Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2024

Senin, 6 Mei 2024
Balai Sidang Jakarta Convention Center, Kota Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,

Syalom,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.

Yang saya hormati, Bapak Wakil Presiden, para Ketua dan Pimpinan Lembaga Tinggi Negara yang hadir, para Menko, para Menteri, seluruh Gubernur, Bupati, dan Walikota;
Yang saya hormati, para Sekretaris Daerah, para Kepala Bappeda dari seluruh tanah air;
Bapak-Ibu Hadirin dan Undangan yang berbahagia.

Sekarang ini kita dihadapkan pada situasi yang tidak mudah, tantangan yang tidak gampang. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan hanya tumbuh 3,2 persen. Dampak runtutan dari Covid-19 juga masih terasa sampai sekarang. Kita tahu beberapa negara telah masuk pada resesi (seperti) Jepang, Inggris, dan beberapa negara Eropa berada pada posisi menuju kesana, menuju kepada resesi.

Oleh sebab itu, kehati-hatian kita dalam mengelola fiskal, mengelola anggaran betul-betul harus prudent, betul-betul harus hati-hati, jangan sampai ada uang serupiah pun meleset dari rencana yang sudah kita buat. Dan, betul-betul memperhatikan skala prioritas karena sekarang ini semua negara takut dan ketakutan terhadap 3 hal.

Yang pertama, harga minyak. Yang kedua, salah bunga pinjaman, semua pada takut masalah itu karena begitu bunga pinjaman naik sedikit saja (maka) beban terhadap fiskal itu sangat dan sangat besar.

Sekali lagi, oleh sebab itu, kita harus betul-betul hati-hati dalam mengelola setiap rupiah anggaran yang kita miliki. Kita telah memiliki rencana pembangunan jangka panjang, kita telah memiliki rencana pembangunan jangka menengah dan masuk ke tahunan kita masing-masing juga telah memiliki Rencana Kerja Pemerintah atau RKP. Tetapi, yang belum adalah sinkron atau tidak dengan rencana besar yang kita miliki, ini yang belum.

Oleh sebab itu, sinkronisasi itu menjadi kunci. Saya berikan contoh, pemerintah pusat membangun bendungan – jadi. Bangun lagi irigasi primernya – jadi. Tetapi, irigasi sekunder, irigasi tersier, sampai ke sawah tidak dikerjakan, airnya kan enggak sampai ke sawah-sawah yang kita miliki. Membangun pelabuhan, pelabuhan di bangun oleh Kementerian Perhubungan tetapi jalan mestinya ini di daerah, jalan menuju ke pelabuhannya meskipun hanya pendek hanya 5 kilometer – hanya 4 kilometer tidak dikerjakan. Ini yang namanya tidak sinkron, tidak seirama.

Semuanya harus in line dengan tadi RPJP, RPJM, RKP, semuanya in line, kementerian sampai ke daerah itu harus segaris.

Oleh sebab itu, saya juga ingin mengingatkan kepada kementerian juga kalau punya rencana itu disampaikan ke daerah yang ingin ketempatan. Ketuk pintu, kulonuwun, siap ndak kita bangun waduk tetapi irigasi sekunder dan tersiernya daerah, kalau enggak sanggup geser ke provinsi yang lain. Tetapi biasanya kalau biasanya memang Gubernur, Bupati, Wali Kota di tanya “sanggup?” (di jawab) “sanggup, Pak, sanggup, Pak” begitu sudah selesai “wah berat Pak kita Pak, APBD kita habis Pak untuk ini, untuk ini”. Padahal udah sanggup itu di depan.

Inilah yang saya sampaikan perlunya sinkronisasi. Dan, kunci itu ada di Sekda dan di Bappeda. Ada yang urus ke DPRD, Bappeda dan Sekda itu yang harian itu ngurus kesana.

Kita telah membangun bendungan sampai saat ini selama 10 tahun sudah 42 bendungan dan akan selesai mungkin 60-an (bendungan), insyaallah tahun ini akan menjadi 60-an (bendungan), atau kalau meleset-meleset dikit ya menjadi 54 (bendungan) karena yang lain di kebut tetapi bisa selesai bisa tidak tetapi pasti akan selesai, insyaallah.

Kemudian, jalan tol 2.049 kilometer, jalan nasional 5.833 kilometer selesai, pelabuhan baru 25, airport baru – bandara baru 25. Tetapi, ini tidak cukup. Kalau jalan tol sudah di bangun, Bappeda mestinya melihat disambungkan kemana. Ini kan utama, poros utamanya, terus disambungkan kemana. Disambungkan pariwisata, sambungkan ke wilayah perkebunan, wilayah produktif, sambungkan ke wilayah pertanian yang produktif, sambungkan ke sentra-sentra kerajinan. Itu harusnya ya mengerjakan daerah. Tetapi, kalau memang betul tidak sanggup ya sampaikan ke pemerintah pusat, “Pak, ini ada rencana menuju ke kawasan sentra kerajinan” sarung misalnya, sentra kerajinan mebel misalnya, “tetapi kami enggak sanggup”. Sekarang sudah ada, bisa dikerjakan dengan Inpres Jalan Daerah.

Tahun lalu habis Rp14,6 Triliun untuk perbaikan jalan-jalan daerah yang rusak. Tahun ini disiapkan lagi Rp15 Triliun. Tetapi prioritas, mana yang menimbulkan return economy, jangan sampai hanya jalan hanya di pakai untuk harian saja tetapi harus ada “Oh, ini jalan logistik, oh ini jalan menuju ke sentra produktif ke pertanian, untuk ke perkebunan” itu produktif dan menimbulkan return economy. Itu yang harus mulai di kalkulasi, mulai di hitung dan kemudian diputuskan di daerah.

Waduk misalnya, bukan hanya untuk pertanian saja tetapi juga untuk air baku. Tetapi, yang terjadi pipa utamanya selesai, sambungkan ke rumah tangganya yang belum. Kenapa belum? Karena PDAM-nya selalu rugi, sehingga enggak mampu untuk membangun sambungan ke rumah tangga. Mestinya itu di support oleh APBD, dari daerah. Tetapi sampai saat ini tidak ada yang berjalan tambahan sambungan rumah tangga untuk air minum.

Oleh sebab itu, kemarin saya sampaikan kepada Menteri Bappenas ya sudah disiapkan lagi Inpres untuk sambungan rumah tangga yang berkaitan dengan air minum. Tetapi jangan semuanya itu pemerintah pusat. Ini kalau di dengar Inpres Jalan Daerah, Inpres sambungan ke rumah tangga untuk air minum “alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah”, Bapak-Ibu ngerjain yang mana. Ini yang harus kita pikirkan bersama-sama agar apa yang telah kita bangun itu betul-betul bisa produktif, karena rakyat membutuhkan.

Oleh sebab itu, sinkronisasi penyusunan RKP tahun 2025 harus berdasarkan prinsip. Yang pertama, sekali lagi, programnya harus in line, harus seirama, jangan sampai pusat ke kanan – daerah ke kiri, kehilangan kita, akan kehilangan. Semuanya harus in line, semuanya harus seirama. Misalnya, pusat ingin meningkatkan produksi pangan, daerah malah mengkonversi sawah menjadi properti, enggak sinkron namanya.

Yang kedua, jadi yang pertama tadi program harus in line. Kemudian yang kedua, program harus berorientasi hasil, harus ada return economy-nya. Oleh sebab itu, harus fokus jangan sampai, ini bolak-balik saya sampaikan yang namanya anggaran itu di ecer-ecer kepada dinas, dinas, dinas semuanya di beri, enggak ada mana ini skala prioritas enggak jelas. Ada kenaikan 10 persen anggaran, semua di beri 10, 10, 10 persen, enggak jelas skala prioritasnya yang mana.

Jangan sampai anggaran di pakai untuk rapat-rapat kebanyakan dan studi banding yang kebanyakan. Sudahlah itu masa lalu, tetapi masa depan jangan sampai itu terjadi lagi.

Kemudian, yang ketiga, program harus tepat sasaran dan strategis. Artinya, APBD, APBN itu betul-betul manfaatnya kelihatan karena tepat sasaran. Jangan sampai ada saya lihat anggaran untuk stunting, diberikan ke Puskesmas jadinya pagar Puskesmas. Ada! Jangan bilang enggak ada. Enggak ada hubungannya stunting sama pagar. Ada!

Oleh sebab itu, saya berharap Musrenbangnas ini bisa menjadi sekrup penyambung agenda pembangunan pusat, provinsi, kabupaten, dan kota agar semuanya in line, semuanya seirama dan semuanya tepat sasaran, dan hasilnya betul-betul dirasakan oleh rakyat.

Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini.

Dan, dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, Musrenbangnas 2024 saya nyatakan di buka dan di mulai.

Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.