Sambutan Bersama Presiden Republik Indonesia dan Paus Fransiskus
Presiden Joko Widodo:
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Om swastiastu,
Namo budhaya,
Salam kebajikan.
Yang Teramat Mulia Bapa Suci Paus Fransiskus;
Yang saya hormati Wakil Presiden Republik Indonesia, Presiden Terpilih Republik Indonesia;
Yang saya hormati para Ketua Lembaga-lembaga Tinggi Negara, para Tokoh Agama;
Hadirin dan Undangan yang berbahagia.
Negara kita, Indonesia, menyambut gembira dan hangat kedatangan Yang Teramat Mulia Bapa Suci Paus Fransiskus, dan saya mendengar ini adalah penerbangan terpanjang yang Sri Paus lakukan.
Terima kasih, Bapa Suci telah bersedia memenuhi undangan kami untuk mengunjungi Indonesia.
Kunjungan ini memiliki pesan yang sangat kuat tentang arti pentingnya merayakan perbedaan, di mana Indonesia sebagai negara majemuk yang terdiri dari beragam etnis—tadi saya menyampaikan kepada Bapa Suci bahwa kita memiliki 714 suku bangsa/etnis, dan juga memiliki 17.000 pulau yang kita tinggali, yang semuanya berbeda budaya, agama, dan suku bangsa—terus berupaya menjaga harmoni di tengah kebinekaan yang kita miliki.
Bagi Indonesia, perbedaan adalah anugerah, dan toleransi adalah pupuk bagi persatuan dan perdamaian sebagai sebuah bangsa, di mana Indonesia sangat beruntung memiliki Pancasila dan bhinneka tunggal ika sehingga dapat hidup rukun berdampingan. Semangat perdamaian dan toleransi inilah yang ingin Indonesia bersama Vatikan sebarkan, apalagi di tengah dunia yang semakin bergejolak.
Seperti yang kita ketahui bersama, konflik dan perang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di Palestina yang telah menelan lebih dari 40.000 korban jiwa. Indonesia mengapresiasi, sangat menghargai sikap Vatikan yang terus menyuarakan, menyerukan perdamaian di Palestina dan mendukung Two-State Solution karena perang tidak akan menguntungkan siapa pun. Perang hanya akan membawa penderitaan dan kesengsaraan masyarakat kecil.
Oleh sebab itu, marilah kita rayakan perbedaan yang kita miliki, marilah kita saling menerima dan memperkuat toleransi untuk mewujudkan perdamaian, untuk mewujudkan dunia yang lebih baik bagi seluruh umat manusia.
Terima kasih.
Paus Fransiskus:
(Sebagaimana diterjemahkan)
Bapak Presiden;
Para Pejabat yang terhormat;
Tuan-tuan Kardinal dan Uskup yang saya kasihi;
Perwakilan Masyarakat Sipil yang terhormat, dan Pemimpin Agama dari agama-agama berbeda-beda, dan para Anggota Korps Diplomatik.
Dengan sepenuh hati, saya berterima kasih kepada Anda, Bapak Presiden, atas undangan yang menyenangkan untuk mengunjungi negara Anda dan atas kata sambutan Anda yang ramah.
Saya mengucapkan salam hangat kepada Presiden Terpilih untuk masa tugas pelayanan Anda yang membawa buah untuk Indonesia, sebuah negara kepulauan yang luas, yang terdiri dari ribuan dan ribuan pulau yang dikelilingi laut yang menghubungkan Asia ke Oseania.
Dapat dikatakan bahwa, sebagaimana samudra adalah unsur alami yang menyatukan seluruh kepulauan di Indonesia, demikian pun sikap saling menghargai terhadap kekhasan karakteristik, budaya, etnik, bahasa, dan agama dari semua kelompok yang ada di Indonesia adalah kerangka yang tak tergantikan dan menyatukan, yang membuat Indonesia sebagai sebuah bangsa yang bersatu dan bangga. Semboyan negara Anda, bhinneka tunggal ika (bersatu dalam keberagaman), secara harfiah berarti berbeda-beda, tetapi tetap satu jua, mengungkapkan realitas beraneka sisi dari berbagai orang yang disatukan dengan teguh dalam satu bangsa. Semboyan ini juga memperlihatkan bahwa, sebagaimana keanekaragaman hayati yang ada dalam negara kepulauan ini adalah sumber kekayaan dan keindahan, demikian pula perbedaan-perbedaan Anda secara khusus berkontribusi bagi pembentukan mosaik yang sangat besar, yang mana masing-masing keramiknya adalah unsur tak tergantikan dalam menciptakan karya besar yang otentik dan berharga.
Kerukunan di dalam perbedaan dicapai ketika perspektif-perspektif tertentu mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan bersama dari semua orang dan ketika setiap kelompok suku dan denominasi keagamaan bertindak dalam semangat persaudaraan seraya mengejar tujuan luhur dengan melayani kebaikan bersama. Kesadaran untuk berpartisipasi dalam sejarah bersama yang di dalamnya solidaritas adalah unsur hakiki, dan semua orang memberikan sumbangsihnya, membantu mengidentifikasi solusi-solusi yang tepat untuk menghindari kejengkelan yang muncul dari perbedaan, dan untuk mengubah perlawanan kepada kerja sama yang efektif. Keseimbangan yang bijaksana namun rentan ini, antara kemajemukan budaya yang besar dan ideologi-ideologi yang berbeda dan cita-cita yang mempererat persatuan, haruslah dibela terus-menerus dari berbagai ketimpangan. Ini adalah karya keterampilan yang dipercayakan kepada semua orang, tetapi secara khusus kepada mereka yang terlibat dalam kehidupan politik yang harus memperjuangkan kerukunan, persamaan, rasa hormat atas hak-hak dasar manusia, pembangunan berkelanjutan, solidaritas, dan upaya mencapai perdamaian, baik di dalam masyarakat maupun dengan bangsa-bangsa serta negara-negara lain, untuk memperkuat kerukunan yang damai dan berbuah, yang menjamin perdamaian dan menyatukan upaya-upaya untuk menghapus ketimpangan dan penderitaan di berbagai wilayah negara.
Gereja Katolik berkeinginan untuk meningkatkan dialog antaragama. Dengan cara ini, prasangka dapat dihapus dan suasana saling menghargai dan saling percaya dapat bertumbuh, yang adalah hal-hal yang sangat penting dan penting untuk melawan ekstremisme dan intoleransi, dan yang melalui pembelokan agama berupaya untuk memaksakan sudut pandang mereka dengan menggunakan tipu muslihat dan kekerasan, sedangkan mendengarkan satu sama lain dan menghargai yang lain itu mendukung persaudaraan, sesuatu yang sangat bagus.
Gereja Katolik bekerja untuk melayani kebaikan bersama, dan berkeinginan untuk menguatkan kerja sama dengan lembaga-lembaga negara dan aktor-aktor lain dalam masyarakat sipil, mendorong pembentukan struktur sosial yang lebih seimbang, dan memastikan pembagian bantuan sosial yang lebih efisien dan adil.
Berkaitan dengan ini, izinkanlah saya untuk merujuk pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Anda yang menawarkan wawasan berharga sebagai jalan yang dipilih oleh Indonesia yang demokratis dan merdeka. Sejarah yang sangat-sangat indah adalah pilihan dari semua. Dua kali dalam beberapa baris Pembukaan Undang-Undang Dasar Anda merujuk kepada Allah Yang Mahakuasa dan perlunya berkat Allah turun atas negara Indonesia yang baru lahir. Dengan cara yang sama, kalimat pembuka Undang-Undang Dasar Anda merujuk dua kali pada keadilan sosial sebagai fondasi tatanan internasional yang diinginkan dan sebagai salah satu tujuan yang harus dicapai demi kepentingan seluruh rakyat Indonesia.
Bhinneka tunggal ika, keadilan sosial, dan berkat Ilahi karenanya adalah prinsip-prinsip hakiki yang bermaksud untuk menginspirasi dan menuntun tatanan sosial. Prinsip-prinsip ini dapat disamakan dengan struktur pendukung sebuah fondasi yang kokoh untuk membangun rumah. Bukankan kita pasti menyadari bahwa prinsip-prinsip ini sangat sesuai dengan moto kunjungan saya di Indonesia: Iman, Persaudaraan, Bela Rasa?
Sayangnya, bagaimanapun kita melihat di dunia saat ini kecenderungan-kecenderungan tertentu yang menghalangi perkembangan persaudaraan universal di berbagai daerah. Kita menyaksikan munculnya konflik-konflik kekerasan yang sering kali adalah akibat kurangnya sikap saling menghargai dan dari keinginan intoleran untuk memaksakan kepentingan sendiri, posisi sendiri, dan narasi historis sepihak dengan segala upaya bahkan kalaupun hal ini membawa kepada penderitaan tiada akhir bagi seluruh komunitas dan berujung pada peperangan dan banyak pertumpahan darah. Kadang-kadang ketegangan-ketegangan dengan unsur kekerasan timbul di dalam negara-negara karena mereka yang berkuasa ingin menyeragamkan segala sesuatu dengan memaksakan visi mereka bahkan dalam hal-hal yang seharusnya diserahkan kepada otonomi individu-individu atau kelompok-kelompok yang berkaitan.
Terlepas dari kebijakan-kebijakan yang mengesankan, terdapat juga kurangnya komitmen sejati yang berorientasi ke depan untuk menerapkan prinsip-prinsip keadilan sosial. Akibatnya, sebagian besar umat manusia terpinggirkan, tanpa sarana untuk menjalani hidup yang bermartabat dan tanpa perlindungan dari ketimbangan sosial yang serius dan bertumbuh yang memicu konflik-konflik yang parah.
Dalam konteks-konteks lainnya, masyarakat percaya bahwa mereka dapat atau boleh membutuhkan untuk memohon berkat Allah. Saya mendengar bahwa keluarga-keluarga masih memiliki tiga sampai empat anak, dan ini sebuah contoh yang bagus untuk banyak negara. Mungkin ini karena banyak negara tidak mau lagi memiliki anak, tetapi memiliki binatang anjing atau kucing.
Dalam konteks-konteks lainnya, masyarakat percaya bahwa mereka dapat atau boleh mengabaikan kebutuhan untuk memohon berkat Allah, menilainya sebagai sesuatu yang dangkal bagi manusia dan masyarakat sipil. Sebaliknya, mereka memajukan usaha-usaha mereka sendiri, tapi kerap kali hal ini mengantar pada pengalaman frustrasi dan kegagalan.
Meski demikian, ada masa-masa ketika iman kepada Allah terus-menerus diletakkan di garis depan, tapi sayangnya dimanipulasi untuk menciptakan perpecahan dan peningkatan kebencian dan bukan untuk memajukan perdamaian, persekutuan, dialog, rasa hormat, kerja sama, dan persaudaraan.
Saudara dan Saudari yang terkasih,
Berhadapan dengan tantangan-tantangan yang disebutkan di atas, adalah suatu yang memberanikan bahwa falsafah yang menuntun ketatanegaraan Indonesia sungguh seimbang sekaligus bijaksana. Terkait hal ini, saya ingin menjadikan kata-kata dari Santo Yohanes Paulus II dalam kunjungannya tahun 1989 di istana ini sebagai perkataan saya. Di antara hal-hal lain, beliau berkata, “Dengan mengakui kehadiran keanekaragaman yang sah, dengan menghargai hak-hak manusia dan politik dari semua warga, dan dengan mendorong pertumbuhan persatuan nasional berlandaskan toleransi dan sikap saling menghargai terhadap orang lain, Anda, orang Indonesia, meletakkan fondasi bagi masyarakat yang adil dan damai, yang diinginkan semua warga Indonesia untuk diri sendiri dan rindu untuk diwariskan kepada anak-anak setelahnya. Juga terkadang di masa lalu prinsip-prinsip tersebut tidak selalu diterapkan, namun prinsip-prinsip ini tetaplah berlaku dan dipercaya ibarat mercusuar yang menyinari jalan yang ditempuh dan yang memperingatkan tentang kesalahan-kesalahan amat berbahaya yang harus dihindari.”
Bapak Presiden dan Hadirin sekalian,
Saya berharap agar setiap orang dalam kehidupan mereka sehari-hari akan mampu menimba inspirasi dari prinsip-prinsip ini dan menerapkannya ketika melaksanakan kewajiban mereka masing-masing karena opus justitiae pax (perdamaian adalah karya dari keadilan). Kerukunan dicapai ketika kita berkomitmen tidak hanya demi kepentingan-kepentingan dan visi kita sendiri, tapi demi kebaikan bersama dengan membangun jembatan, memperkokoh kesepakatan dan sinergi, menyatukan kekuatan untuk mengalahkan segala bentuk penderitaan moral, ekonomi, dan sosial, dan untuk memajukan perdamaian dan kerukunan.
Saudara, Saudari yang baik,
Teruskanlah jalan Anda yang mungkin dan begitu adil, begitu benar untuk kesejahteraan seluruh rakyat.
Semoga Tuhan memberkati Indonesia dengan perdamaian, dengan masa depan dan harapan.
Tuhan memberkati Anda semua.