Peresmian Peluncuran Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit Pendidikan Sebagai Penyelenggara Utama (RSP-PU)
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om swastiastu,
Namo buddhaya,
Salam kebajikan.
Yang saya hormati para Menko, para Menteri, para Dekan Fakultas Kedokteran yang hadir, para Guru Besar, para Dokter;
Bapak-Ibu sekalian, Hadirin dan Undangan yang berbahagia.
Saya kira sudah sering saya sampaikan bahwa 10-15 tahun yang akan datang kita akan mendapatkan yang namanya bonus demografi, 68 persen penduduk usia produktif kita akan muncul, dan itu yang akan, kalau kita bisa menyiapkan, itu yang akan membawa Indonesia menuju negara maju. Tetapi, 68 persen usia produktif itu percuma, akan percuma kalau kesehatannya tidak baik. Oleh sebab itu, betul-betul, mati-matian kita harus menyiapkan ini, harus merencanakan ini, harus merombak hal-hal yang kurang, harus kita perbaiki semuanya.
Saya dalam enam bulan ini kalau ke daerah, secara mendadak saya masuk rumah sakit, kadang belok ke puskesmas. Saya senang bahwa alat-alat yang diperlukan, seperti misalnya USG, itu sudah ada di puskesmas. Saya senang mengenai ini. Masuk rumah sakit lagi, saya lihat baik di provinsi maupun kabupaten/kota sudah ada MRI, sudah ada mamografi, sudah ada Cath Lab.
Tapi selalu keluhan di daerah, utamanya di provinsi-provinsi kepulauan, selalu adalah dokter spesialis yang tidak ada. Ini menjadi PR besar kita menurut saya karena rasio dokter berbanding penduduk kita—saya juga kaget, saya tadi pagi baru baca—0,47 dari 1.000, peringkat 147 dunia, sangat rendah sekali. Di ASEAN kita peringkat sembilan, berarti masuk tiga besar tapi dari bawah. Ini problem angka-angka yang harus kita buka apa adanya.
Dan tadi Pak Menkes sudah menyampaikan bahwa dokter umum masih kurang 124.000, dokter spesialis masih kurang 29.000, jumlah yang tidak sedikit. Ini yang harus segera diisi. Jangan sampai peralatan yang tadi sudah sampai di kabupaten/kota, sudah sampai di provinsi tidak berguna gara-gara dokter spesialisnya yang tidak ada.
Dan juga kita baru mampu mengeluarkan 2.700 dokter spesialis per tahun. Artinya memang sangat kurang sekali, ditambah lagi, masih ada tambahan, distribusinya yang tidak merata. Rata-rata dokter spesialis itu ada di Jawa dan di kota, 59 persen dokter spesialis itu terkonsentrasi di Pulau Jawa, 59 persen. Oleh sebab itu, tadi harus ada terobosan, kita harus membuat terobosan.
Dulu-dulu saya diberi masukan, “Begini, Pak, begini, Pak. Biasanya begini, Pak.” Sekarang ndak. Ini harus kita mulai, harus berani memulai.
Tadi disampaikan oleh Menteri Kesehatan, ada 24 fakultas kedokteran dan ada 420 rumah sakit. Oleh sebab itu, dua “mesin” ini harus dijalankan bersama-sama agar segera menghasilkan dokter spesialis yang sebanyak-banyaknya dengan standar-standar internasional.
Tadi dari ACGME telah menyampaikan akan membantu kita. Saya kira standar Royal College of London, ACGME, itu standar-standar yang ingin kita ambil.
Kita memang harus mempunya mimpi yang tinggi. Jangan sampai standar kita standar nasional. (Harus) standar internasional.
Mengenai rumah sakit-rumah sakit yang belum dikirim baik MRI, Cath Lab, mamografi—apa lagi?—di puskesmas yang belum ada USG, EKG yang akan dikirim lagi, ini betul-betul nanti segera bisa terlaksana. Tentu tidak dalam masa pemerintahan saya, (tapi) pada masa pemerintahan Presiden baru, betul-betul semuanya terlaksana, dan bonus demografi 68 persen usia produktif tadi betul-betul bermanfaat bagi negara ini untuk melompat maju, kita menjadi negara maju dengan GDP ekonomi yang baik, dengan GDP per kapita yang tinggi sesuai dengan yang dimiliki negara-negara maju.
Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini. Dan dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, pada pagi hari ini secara resmi saya luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit Pendidikan Sebagai Penyelenggara Utama.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.