Penyerahan Sertifikat Tanah Untuk Rakyat

Sabtu, 3 Februari 2024
Hall Gedung Indoor Si Jalak Harupat, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirabbil’alamin washolatu wassalamu ala asrofil anbiyai walmursalin, Sayyidina wa Habibina wa Syafi’ina wa Maulana Muhammadin, wa’alaalihi washohbihi ajmain. Amma ba’du.

Selamat sore,
Salam sejahtera bagi kita semuanya.

Yang saya hormati Pak Menteri ATR/BPN, Pak Menteri Perhubungan, (Pj.) Gubernur Jawa Barat, Bupati Kabupaten Bandung, Bapak Kanwil BPN Jawa Barat, dan juga Kepala Kantor BPN Kabupaten Bandung;
Bapak-Ibu sekalian Penerima Sertifikat yang saya hormati, yang saya cintai.

Sertifikat sudah diterima semuanya? Bisa diangkat tinggi-tinggi?

Jangan diturunkan dulu, mau saya hitung. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15… 3.000, betul.

Kalau enggak dihitung seperti itu, enggak disuruh menunjukkan, saya takut yang diberi hanya yang seremoni tadi sehingga dicek, dicek betul, dan kita tahu semuanya sudah terima.

Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati,

Tahun 2015 saya cek di seluruh tanah air Indonesia, harusnya lahan yang bersertifikat itu 126 juta sertifikat yang harus dipegang rakyat, tetapi setelah saya cek ternyata baru 46 juta. Artinya kurang 80 juta sertifikat yang belum.

Saya tanya kepada Menteri ATR/BPN, “Pak, ini setahun kita bisa membuat sertifikat berapa sih?” Ternyata 500.000. Artinya apa? Kurang 80 juta, setahun hanya 500.000, artinya Bapak-Ibu harus nunggu 160 tahun untuk pegang sertifikat.

Ada yang mau, yang hadir di sini nunggu 160 tahun? Yang mau silakan tunjuk jari, saya beri sepeda. (Presiden bergurau)

160 tahun, bayangkan sehingga saat itu saya perintah, “Pak Menteri, entah bagaimana caranya, sistemnya diperbaiki, seluruh Kantor BPN harus bekerja keras, saya minta tahun depan harus 5 juta sertifikat, dari 500 ribu menjadi 5 juta. Kemudian setelah 5 juta melompat menjadi 10 juta.” Ternyata kita bisa, BPN juga bisa.

Dan Bapak-Ibu semuanya sudah pegang yang namanya sertifikat. Kalau sudah pegang, tolong, ini adalah tanda bukti hukum atas tanah yang kita miliki sehingga Bapak-Ibu harus ngerti, “Saya punya tanah berapa meter persegi sih?” Sering saya tanya, (jawabannya) “Enggak tahu berapa.”

Di sini, di dalam ya ada nama pemegang hak, di sini ya jelas. Alamat ada di sini. Meter persegi berapa, di sini ada semuanya, luas berapa. Kita harus tahu semuanya.

Dan tolong kalau sampai di rumah, ini difotokopi, disimpan di tempat yang berbeda. Kalau hilang, masih punya fotokopi, mengurusnya lebih mudah ya. Jelas semuanya?

Yang kedua, kalau ini sudah pegang sertifikat biasanya, saya yakin juga di Kabupaten Bandung juga sama, pasti ingin juga disekolahkan. Benar? Enggak usah malu (bilang) “Iya.” Yang tidak enggak apa-apa. Disimpan enggak apa-apa, tapi yang mau disekolahkan juga enggak apa-apa.

Tapi tolong, saya titip, kalau ini dipakai untuk kolateral, untuk jaminan ke bank, untuk agunan ke bank, betul-betul dihitung betul, dikalkulasi betul mau pinjam berapa, mencicilnya berapa, kuat enggak. Harus dihitung betul. Jangan sampai, sudah pegang sertifikat, besok langsung pergi ke bank, pakai agunan, karena tanahnya agak luas dapat pinjaman Rp400 juta, waduh pulang dari bank bawa Rp400 juta, nengok kepada tetangga, “Kok mobilnya baru? Saya juga pengen.” Nah, ini mulai.

Hati-hati, jangan sekali-kali meminjam uang di bank, kemudian dipakai untuk membeli barang-barang konsumtif, hati-hati. Enaknya enggak akan lebih dari enam bulan. Bapak-Ibu sudah pegang mobil, enam bulan senang mutar-mutar kampung. “Waduh, Bapak mobilnya baru ya?” “Iya,” senang.

Begitu menginjak bulan keenam, enggak bisa mencicil di bank, enggak bisa juga mencicil mobilnya. Mobilnya ditarik, sertifikatnya di bank juga hilang, hati-hati.

Kalau mau pinjam ke bank, dapat Rp400 juta, saya titip gunakan semuanya untuk modal kerja, gunakan semuanya untuk modal usaha. Jangan sampai dibelikan barang-barang konsumsi, entah yang namanya TV, entah yang namanya mobil, entah yang namanya sepeda motor, ndak. Itu uang pinjaman, hati-hati. Pinjam itu harus mengembalikan.

Kalau Rp400 juta sudah dipakai untuk modal usaha semuanya, ada untung, tabung. Untung Rp5 juta, tabung. Untung Rp6 juta, tabung. Untung Rp7 juta, tabung, setiap bulan ditabung.

Kalau sudah terkumpul, Bapak-Ibu mau beli sepeda motor, silakan; mau beli mobil, silakan, tapi dari keuntungan, bukan dari pokok pinjaman.

Titipan saya itu, yang kedua.

(Acara dilanjutkan dengan dialog)

Baiklah, saya rasa itu yang ingin saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini.

Sekali lagi, simpan baik-baik sertifikat hak milik yang Bapak-Ibu telah pegang, dan gunakan untuk hal-hal yang produktif. Jangan dipakai untuk hal-hal yang konsumtif.

Saya tutup.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.