 5 prosedur. Dari 11 menjadi 5. Prosedur yang ruwet-ruwet itu langsung potong, potong, potong, sudah. Dari 11 menjadi 5. Ini kita akan menjadi angka di 71. Dari yang sebelumnya 10 hari, menjadi 3 hari. Enggak apa-apa, step-by-step, tapi sebetulnya pengin saya itu ya (dalam hitungan) jam, bukan hari. Tapi enggak apa-apa lah, oke, hari masih saya berikan toleransi. Dari 10 hari menjadi 3 hari, oke. Kemudian izin mendirikan bangunan, 2019 itu kita masih di angka 112. Kita ingin nanti di tahun depan, 2021 itu di angka 86. Ini memotong enggak banyak, dari 18 prosedur menjadi 15 prosedur. Dari yang sebelumnya 191 hari, mengurus izin mendirikan bangunan, menjadi 54 hari. Dan nanti untuk di omnibus law, untuk bangunan-bangunan yang standar, enggak usah kita memakai IMB (Izin Mendirikan Bangunan), benar Pak Menko? Tetapi masih dalam proses dengan persetujuan dari DPR. Kemudian pendaftaran properti, ini juga sama, ranking 100 kita di 2019. Kita pengin menjadi angka 88 di tahun depan. Naiknya enggak banyak tetapi ini penting agar kita masuk ke ranking–ranking di bawah 50. Dan nanti secara detail akan dijelaskan, mana yang harus kita pangkas, mana yang harus kita selesaikan.
Kemudian yang terakhir, tadi menjawab permintaan dari Kepala BKPM karena kemarin sudah mendengar keinginan-keinginan dari para Kepala PTSP yang ada di daerah-daerah, agar diberikan DAK, benar? Tadi saya sudah langsung perintah kepada Menteri Keuangan, kalau bisa tahun ini, kalau enggak bisa tahun depan DAK akan diberikan kepada PTSP. Bisa dipakai DAK itu untuk sosialisasi, bisa dipakai itu untuk memperbaiki manajemen sistem yang ada di dalam sehingga ada kecepatan kita dalam melayani kepada masyarakat. Sehingga jangan merasa yang ada di kantor PTSP itu seperti yang tadi disampaikan Pak Bahlil, merasa di kelas 2, atau kelas 3. Saya ingin kantor PTSP itu berada di ranking pertama dari seluruh gagasan-gagasan yang ada di daerah, dimulai dari situ. Kecepatan melayani, kecepatan melayani itu ada di kantor perizinan kita dan betul-betul melayani, tidak hanya urusan izin tetapi melayani investasi itu bisa menyelesaikan juga masalah-masalah yang dialami oleh investor.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.