Peresmian Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi Tahun 2023

Kamis, 31 Agustus 2023
Istana Negara, Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Shalom,
Om swastyastu,
Namo buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati, Ketua BPK Republik Indonesia;
Yang saya hormati, para Menteri Kabinet Indonesia Maju;
Yang saya hormati, Gubernur Bank Indonesia;
Yang saya hormati, para Gubernur, para Bupati, para Wali Kota yang hadir;
Bapak-Ibu sekalian, Hadirin yang saya hormati.

Pertama-tama, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tim Pengendali Inflasi, baik di tingkat pusat maupun di daerah, serta para Gubernur, para Bupati, dan para Wali Kota.

Kita tahu inflasi sangat terkendali di angka 3,08 persen  di Juli 2023. Ini sebuah angka yang sangat baik sekali. Kita bisa mengendalikan harga barang dan jasa.

Coba kalau kita bandingkan dengan negara lain. Argentina, Argentina inflasinya 113 persen. Ini pertumbuhan ekonomi berapa pun, tekor. Turki 47 persen. Bapak-Ibu bisa membayangkan, 47 persen. India 7,4 persen. EU 5,3 persen. Amerika  3,2 persen. Kita 3,08 persen. Jadi, inflasi ini penting, penting. Percuma pertumbuhan kita misalnya 5 persen, tapi inflasinya 9 persen, tekor.

Dan di negara mana pun pengendalian inflasi itu biasanya hanya dilakukan dari bank sentralnya. Kalau kita, dari Bank Indonesia. Dari situ dikendalikan lewat apa? Kenaikan suku bunga. Lewat nilai tukar. Tanya di negara mana pun, pasti memakai itu.

Kita tidak. Kita kombinasi. Ada kebijakan moneter, fiskal, dan juga pengecekan di lapangan secara langsung.

Jadi, kalau Bapak-Ibu ada yang lulusan dari Harvard, dari Stanford, dari University of Pennsylvania, enggak ada yang namamya Tim Pengendali Inflasi, itu enggak ada. Ini ilmu lapangan. Enggak ada karena lucu.

Bapak-Ibu bayangkan mengendalikan inflasi dengan kenaikan suku bunga. Kalau pasokannya tidak baik, tidak memiliki stok, ya pasti harga akan naik. Dikendalikan dengan moneter, dengan kenaikan suku bunga, tapi distribusi barangnya terganggu karena jalannya rusak semuanya, enggak ada artinya. Jadi, ini kombinasi antara kebijakan moneter, fiskal, dan juga pengecekan di lapangan secara langsung.

Saya senang bahwa harga-harga yang saya pantau di pasar dalam minggu ini—saya cek di Pekalongan, saya cek lagi di Palu—semuanya pada posisi menurun. Hanya satu barang yang kita masih memiliki masalah, di urusan beras karena ada super El Nino.

Saya sudah telepon ke Perdana Menteri Hun Sen. Saya sudah ketemu kemarin dengan Perdana Menteri Bangladesh, ketemu juga Perdana Menteri India, Narendra Modhi.

Ya bagaimana harga beras enggak naik?! Mereka semuanya enggak ekspor, pegang untuk keamanan dalam negerinya.

Perlu saya ingatkan, urusan beras tolong dilihat betul. Ini kebutuhan pokok kita. Dicek betul. Ada kenaikan memang, saya lihat mungkin 5 persen sampai 6 persen, tapi tetap harus diwaspadai.

Dan saya senang stok di BULOG yang biasanya di 1,2 juta ton, ini sudah—tadi saya tanya ke Pak Budi Waseso—di gudang sudah ada 1,6 juta ton. Betul, Pak Dirut, ya? 1,6 juta ton, artinya dari sisi stok kita memiliki. Dan dalam perjalanan, masih ada 400 ribu. Ini dipakai untuk mengendalikan harga.

Dan juga perlu saya sampaikan, mulai awal September ini akan didistribusikan secepatnya bantuan pangan beras. Satu keluarga penerima manfaat mendapatkan 10 kilogram beras. Ini juga seperti semioperasi pasar sehingga setiap bulan akan keluar 210 ribu ton, setiap bulan selama tiga bulan. September, Oktober, November, akan terus diberikan bantuan pangan berupa beras kepada penerima manfaat sebesar 21,3 juta penerima manfaat, besar sekali.

Tolong juga dicek, ini kan sudah menggerojok beras ke masyarakat. Kalau harganya masih naik, saya minta BULOG. Bapak-Ibu Gubernur, Bupati, dan Wali Kota juga bisa menggunakan anggarannya untuk mengintervensi pasar. Dengan itulah kita harapkan inflasi kita akan terkendali dengan baik dan pelan-pelan akan turun, turun. Tadi target dari Pak Menko maupun Gubernur BI, tahun depan dua setengah persen plus minus satu.

Ini yang kita harapkan. Jadi, jangan sampai inflsi kita naik lagi karena itu akan sangat memberatkan masyarakat.

Dan supaya kita tahu, akibat super El Nino kekeringan ekstrem diprediksi akan berlangsung hingga awal 2024. Indeks harga beras FAO naik 129,7 di Juli. (Sebanyak) 19 negara membatasi ekspor produk pangan, 19 negara sekarang ini mengencangkan semua airport mereka, daging, beras, minyak, jagung, gula, tepung, semuanya, untuk menyelamatkan rakyatnya masing-masing.

Sekali lagi saya meminta, utamanya kepada bupati, gubernur yang memiliki swh, betul-betul perhatikan agar produktivitasnya bisa meningkat. Kalau sudah pada posisi semua negara mengerem ekspornya, yang bisa menyelamatkan negara itu ya negara itu masing-masing. Kita juga sama. Kita masing-masing bekerja keras untuk menyelamatkan rakyat kita. Meminta bantuan atau, bukan bantuan, (melainkan) mau membeli beras atau gandum dari negara lain yang sudah setop ekspornya sudah enggak bisa.

Dan inflasi beras di Indonesia di Juli kemarin memang benar, 6,4 persen. Ini yang kita harus hati-hati.

Saya selalu cek data di kertas. Kalau naik, pasti saya pergi ke daerah, saya cek di pasar, “Oh benar.” Jadi, apa yang saya lakukan betul-betul saya crosscheck data, crosscheck lapangan. Saya minta juga seluruh anggota Tim Pengendali Inflasi, baik pusat maupun daerah, juga mengecek secara langsung seperti itu.

Ini 15 provinsi yang masih di atas nasional meskipun sudah di bawah 5 persen. Ini saya bacakan. Maluku 4,2 persen. Jatim 4,1 persen. Kalbar 4 persen. DI Yogyakarta 4 persen. Papua Barat 3,9 persen. NTT 3,8 persen. Maluku Utara 3,7 persen. Kalsel 3,6 persen. Sudah baik, tapi belum sesuai yang kita inginkan. Terus, tekan terus. (Itu yang) sudah di bawah 5 persen.

Kabupaten dan kota yang tertinggi: Kabupaten Merauke 5,2 persen, Manokwari 5 persen, Timika 4,9 persen, Luwu 4,7 persen, Waingapu 4,5 persen, Surabaya 4,4 persen, Pontianak 4,3 persen, Ambon 4,3 persen, Cirebon 4,1 persen, Banjarmasin 4 persen. Ini yang perlu mendapatkan perhatian meskipun sekali lagi saya tetap menyampaikan terima kasih karena sudah di bawah 5 persen.

Dalam jangka pendek, integrasi data stok, neraca pangan daerah itu harus betul-betul dipegang. Penting, ini data-data seperti ini penting diintegrasikan sehingga basis pengambilan keputusan betul-betul ada pegangannya, yaitu data. Koordinasi antardaerah, mana yang kelebihan, mana yang kurang, juga segera disambungkan sehingga, saya titip, jangan ego daerah itu dikedepankan karena kita ini NKRI. Yang kurang suplai disuplai oleh yang lebih. Bayar juga, bayar, bukan gratisan. Suplai ini oh kurang, suplai oh kurang, cari yang lebih di mana. Informasikan secara terbuka sehingga, kalau ini terjadi, integrasi data, integrasi lapangannya jadi, pasokan saya yakin akan semakin baik.

Cek terus ketersediaan stok, cek terus harga-harga pangan, awasi sistem dan jalur distribusi, awasi terus. Kalau ada jalan yang rusak, segera perbaiki. Gubernur segera perbaiki, Bupati segera perbaiki, Wali Kota segera perbaiki karena memang tugas Bapak-Ibu semuanya adalah itu kalau rusak. Kalau enggak mampu betul, angkat tangan betul, ngomong. Saya cek di lapangan nanti.

Cek lapangan, oh bener, ya udah. Memang APBD-nya berat, memang jalannya rusak betul, ada yang 15 tahun, ada yang 20 tahun. “Sudah rusak ini, Pak,” “Ya oke.” Sudah disiapkan dari Bu Menteri Keuangan, berapa Bu? Sudah disiapkan dari Bu Menteri Keuangan Rp34 triliun. Tapi terus jangan APBD-nya dipakai yang lain, jalannya dibiarkan rusak.

Yang paling penting juga, tolong dicatat, tingkatkan cadangan pangan di daerah. Ada cadangannya. Jadi, kalau terjadi apa-apa, cepat (diatasi), tidak harus kontak ke Jakarta. Kirimnya juga memerlukan waktu.

Negara ini negara yang sangat besar. Daerah itu bergerak terlebih dahulu. “Pak, tapi ini harus dibantu, Pak. Sebelum satu bulan kami harus.” Hei, jangan baru anu, langsung teriaknya ke pusat. Harus ada cadangan pangan di daerah. Itu harus ada.

Dan segera koordinasi dan cari solusi jika ada masalah. Seperti yang terjadi di Papua kemarin, kita cek memang tidak ada stok sama sekali. Karena enggak ada cadangan pangannya, ya drop dari Jakarta. Tapi kan tidak bisa (selalu) seperti itu. Harus daerah itu memiliki cadangan pangan sendiri, dan tidak mahal, tidak mahal.

Apa yang memang itu perlu, buat cadangan beras. Meskipun BULOG ada, buat cadangan sendiri enggak apa-apa. Cadangan sendiri titipkan di gudangnya BULOG juga enggak ada masalah. Tinggal keputusan, kebijakan itu ada di Bapak-Ibu semuanya, Gubernur, Bupati, Wali Kota, memutuskan sendiri. Kalau BULOG, keputusan itu ada di sini.

Dan optimalkan fiskal daerah untuk mengendalikan inflasi. Sekali lagi inflasi ini kunci pertumbuhan ekonomi. Dua hal ini penting sekali. Semua negara sekarang ini konsentrasinya hanya di dua hal ini, konsentrasi di dua hal ini.

Dan untuk jangka panjang, saya minta penguatan sarana-prasarana pertanian. Perkuat karena setiap tahun problem di inflasi selalu cabe, selalu cabe rawit, selalu cabe merah, daging ayam. Ya itu yang diselesaikan.

Daging ayam, itu bolak-balik setahun masalah muncul, masalah terus. Cari investor. Bikin peternakan di provinsi atau daerah Bapak-Ibu semuanya.

Ada masalah cabe rawit, selalu ini setiap tahun problem barang-barang ini, cabe rawit, cabe merah, selalu di situ.

Wong kita nanam gampang sekali. Yang namanya cabe rawit, cabe merah ini gampang banget nanamnya. Ngajari rakyat untuk nanam ini juga mudah sekali. Kenapa enggak dilakukan?! Daging ayam, mudah sekali juga membuat peternakan rakyat, mudah sekali.

Kalau mau menarik investor, silakan, tapi saya sarankan sebaiknya memang peternakan rakyat di lapangan, lebih cepat dan lebih murah.

Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini.

Sekali lagi saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tim Pengendali Inflasi, baik pusat dan daerah, kepada Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang sudah bersama-sama dengan kita semuanya dalam rangka mengendalikan inflasi.

Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.