Sidang Kabinet Paripurna Mengenai Rencana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun 2021, Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2021, Dan Kondisi Perekonomian Terkini Dampak Covid-19

Kamis, 18 Juni 2020
Istana Negara, Jakarta

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.

Yang saya hormati, Bapak Wakil Presiden, para Menko, para Menteri;
Yang saya hormati, seluruh Ketua dan Pimpinan Lembaga-lembaga yang hadir, yang tidak bisa saya sebut satu per satu.

Bapak/Ibu sekalian yang saya hormati,
Suasana dalam tiga bulan ke belakang ini dan ke depan, mestinya yang ada adalah suasana krisis. Kita juga, mestinya juga semuanya yang hadir di sini, sebagai pimpinan, sebagai penanggung jawab, kita yang berada di sini ini bertanggung jawab kepada 260 juta penduduk Indonesia. Ini tolong digarisbawahi dan perasaan itu tolong sama, kita sama, ada sense of crisis yang sama. Hati-hati, OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development/Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) terakhir sehari-dua hari yang lalu menyampaikan bahwa growth, pertumbuhan ekonomi dunia terkontraksi 6…bisa sampai ke 7,6 persen, 6 sampai 7,6 persen minusnya. Bank Dunia menyampaikan bisa minus 5 persen.

Perasaan ini harus sama, kita harus ngerti ini, jangan biasa-biasa saja, jangan linier, jangan menganggap ini normal. Bahaya sekali kita. Saya melihat masih banyak kita yang menganggap ini normal. Lha kalau saya lihat Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara masih ada yang lihat ini, melihat ini sebagai sebuah…, masih normal, berbahaya sekali. Kerja masih biasa-biasa saja. Ini kerjanya memang harus ekstra luar biasa, extraordinary. Perasaan ini tolong sama. Kita harus sama perasaannya. Kalau ada yang berbeda satu saja sudah…, berbahaya.

Jadi, tindakan-tindakan kita, keputusan-keputusan kita, kebijakan-kebijakan kita, suasana adalah harus suasana krisis. Jangan kebijakan yang biasa-biasa saja, menganggap ini sebuah kenormalan, apa-apaan ini. Mestinya suasana itu ada semuanya, jangan memakai hal-hal yang standar pada suasana krisis. Manajemen krisis sudah berbeda semuanya mestinya. Kalau perlu kebijakan Perppu, ya Perppu saya keluarkan. Kalau perlu Perpres, Perpres saya keluarkan. Kalau Saudara-saudara punya Peraturan Menteri, Peraturan Menteri keluarkan untuk menangani negara, tanggung jawab kita kepada 267 juta rakyat kita. Saya lihat masih banyak kita ini yang seperti biasa-biasa saja. Saya jengkelnya di situ. Ini apa enggak punya perasaan suasana ini krisis.

Yang kedua, saya peringatkan belanja-belanja di kementerian. Saya lihat laporan masih biasa-biasa saja. Segera keluarkan belanja itu secepat-cepatnya karena uang beredar akan semakin banyak, konsumsi masyarakat nanti akan naik. Jadi belanja-belanja kementerian tolong dipercepat. Sekali lagi, jangan menganggap ini biasa-biasa saja. Percepat, kalau ada hambatan keluarkan peraturan menterinya agar cepat. Kalau perlu Perpres, saya keluarkan Perpresnya. Untuk pemulihan ekonomi nasional misalnya, saya berikan contoh, bidang kesehatan itu dianggarkan Rp75 triliun. Rp75 triliun, baru keluar 1,53 persen coba. Uang beredar di masyarakat kerem ke situ semua. Segera itu dikeluarkan dengan penggunaan-penggunaan yang tepat sasaran sehingga men-trigger ekonomi. Pembayaran tunjangan untuk dokter, untuk dokter spesialis, untuk tenaga medis segera keluarkan. Belanja-belanja untuk peralatan segera keluarkan. Ini sudah disediakan Rp70-an triliun seperti ini.

Bansos (bantuan sosial) yang ditunggu masyarakat segera keluarkan. Kalau ada masalah, lakukan Tindakan-tindakan lapangan. Meskipun sudah lumayan, tapi baru lumayan, ini extraordinary, harusnya 100 persen.

Di bidang ekonomi juga sama. Segera stimulus ekonomi bisa masuk ke usaha kecil, usaha mikro. Mereka nunggu semuanya. Jangan biarkan mereka mati dulu baru kita bantu, enggak ada artinya. Berbahaya sekali kalau perasaan kita seperti enggak ada apa-apa, berbahaya sekali. Usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, usaha gede, perbankan, semuanya yang berkaitan dengan ekonomi, manufaktur, industri, terutama yang padat karya, beri prioritas pada mereka supaya enggak ada PHK (pemutusan hubungan kerja). Jangan sudah PHK gede-gedean, duit se-rupiah pun belum masuk ke stimulus ekonomi kita. Hanya gara-gara urusan peraturan, urusan peraturan, ini extraordinary.

Saya harus ngomong apa adanya, enggak ada progres yang signifikan, enggak ada. Kalau mau minta Perppu lagi, saya buatin Perppu kalau yang sudah ada belum cukup. Asal untuk rakyat, asal untuk negara, saya pertaruhkan reputasi politik saya. Sekali lagi tolong ini di…, betul-betul dirasakan kita semuanya, jangan sampai ada hal-hal yang justru mengganggu.

Sekali lagi, langkah-langkah extraordinary ini betul-betul harus kita lakukan dan saya membuka yang namanya langkah, entah langkah-langkah politik, entah langkah-langkah kepemerintahan akan saya buka. Langkah apapun yang extraordinary akan saya lakukan, untuk 267 juta rakyat kita, untuk negara, bisa saja membubarkan lembaga, bisa aja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya, entah buat Perppu yang lebih penting lagi kalau memang diperlukan. Karena memang suasana ini harus ada. Kalau suasana ini tidak…, Bapak/Ibu tidak merasakan itu, sudah…, artinya tindakan-tindakan yang extraordinary keras akan saya lakukan.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Saya betul-betul minta kepada Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian, mau mengerti, memahami apa yang tadi saya sampaikan. Kerja keras dalam suasana seperti ini sangat diperlukan, kecepatan dan suasana seperti ini sangat diperlukan, tindakan tindakan di luar standar saat ini sangat diperlukan dalam manajemen krisis. Kalau sekali lagi, kalau payung hukum masih diperlukan, saya akan siapkan.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(Sidang Kabinet Paripurna dilanjutkan secara tertutup)