Dialog Presiden Republik Indonesia Dengan Wartawan Kepresidenan
Presiden RI:
Makan dulu atau tanya dulu? Silakan. Ada yang bertanya tapi boleh saya enggak menjawab, begitu ya? Maksudnya, jangan semua bertanya lo, saya jawab dong.
Wartawan:
Terkait dengan Dewan Pengawas KPK, apakah susunan anggota Dewan Pengawasnya sudah selesai dan kriteria seperti apa kira-kira yang Bapak tentukan hingga kemudian menentukan 5 anggota Dewan Pengawas itu karena di luar juga pasti banyak bersinggungan soal apakah mereka bisa independen atau tidak? Mungkin itu Pak, terima kasih.
Presiden RI:
Ya nanti dilihat figur-figurnya, kita kan ini nanti masih dalam proses penyaringan oleh tim internal di Setneg jadi belum pada proses finalisasi, masih masukan-masukan yang sangat banyak tapi yang jelas kita ingin memilih yang terbaik yang tentu saja memiliki track record yang baik, integritas yang baik, dan memiliki pengalaman di bidang-bidang hukum pidana juga mungkin yang berkaitan dengan audit pemeriksaan misalnya, audit pemeriksaan pengelolaan untuk sebuah pengelolaan keuangan, ini penting, ya itu. Ini masih proses berjalan, belum final. Kan masih tanggal 20-an, kan.
Wartawan:
Pak, saya Ican dari kompas.com, Pak. Terkait Munas (musyawarah nasional) Golkar yang akan digelar besok Pak, mungkin harapan Bapak apa? Ini kan selain Pak Airlangga Hartarto dan Pak Bambang Soesatyo, sudah ada beberapa calon (ketua umum) lain yang dinyatakan maju. Karena selama ini ada isu kalau Bapak menginginkan Pak Airlangga aklamasi kemudian ada menteri, Pak Pratikno juga katanya terlibat mengumpulkan DPD, mungkin bisa sekaligus diklarifikasi di forum ini Pak, terima kasih.
Presiden RI:
Sekali lagi ini, jadi itu urusan internal Golkar, urusan internal Golkar. Munas itu urusan internal Golkar dan sebagai partai besar, partai yang memiliki pengalaman yang panjang dalam berpolitik, saya kira enggak mungkin lah bisa diintervensi oleh menteri, diintervensi dari eksternal, saya kira itu hanya isu-isu yang biasa dalam politik. Wah kalau Mensesneg bisa intervensi ke Golkar, ya jagoan benar Mensesneg.
Menteri Sekretaris Negara:
Kenal satu pun DPD enggak, Pak.
Presiden RI:
Nah, ini coba dengar sendiri ya. Kenal satu DPD pun enggak. Atau Seskab, apa urusannya dengan Munas Golkar? Itu urusan internal partai. Kalau saya, saya mau undang, ya saya undang terbuka kayak dulu. DPD undang, terbuka, begitu saja. Ya berbicara mengenai kenegaraan, kalau urusan Munas ya urusan internal Golkar. Ya kalau misalnya ada menteri, Pak Luhut, ya memang Pak Luhut kan Golkar atau Pak Agus Gumiwang kan Golkar atau Pak Zainudin Amali kan Golkar.
Saya kira biarkanlah Golkar secara demokratis menentukan arah ke depan pimpinannya. Dan kita tahu sebagai partai besar, penting sekali Golkar dalam menjaga stabilitas politik nasional juga ikut berkontribusi besar dalam pembangunan nasional kita.
Wartawan:
Saya Fatra Pak, dari jpnn.com, Pak. Pengin tahu update soal pemekaran Papua yang sebelumnya juga pernah Bapak sampaikan dan kemarin sih, baru-baru ini sudah ada RDP (rapat dengar pendapat) juga di Komisi II DPR dengan tim usulan pembentukan Papua Tengah, mungkin ada juga dengan calon provinsi lain. Nah, ini seperti apa konkretnya Pak, dari pemerintah? Apakah sudah ada kajian, berapa yang akan dimekarkan terlebih dahulu? Terima kasih, Pak.
Presiden RI:
Sekali lagi, sampai saat ini, urusan pemekaran itu masih moratorium. Tetapi kalau ada aspirasi-aspirasi dari bawah, misalnya di Provinsi Papua, baik itu dari Papua selatan, Papua tengah di pegunungan tengah, saya kira ya silakan, wong namanya aspirasi dari bawah, silakan. Tapi sekali lagi, sampai saat ini kita masih moratorium dan kemarin saya mendapatkan informasi dari Mendagri bahwa aspirasi-aspirasi itu sudah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri, ya kita terima. Nanti tentu saja ada kajian-kajian dan perhitungan-perhitungan yang mendalam dalam rangka untuk kebaikan Bersama, untuk kebaikan negara, untuk kebaikan Papua.
Wartawan:
Selamat siang Pak Presiden, saya Yodi Pak dari Bisnis Indonesia. Mau tanya khusus soal ekonomi Pak. Yang pertama soal pertumbuhan ekonomi dan CAD (current account deficit) Pak, kan Pak Presiden kemarin sempat bilang kalau pertumbuhan ekonomi kita tahun ini sekitar 5,04-5,05 persen. Nah, kalau untuk tahun depan sendiri Pak, langkah konkret dari pemerintah untuk menjaga pertumbuhan ekonomi tetap di 5 persen, caranya seperti apa, Pak? Dan apakah perkiraannya bisa tumbuh di bawah 5,3 persen seperti yang ditargetkan pemerintah?
Dan kemudian Bapak sempat menyampaikan soal CAD, yang ini adalah masalah yang sangat krusial untuk ekonomi kita, yang selama puluhan tahun tidak selesai dan Pak Presiden sempat bilang 4 tahun bisa diselesaikan, langkah konkretnya seperti apa?
Dan yang terakhir, untuk kasus di BUMN. Itu sekarang ada kasus Jiwasraya Pak, kasusnya dia hampir default (gagal bayar). Nah, apa arahan dan langkah konkret dari Pak Presiden untuk menyelesaikan kasus di Jiwasraya dan mungkin juga BUMN-BUMN lainnya, Pak? Terima kasih banyak.
Presiden RI:
Itu perhitungan mengenai growth, pertumbuhan ekonomi kita itu masih nanti lah, setelah awal Januari, tetapi kan kita ini memperkirakan, bukan memastikan, memperkirakan akan tumbuh 5,04 atau 5,05 persen, kurang lebih. Tapi bisa saja nanti bisa di atas itu, bisa saja juga di bawah itu tetapi yang paling penting, kalau kita bandingkan dengan negara-negara lain yang sekarang ini hampir semuanya turun, kita ya patut bersyukur bahwa masih diberi angka pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen.
Tetapi memang untuk 2020 juga bukan sesuatu yang mudah, mempertahankan angka itu meskipun kita tahu target kita di angka 5,3 persen. Kuncinya, itu hanya ada di investasi. Kalau pertumbuhan investasi itu bisa mengalami kenaikan yang drastis, nah itu baru kita angka 5,3 persen itu akan bisa ketemu. Karena kalau kita ingin menaikkan ekspor padahal pasarnya, marketnya semuanya baru turun, kan sangat sulit. Tetapi kalau yang namanya investasi, itu memang peluang besarnya sebetulnya ada tetapi tinggal tergantung bagaimana penanganan di lapangan yang berkaitan misalnya satu, penyelesaian perizinan yang cepat, ini sekarang kita list, mana ada daftar perusahaan mana yang masih dalam proses perizinan yang terhambat, satu-satu kita selesaikan sekarang, sudah, kita memang kerja lebih detail seperti itu.
Ada masalah yang kedua, pembebasan lahan, mana, di mana, nah ini diselesaikan. Yang berkaitan dengan pemerintah daerah, selesaikan dengan pemerintah daerah, yang berkaitan dengan kementerian, segera hari itu juga selesaikan. Banyak hal yang seperti itu yang akan kita selesaikan satu per satu.
Dalam rangka apa sih, investasi ini? Hanya satu, dalam rangka penciptaan lapangan kerja, cipta lapangan kerja. Kemudian juga mulai kita arahkan investasi ini juga akan bisa mengait dengan usaha kecil, usaha menengah yang ada di daerah. Sudah saya pesankan betul agar mereka menggandeng pengusaha-pengusaha kecil, pengusaha menengah yang ada di sekitar investasi itu.
Kemudian, problem kita memang bertahun-tahun masalah current account deficit, masalah defisit perdagangan yang enggak bisa selesai-selesai. Karena apa? Kita tahu, yang namanya impor minyak, impor gas kita ini gede banget. Padahal kita juga memiliki sumur-sumur minyak yang bisa berproduksi, ditingkatkan. Ya mestinya produksinya ditingkatkan, kalau betul-betul kurang, baru impor. Bukan menggantungkan terus pada impor dan lifting produksi minyak kita turun terus, ya enggak akan rampung-rampung.
Yang kedua juga yang berkaitan dengan substitusi impor. Ya kalau barang impor itu bisa diproduksi di dalam negeri, kenapa harus kita impor? Contoh tadi, minyak dan pembangunan kilang minyaknya, refinery-nya. Kenapa enggak, sudah 30 tahun lebih, kita enggak membangun satu kilang pun? Ya kalau ini kilang dibangun, itu ada turunannya nanti.
Petrochemical itu bisa langsung, larinya ke mana-mana. Masa kita masih impor petrokimia padahal kesempatan untuk membikin itu terbuka lebar dan tidak dikerjakan, ini ada apa? Ini mau kita selesaikan ini. Ini gede banget ini, kalau bisa menyelesaikan refinery kemudian akan impor-impor petrokimianya akan langsung anjlok, turun.
Yang kedua, jika yang berkaitan dengan B20, B30, kemudian B50, dan seterusnya, kalau ini betul-betul kita konsisten, bisa menyelesaikan ini, artinya betul-betul ini dipakai di dalam negeri, yang pertama, harga kelapa sawit kita, CPO kita akan naik. Yang kedua, impor kita juga akan turun karena ada barang substitusinya yaitu B20, B30, B50. Kenapa ini enggak bisa dikerjakan bertahun-tahun (sebelumnya)? Ya karena masih banyak yang senang impor minyak. Gampang, menyelesaikan masalah dengan impor, paling mudah. Untungnya juga gede, bisa dibagi-bagi ke mana-mana, kita blak-blakan saja, memang kejadiannya seperti itu. Sehingga kalau tadi bisa diselesaikan, current account deficit kita akan turun.
Kemudian mengenai masalah Jiwasraya, saya kira akan diselesaikan oleh Menteri BUMN. Saya sudah diberitahu stepnya ini, ini, ini, oke silakan.
Wartawan:
Pak Jokowi, izin sebelah kanan, Pak.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, saya Faiz Pak, dari Tempo.
Ini melanjutkan lagi soal BUMN sedikit Pak. Ini kan BUMN ini yang paling banyak perombakan jabatan nih, akhir-akhir ini. Apakah itu memang permintaan Bapak kepada Pak Menteri Erick Thohir agar segera mempercepat perombakan di BUMN-BUMN ini? Itu yang pertama.
Apakah tugas ini Bapak berikan ke Pak Erick Thohir karena adanya mencium dugaan jual-beli jabatan Pak, di pejabat tinggi BUMN? Itu yang kedua.
Kemudian yang ketiga Pak, ini kan ada rumor beberapa menteri-menteri lama dikabarkan akan menjadi bos-bos BUMN Pak, seperti Pak Rudiantara di PLN kemudian Pak Jonan di Garuda. Nah, ini apa memang sudah masuk TPA atau memang benar nama-nama itu Pak, yang akan dijadikan petinggi BUMN selanjutnya, Pak?
Kemudian yang terakhir Pak, masih soal BUMN juga Pak, apakah nantinya jabatan-jabatan tinggi di BUMN itu akan diproyeksikan untuk mungkin relawan-relawan Bapak di Pilpres, Pak?
Demikian Pak, terima kasih.
Presiden RI:
Urusan BUMN, apalagi yang berkaitan dengan teknis, itu urusan Menteri BUMN. Jangan dinaikkan ke saya. Tanyakan ke Pak Erick Thohir langsung.
Tapi yang jelas, saya ingin pengelolaan, tata kelola, manajemen yang ada di BUMN diperbaiki, baik melalui perombakan-perombakan total maupun juga perbaikan-perbaikan manajemen yang ada.
Saya selalu sampaikan, semua aset yang dimiliki oleh BUMN harus produktif. Sudah itu saja garis yang ingin saya sampaikan. Jangan sampai ada aset-aset yang tidak produktif sehingga mengurangi produktivitas yang ada di manajemen BUMN.
Wartawan:
Pak Jokowi, izin Pak. Fachrian dari kumparan.com, Pak.
Izin bertanya soal penambahan wamen nanti, ini kan Perpresnya sudah terbit, Pak. Katakanlah wamen untuk Kemenristek dan Mendikbud, nah ini kira-kira bakal dipilih dari kalangan profesional atau dari kalangan Parpol, dan kira-kira kapan itu, Pak? Seperti itu.
Presiden RI:
Belum, urusan wamen sampai saat ini belum. Belum terpikir ke situ. Menterinya juga belum minta.
Wartawan:
Satu lagi, Pak. Soal masa jabatan 3 periode ini kan ribut banget Pak, di DPR. Nah, ini kalau dari Pak Jokowi sendiri mau enggak sih Pak, untuk 3 periode ini? Terima kasih.
Presiden RI:
Begini ya, sejak awal sudah saya sampaikan, kan saya sampaikan bahwa saya ini produk dari pemilihan langsung. Sehingga saat itu waktu ada keinginan untuk amandemen, apa jawaban saya: “Apakah bisa yang namanya amandemen itu hanya dibatasi untuk urusan haluan negara? Apakah tidak melebar ke mana-mana?” Ya sekarang kenyataannya seperti itu, kan. Ada yang lari ke ‘Presiden dipilih oleh MPR’. Ada yang lari ‘Presiden 3 periode’. Ada yang lari ‘Presiden 1 kali tapi 8 tahun’. Kan ke mana-mana, seperti yang saya sampaikan.
Jadi lebih baik tidak usah amandemen. Kita konsentrasi saja ke tekanan-tekanan eksternal yang sekarang ini bukan sesuatu yang mudah untuk diselesaikan.
Ada yang ngomong ”Presiden dipilih 3 periode.” Itu ada 3 menurut saya: Satu, ingin menampar muka saya, ya. Yang kedua, ingin cari muka, padahal saya sudah punya muka. Yang ketiga, ingin menjerumuskan. Itu saja. Toh sejak awal saya sampaikan.
Wartawan:
Baik, Pak Jokowi, izin Pak. Saya Edo Pak, dari CNN Indonesia TV.
Ini terkait dengan apa yang Bapak sampaikan di minggu lalu, soal pemangkasan eselon III dan eselon IV. Bapak bilang akan menggantikannya dengan artificial intelligence atau robot, begitu, Pak mungkin….
Presiden RI:
Siapa yang bilang robot?
Wartawan:
Artificial intelligence, Pak.
Presiden RI:
Nah, benar.
Wartawan:
Artificial intelligence, mungkin apakah konsep atau blueprint-nya itu sudah ada dan mungkin teknologi apa yang memungkinkan untuk menggantikan peran manusia di jajaran eselon III/eselon IV yang bisa memungkinkan untuk dijalankan di pemerintahan kita, begitu Pak. Terima kasih waktunya, Pak.
Presiden RI:
Jadi begini, kita ini butuh sebuah kecepatan dalam bekerja. Kita butuh sebuah kecepatan dalam memutuskan. Kita butuh kecepatan dalam beritindak di lapangan, karena perubahan-perubahan sekarang ini begitu sangat cepatnya. Kita tidak ingin memotong income, memotong pendapatan dari ASN kita, ndak. Yang kita butuhkan tadi, kecepatan dalam memutuskan, kecepatan dalam membuta kebijakan, kecepatan dalam memutuskan di lapangan apabila terjadi perubahan-perubahan yang sangat cepat. Karena sekarang ini, pemerintahan yang fleksibel itu sangat dibutuhkan sekali.
Kapal kita ini kapal besar, tapi kalau kita memiliki alat-alat, memiliki instrumen-instrumen yang membuat kita cepat dalam bertindak, memutuskan, itu akan sangat membantu sekali dalam mengelola pemerintah, mengelola negara ini.
Kita memang baru berbicara masalah tahapan, kapan. Mungkin nanti sebagian eselon IV dulu. Kemudian baru sebagian nanti eselon III. Dan kita ingin, karena sekarang ada A.I., ada artificial intelligence yang bisa membantu kita dalam hal-hal yang bersifat teknis, administrasi bisa, mengerjakan berkaitan dengan akumulasi data bisa, tidak manual. Bisa yang berkaitan dengan pengolahan data, bisa.
Jadi ini yang mau kita kerjakan tetapi ini masih proses panjang, bukan sekarang. Tapi kita sekarang ini dalam proses persiapan-persiapan menuju ke sana sehingga birokrasi kita lebih cepat, tugas birokrasi kita menjadi lebih ringan, dan pelayanan kepada masyarakat, pelayanan publik kita, pelayanan kepada dunia usaha bisa menjadi lebih cepat lagi, arahnya ke sana dan saya kira semua negara nanti akan mengarahnya ke sana. Saya pastikan.
Wartawan:
(Pertanyaan tidak terdengar, speaker mati)
Presiden RI:
Tadi yang berkaitan dengan staf khusus, yang kita inginkan itu staf khusus nanti bisa memberikan masukan-masukan untuk pembaharuan, untuk berkontribusi pada inovasi-inovasi terutama dalam rangka kebijakan-kebijakan yang ingin kita buat. Misalnya, contoh, Kartu Prakerja. Ini kemarin sudah saya sampaikan kepada mereka. Coba, Kartu Prakerja nanti dikonsep, dilaksanakan seperti apa agar gampang dikontrol, mudah dilaksanakan, misalnya.
Yang kedua, kemarin juga yang berkaitan dengan nasabah-nasabah Mekaar, yang produknya macam-macam sekali, bagaimana itu bisa kemasannya bisa diperbaiki, packaging-nya diperbaiki, untuk labelling-nya diperbaiki, mereknya diperbaiki. Kemudian dibuatkan marketplace yang baik, saya tugaskan kepada mereka juga.
Kemudian apa lagi? Oh, yang berkaitan juga dengan masalah masukan untuk dunia pendidikan kita seperti apa. Kadang-kadang apa yang kita pikirkan dengan yang dipikirkan oleh staf khusus kita yang muda-muda ini sangat berbeda sekali. Tapi sekali lagi, luas wilayah kita yang begitu sangat gede banget, dengan memakai inovasi teknologi, ini akan mempermudah. Sekarang bagaimana kita mengontrol 75 ribu desa sehingga seluruh kegiatan yang ada di situ bisa dikontrol dengan baik. Saya kira nanti akan muncul inovasi-inovasi yang sangat bagus dari staf khusus-staf khusus saya, karena menurut saya, mereka ini bukan orang biasa.
Wartawan:
Mohon izin, Pak. Umay dari suara.com. Mau nanya soal, ini kan….
Presiden RI:
Apa? Sebentar, ha?
Menteri Sekretaris Negara:
Tadi tanya soal FPI.
Presiden RI:
Oh, mengenai perpanjangan. Urusan izin masa sampai Presiden? Biar diurusi menteri lah, sudah. Di kementerian.
Wartawan:
Pak Presiden, izin pak. Andika dari detik.com.
Ingin bertanya soal staf khusus juga. Mas Billy Mambrasar sempat menjadi sorotan karena cuitannya soal serasa ‘kubu sebelah bikin megap-megap’, meski akhirnya beliau sudah minta maaf. Ini apakah ada tanggapan dari Pak Presiden, dan mungkin apakah ada evaluasi soal etika bermedia sosial, mungkin Pak?
Presiden RI:
Namanya muda-muda ini kan, apa ya, mungkin semangatnya ya, semangatnya kan lebih dibanding yang tua-tua. Jadi kalau berbicara, karena terlalu semangat, ya biasa lah. Salah dikit-dikit kan enggak apa-apa. Anak muda, dan juga sudah minta maaf. Anak muda, ini anak-anak muda umur 30-an. Kalau salah-salah sedikit ya dimaafkan. Buat saya enggak ada masalah.
Jangan belum-belum, masih pada proses baru seminggu-dua minggu sudah di-bully. Berikan ruang yang selebar-lebarnya pada anak-anak kita ini untuk menjadi pemimpin-pemimpin yang baik, untuk berinteraksi dengan masyarakat, untuk melihat negara ini lebih luas dan betapa beragamnya sehingga mereka nanti akan terinsipirasi dan muncul ide-ide, gagasan-gagasan inovasi yang baik.
Baru sehari-dua hari sudah dikomentari yang enggak-enggak.
Terakhir.
Wartawan:
Timbul dari Kompas, Pak.
Mumpung balik dari Korsel kemarin, Pak. Jadi salah satu kunci Korsel bisa empat dekade langsung naik dari negara paling miskin di dunia menjadi negara maju adalah R&D (research and development), karena kalau hanya mengandalkan transfer teknologi itu akan lama, jadi mereka mengalokasikan belanja R&D itu begitu besar. Tahun lalu itu 4,5 persen dari PDB (pendapatan domestik bruto), kita masih 0,3 persen. Nah, kalau sesuai dengan visi Pak Jokowi meletakkan dasar 5 tahun ke depan untuk mencapai 2035 kita keluar dari MIT (middle income trap) untuk Indonesia Maju.
Target Pak Jokowi di R&D itu seperti apa dan sudah dikeluarkan PP Pak, oleh Pak Jokowi, tetapi apa lagi Pak yang akan didorong?
Presiden RI:
Saya kira ini satu-satu ya. Negara ini harus fokus, satu-satu. Enggak bisa semuanya kita kerjakan. Korea pun dulu juga satu-satu seperti itu. Infrastruktur, masuk ke sumber daya manusia, kemudian yang ketiga nanti masuk ke riset dan inovasi. Memang tahapannya seperti itu. Dan kita sebetulnya memiliki periset-periset yang sangat banyak, hanya memang penataan wadah ini yang perlu disinkronkan, perlu diperbaiki sehingga setiap hasil riset itu bisa diimplementasikan untuk kemanfaatan di masyarakat, untuk kemanfaatan di industri, untuk kemanfaatan di dunia usaha, semuanya bermanfaat.
Kita, memang kalau dihitung secara persentase terhadap GDP (gross domestic product) memang kecil banget, satu persen saja belum ada. Tetapi angka yang sudah kita keluarkan juga bukan angka yang kecil, Rp26 triliun per tahun. Saya selalu bertanya, “Hasilnya mana?”. Jangan hanya menjadi laporan-laporan penelitian saja, ndak. Jangan, tapi betul-betul menghasilkan sebuah hasil akhir yang berguna untuk kemanfaatan masyarakat, kemanfaatan industri-industri kecil, kemanfaatan untuk dunia usaha, kemanfaatan bagi negara. Kalau hanya Rp26 triliun hasilnya hanya laporan penelitian, yang ini dulu lah, dari anggaran yang ada ini betul-betul dimaksimalkan dulu, baru urusan penambahan anggaran itu saya kira nanti pada tahapan berikutnya.
Tapi yang paling penting, kita sekarang sudah memiliki Badan Riset dan Inovasi Nasional. Kita juga sudah ada Menristek sendiri yang kita harapkan nanti, rumah ini akan menjadi sebuah rumah besar bagi riset dan inovasi kita dan saat itu lah mungkin anggaran baru kita larikan ke sana.
Jadi, satu-satu. Jangan ini kerjain, ini kerjain, ini kerjain, malah enggak netas semuanya nanti.
Silakan, silakan, silakan makan.